Senin, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 19 September 2016 09:08 wib
9.404 views
Barat Membajak Potensi Pemuda Muslim melalui Salah Kaprah Bela Negara
Oleh: Rezki Amalia Latif
(Mahasiswa Pascasarjana Teknik Lingkungan ITS 2015)
Pemuda adalah aset terbesar yang dimiliki oleh suatu bangsa. Di tangan-tangan merekalah terwujud bangunan peradaban gemilang. Agent of Change adalah gelar yang hingga saat ini masih disematkan dalam jiwa-jiwa pemuda. Melalui gelar yang diperankan oleh pemuda ini berbagai revolusi di dunia telah mereka ukir dalam sejarah.
Potensi intelektualitas, fisik yang kuat serta jiwa yang gagah berani tentu menjadi potensi yang sangat besar bagi pemuda untuk menjalankan peran ini. Ditambah lagi dengan besarnya populasi pemuda di dunia khususnya di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia menjadi sebuah keniscayaan akan kebangkitan di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini. Data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan komposisi penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usiaanak-anak 0-9 tahun sekitar 45,93 juta.Sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Sehingga dari sini dapat diproyeksikan pada rentang tahun 2020-2030 Indonesia akan dipenuhi dengan usia produktif, inilah yang disebut peluang demografi. (http://www.kompasiana.com/rizkishaffansagarino/bonus-demografi-hadapi-mea-2015_561628c391fdfdc1078f7d4b)
Namun di balik itu, krisis berkepanjangan tiada henti sedang melanda negeri tercinta ini, diantaranya kemiskinan, penjualan aset negara, biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal, maraknya korupsi, dll. Beberapa kesimpulan para pakar menyebutkan bahwa masalah yang menimpa negeri kita ini akibat penjajahan non-fisik yang sedang dilancarkan oleh negeri-negeri Barat.
Secara logis, populasi pemuda yang besar dengan berbagai potensi yang dimiliki harusnya mampu menyelamatkan negeri ini dari berbagai persoalan dan menjadi pembela dari berbagai ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Namun, revolusi agung yang mampu membawa kepada keadilan, kesejahteraan, dan keamanan melalui tangan-tangan pemuda masih menjadi harapan kosong bagi masyarakat. Bagaimana tidak? Kondisi mayoritas pemuda saat ini sedang dalamkeprihatinan yang mendalam. Alih-alih menyelamatkan negara dari keterpurukan dan mejadi pionir kebangkitan, mereka telah terjebak dalam arus gaya hidup sekuler hingga menjadi dutanya. Akibatnya, pemikiran liberal telah merasuk dalam akal sehat mereka. Sikap pragmatis, individualis, hedonis,serta tingkah laku yang serba bebas tanpa aturan telah mewarnai kehidupan mereka.
Memang tidak mengherankan, potensi luar biasa yang dimiliki pemuda Muslim menjadikan mereka sasaran empuk dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Dunia barat telah melihat potensi besar ini. Barat memandang bahwa krisis ekonomi yang menimpa negeri mereka dapat diselamatkan dengan memanfaatkan potensi pemuda Muslim.Oleh karena itu, strategi global sedang diupayakan oleh negara Barat melalui pemerintahan dan organisasi internasional sekuler seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)untuk memenangkan hati dan pikiran pemuda Muslim agar berpaling kepada jalan hidup liberal sekuler dan sistemnya.
Negara Barat sangat menyadari bahwa mereka tidak mungkin menjalankan proyek besarnya sebelum ideologi kapitalis liberal hidup di negeri-negeri Muslim dan tertanam dalam jiwa pemuda Muslim. Oleh karena itu, mereka merancang proyek lain untuk mencegah tumbuh kembangnya benih-benih yang menghalangi penerimaan ideologi Barat. Proyek lain itu dinamakan Program Kontra-Ekstrimisme yang dirancang dalam beberapa proyek seperti stigmatisasi Islam dan kaum Muslim. Pada tanggal 12 Februari 2016, Majelis Umum PBB mengadopsi rencana aksi untuk mencegah kekerasan ekstremis. Rencana ini melibatkan seluruh negara anggotanya dan beberapa perangkat PBB terkait. Melalui UNESCO Youth Forum, potensi intelektual pemuda dibajak untuk mempropagandakan ideologinya. Di forum tersebut mereka berbagi cara pandang ideologi, bertukar pengalaman, menonjolkan persamaan dan kebersamaan, bersama melawan ekstremis, menyerukan perdamaian dan mempromosikan program-program kapitalis liberal.Di dalamnya juga ada program mentoring nasional untuk para pemuda di Indonesia yang direalisasikan dengan program bela negara untuk siswa SMU dan sederajat, termasuk pesantren dan mahasiswa. Program bela negara untuk melawan ekstrimisme atau radikalisme ini pun mulai dijalankan di negeri ini.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya bersama Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Timur menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang 'Peran Polri Dalam Menangkal Radikalisme di Perguruan Tinggi’. Acara yang digelar di Gedung Amphitheater UINSA Surabaya, Rabu (07/9/2016), itu sebagai upaya menangkal radikalisme yang saat ini sudah merambah ke dunia perguruan tinggi atau universitas. Tentu saja, mahasiswa kerap dijadikan sebagai sasaran dari gerakan itu.(http://beritajatim.com/hukum_kriminal/276178/kapolda:_mahasiswa_sasaran_empuk_radikalisme.html /7/08/2016)
