Sabtu, 29 Jumadil Akhir 1447 H / 20 Desember 2025 07:03 wib
141 views
Ini Dia PNS yang Berani Meminta Presiden untuk Lebih Jernih Menerima Informasi
Murthala Murthalamuddin adalah seorang PNS. Saat ini ia menjabat Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh. Namun agaknya ia lupa status itu. Ia alpa pada satu hal: bahwa seorang birokrat seharusnya berbicara aman.
Hari-hari dimana ia ditunjuk menjadi juru bicara Posko Bencana Hidrometeorologi Aceh, ia berbicara dalam keterusterangan. Saat muncul ke hadapan publik, ia tidak tampil sebagaimana lazimnya jubir pemerintah yang menghidangkan angka-angka statistik kerusakan. Karena toh data-data itu saban waktu diupdate dalam situs yang disediakan posko bencana. Ia juga tidak menjual narasi “kerja cepat” dan “penanganan maksimal”.
Yang kita saksikan justru sebaliknya.
Murthala berbicara terang-benderang. Terlalu terang untuk ukuran birokrasi. Ia tidak menyembunyikan apa pun. Ia mengakui ketidakberdayaan Pemerintah Aceh. Ia membenarkan bahwa hingga hari ini rakyat Aceh masih mempertaruhkan nyawanya di wilayah-wilayah yang terisolasi. Ia tidak memoles kegagalan menjadi prestasi. Ia mendeklarasikan, di ruang publik, bahwa pemerintah bekerja lamban.
Dalam berbagai wawancara dengan televisi nasional, Murthala berbicara bukan dengan bahasa administrasi, melainkan dengan emosi kemanusiaan. Ia mengklarifikasi pernyataan Menteri ESDM Bahlil soal listrik sebagai kebohongan, dan secara terbuka mengingatkan Presiden bahwa Bahlil mendustai sang Presiden.
Terbaru ia mengonfrontasi pernyataan staf khusus Presiden yang mengklaim helikopter terbang 24 jam, dengan satu hentakan telak: Jangan asal bacot! Ia membungkam stafsus Presiden bahwa rakyat Aceh akan menjadi mayat jika janji ratusan helikopter datang tahun depan.
Ia meminta Presiden untuk jernih menerima informasi. Dan lebih menyakitkan lagi, ia menyatakan bahwa titah Presiden, yang katanya sudah turun, sama sekali tidak berdampak di lapangan.
Semua itu ia sampaikan tepat di depan hidung Jakarta. Membatalkan seluruh laporan “baik-baik saja” yang selama ini meninabobokan pusat kekuasaan. Ia melakukannya dengan sadar, bahwa harga dari kejujuran semacam ini mahal: kehilangan jabatan, disingkirkan, atau menjadi martil empuk bagi faksi-faksi jahat dalam kekuasaan.
Murthala, dalam bencana ini, bukan sedang berbicara sebagai juru bicara posko. Ia sedang berdiri di sisi rakyat yang kehilangan rumah, kehilangan akses, dan kehilangan kepastian hidup. Suaranya adalah gema dari jerit mereka yang terkurung air dan lumpur antara hidup dan mati, yang menunggu dengan cemas, yang bertahan dengan apa adanya. Ia memilih untuk menyampaikan apa yang benar-benar dialami rakyat Aceh, tanpa hiasan, tanpa kosmetik kata. Dan dalam situasi seperti ini, kejujuran bukanlah sikap heroik, melainkan bentuk paling sederhana dari keberpihakan kepada kemanusiaan.
Orang-orang seperti ini, tak peduli apa kekurangan dan pandangan politiknya, jika ia telah tegak di jalan kemanusiaan, tak boleh dibiarkan berdiri sendirian. [PurWD/voa-islam.com]
Sumber: miswar ibrahim njong
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!