Senin, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Januari 2017 16:00 wib
7.192 views
Mengekang Hak Bicara Umat Islam Melalui Regulasi Ujaran Kebencian
Sahabat VOA-Islam...
Umat Islam sedang menjadi sasaran empuk bagi orang-orang yang tidak pernah ridha terhadap kemenangan Islam. Mereka berusaha sekuat tenaga memadamkan cahaya Islam lewat fitnah dan propaganda. Berbagai strategi mereka luncurkan untuk menjegal langkah-langkah para pengemban dakwah untuk menyerah memperjuangkan kemuliaan Islam.
Mereka seperti kebakaran jenggot jika para pejuang Islam semakin istiqomah melalui berbagai onak duri yang mereka tebarkan. Tak sedikit para penyeru kebenaran dibenturkan dengan berbagai ujian hingga berakhir dibalik jeruji besi. Ujian yang ringan bagi para pejuang kebenaran dibandingkan balasan yang akan mereka terima dari Rabb-nya.
Baru-baru ini media Islam gencar memberitakan tentang pemblokiran beberapa media Islam akibat imbas isu terorisme yang masif diberitakan media sekuler. Bahkan #stoppemblokiranmediaislam menjadi trending topik di jagat maya. Media Islam sebagai sarana umat menyampaikan aspirasi dan memperoleh berita yang sesuai fakta justru dibelenggu, seolah umat ini dilarang menyuarakan yang haq. Pemerintah terkesan takut jika umat mendapatkan informasi yang benar dan semakin terbuka mata hatinya untuk berjuang menegakkan agama Allah Swt.
Individu-individu yang vokal mengkritisi ketidakbenaran sesuai tuntutan agamanya pun tak lepas jadi sasaran. Dikutip dari Cnnindonesia.com, 29/12, Dwi Estiningsih, warga Yogyakarta yang pernah mencuitkan soal gambar pahlawan nonmuslim kembali dilaporkan ke polisi. Kali ini yang melaporkan adalah Gerakan Masyarakat Bhinneka (GMB). Dwi dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dengan tuduhan pelanggaran pasal Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebelumnya Dwi juga dilaporkan Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia ke Polda Metro Jaya terkait cuitannya di Twitter. Ia dilaporkan karena dinilai telah melukai dan melecehkan pejuang.
Motor Aksi Bela Islam Habib Rizieq Shihab juga ikut menjadu sasaran. Beliau dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh pimpinan pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) karena diduga melecehkan umat Kristen. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat PMKRI, Angelius Wake Kako, Habib Rizieq diduga melecehkan umat Kristen melalui isi ceramahnya di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, berdasarkan tayangan video yang diunggah oleh SR melalui akun Twitter dan AF melalui akun Instagramnya ( bbc.com, 26/12).
Cuitan Dwi Estiningsih yang menggunakan istilah kafir untuk tokoh non muslim di uang baru, dan perkataan Habib Rizieq mengenai kesalahan teologis dalam peringatan natal dihadapan jamaah kaum muslimin adalah sesuai dengan tuntutan agamanya. Mereka berbicara sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al- Qur’an. Mereka menyampaikan kebenaran tapi justru mereka diperkarakan dengan alasan hate of speech yang tidak sesuai dengan UU ITE. Regulasi hate of speech seolah-olah dimanfaatkan untuk membungkam para pejuang Islam yang vokal menyuarakan kebenaran.
Sejak awal regulasi terkait hate of speech telah mengundang pro dan kontra. Regulasi hate of speech dikhawatirkan akan menjadi alat pemerintah untuk memberangus lawan politik dan mematikan ruang kritik terhadap rezim yang berkuasa. Faktanya lebih dari itu, aturan ini telah dimanfaatkan untuk mengekang umat Islam menyampaikan pandangan-pandangan Islamnya dengan dalih merusak kebhinekaan dan menyebarkan kebencian karena unsur SARA. Seolah-olah ajaran Islam adalah sumber radikalisme, menebar kebencian, anti-kebhinekaan, dan intoleran. Kasus yang menimpa media-media Islam, Dwi Estiningsih dan Habib Rizieq menjadi contoh regulasi hate of speech dimanfaatkan untuk membungkam umat ini menyampaikan pandangan-pandangannya walaupun sesuai tuntutan agamanya.
Umat Islam sedang menjadi sasaran tembak program-program penyesatan opini dan diarahkan untuk meninggalkan identitas Islam dalam kehidupannya, dan sasaran moderasi Islam. Hal ini harus menjadi perhatian dan peringatan agar umat lebih cerdas dalam menyikapi berbagai isu dalam upaya menghentikan langkah perjuangan yang mulia ini.
Spirit 212 harus senantiasa diikuti dengan upaya untuk melejitkan dakwah kita. Kita harus mampu menjadi mutiara-mutiara ditengah-tengah umat yang tengah terperosok dalam lumpur sistem buatan manusia. Kita jangan gentar dengan upaya pemblokiran dan pelaporan yang dilakukan untuk menjegal langkah kita. Karena senjata kita adalah keiman dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Kita juga harus mengasah terus tsaqofah dan pemahaman kita sebagai anak panah dan busur yang akan mengoyak keburukan-keburukan para penguasa yang masih “istiqomah” menerapkan hukum jahiliyah dan membukanya dihadapan umat manusia. Hingga akhirnya dengan kesadaran sendiri umat ridha dan menuntut agar hukum Allah Swt berlaku atas negeri ini. Allahu’alam bishshawwab. [syahid/voa-islam.com]
Oleh: Ummu Naflah
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Wilayah Cikupa)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!