Anggota DPR RI, Said Abdullah memberikan 'suntikan' rasa nasionalisme pada para mahasiswa baru Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep."Kita harus saling menghormati dan berbudi luhur. Meskipun kita memeluk agama Islam, tetapi kita juga harus menghormati pemeluk agama lain, untuk menjaga keutuhan bangsa," kata Said Abdullah, saat memberikan kuliah umum, Sabtu (27/08/16)."Akan ada potensi disintegrasi. Bayangkan, bagaimana mungkin 17 ribu pulau bisa bersatu. Karena rumusan Pancasila itulah, NKRI tegak bersatu. Bagi siapapun, parpol manapun, kekuatan apapun, Pancasila tetap harga mati," ujarnya. (http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/275117/said_abdullah_'suntik'_nasionalisme_mahasiswa_unija.html/27/08/2016)
Program ini sejatinya telahmenjauhkan pemuda muslim dari makna bela negara yang hakiki. Sebaliknya, program inijustru sangat mendukung agenda global Barat untukmembajak potensi pemuda.Bela negara adalah melawan ancaman apa saja yang datang dari siapa saja yang dianggap lawan atau musuh. Namun identifikasi ancaman terhadap negara ini belum beranjak dari kerangka lama, yakni apa yang mereka sebut Islam radikal. Sesungguhnya ancaman ini sama saja dengan menyingkirkan ajaran Islam dari benak pemuda Muslim dan secara bersamaan “memaksa” mereka menerima ide-ide kaptalis liberal.Padahal sejatinya, ideologikapitalis liberalyang melahirkan neoliberalisme dan neoimperialismelah yang nyata-nyata telah mengancam negeri ini dan menjadi sumber malapetaka bagi masyarakat. Neoliberalisme dan neoimperialisme berdampak sangat buruk bagi rakyat. Diantaranya, tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kerusakan moral dan korupsi yang makin menjadi-jadi serta meningkatnya angka kriminalitas yang dipicu oleh kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Adapunupaya penanaman rasa nasionalisme yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara yang dianggap bagian dari bela negara sesungguhnya telah mendapat kritik dari berbagai lapisan masyarakat. Pasalnya, jika lemahnya cinta tanah air dituding sebagai biang merebaknya semangat distintegrasi di berbagai daerah, sesungguhnya ini tak lepas dari sistem politik demokrasi yang dihasilkan oleh ideologi kapitalisme ini. Demokrasi memberikan jaminan kepada semua warganya untuk menyatakan pendapatnya, berserikat dan berkumpul, bahkan melepaskan diri dari sebuah wilayah—hak menentukan nasibnya sendiri. Contoh yang paling nyata adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI.
Oleh karena itu, pemudaMuslim harus menyadari bahwa yang harus mereka bela adalah Islam dan umatnya dengan berjuang mengajak umat menerapkan Islam. Sebab Islam bukanlah musuh negara. Menjadikan Islam sebagai musuh negara, selain keliru, juga sangat berbahaya. Pasalnya, sesungguhnya Islam, yang tidak bisa dipisahkan dari akidah dan syariahnya, yaitu rahmatan lil ‘alamin. Jika diterapkan, syariah Islam justru akan memberikan kebaikan pada seluruh umat manusia baik Muslim maupun non-Muslim. Adapun negara yang didasarkan pada Islam (Daulah Khilafah) adalah konsekuensi logis dari kewajiban menerapkan syariah Islam secara kâffah. Karena tanpa otoritas politik, dalam hal ini negara, syariah Islam yang rahmatan lil ‘alamin tentu tidak bisa diterapkan.
Sejatinya peran penting pemuda akan teroptimalisasi dalam masyarakat yang menerapkan Islam kâffah. Khilafah akan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pemberdayaan pemuda. Sistem pendidikan, pergaulan sosial, sistem ekonomi dan politik yang akan diterapkan Khalifah mendukung pemberdayaan potensial pemuda sebagai penjaga dan pelindung Islam terpercaya. Akal dan hati mereka akan senantiasa ditambatkan pada Islam dan kejayaan umatnya. Karena itu saat ini arah pencerdasan dan pemberdayaan pemuda Muslim harus ditujukan pada upaya penagakan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!