Senin, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Desember 2015 13:18 wib
28.460 views
Tahta dan Kuasa adalah Ujian dari Allah, Kamu Syukur atau Kufur?
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam tas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ujian dari Allah tidak hanya berbentuk musibah atau bencana. Kekuasaan dan jabatan juga ujian. Allah akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur. Siapa berbuat -dalam jabatan dan kekuasaannya- yang diridhai Allah dan siapa berbuat yang dimurkai-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Nabi-Nya, Sualiman ‘Alaihis Salam saat melihat istana Bilqis di sisinya,
هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (QS. Al-Naml: 40)
Allah memberi nikmat kepada seseorang agar ia mensyukurinya, menjaganya, dan menggunakannya untuk kebaikan. Siapa yang menggunakannya untuk melawan Dzat yang memberikan nikmat itu, ia gunakan untuk berbuat durhaka kepada-Nya, maka ia terkategori sebagai orang kufur.
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” (QS. Ibrahim: 7)
Nikmat merupakan cobaan dan ujian dari Allah. Dengannya, terlihat orang yang bersyukur dan orang yang kufur. Dan ujian dari Allah terkadang berupa nikmat dan terkadang pula berupa musibah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku’.” (QS. Al-Fajr: 15-16)
Maknanya, tidak setiap orang yang mendapat rizki, harta melimpah, dan kedudukan, adalah bentuk pemuliaan dari Allah untuknya. Sebaliknya, tidak setiap orang yang disempitkan rizkinya, jauh dari tahta, dan mendapat berbagai musibah adalah bentuk kehinaan dari Allah untuknya.
Sedangkan kekayaan abadi yang akan terus dinikmati pemiliknya adalah kekayaan yang menghantarkan kepada surga; yaitu Islam, iman, ihsan, kebaikan, ketakwaan, taubat, dakwah, hijrah, jihad, dan amal shalih lainnya.
Karenanya, tahta dan kuasa haruslah menguatkan nikmat-nikmat di atas. Tahta dan kuasa tidak boleh menggeser nikmat dien dari diri. Dan orang yang buruk adalah orang menjadikan tahta dan kuasanya sebagai musibah dalam agamanya.
Lihatlah Fir’aun, dengan tahta dan kuasanya ia lupa kepada Allah sehingga kufur dan mendustakan ayat-ayat Rabbnya. Fir’aun memusuhi utusan Allah dan menentang ajaran yang dibawanya. Bahkan lebih buruk lagi ia mengaku sebagai Tuhan yang memiliki kekuasaan dan perintah mutlak. Ia buat aturan yang berlawanan dengan syariat Allah, lalu ia paksa manusia tunduk kepadanya. Ia musuhi, siksa, dan bunuhi siapa yang tidak mau tunduk kepadanya.
. . . Fir’aun, dengan tahta dan kuasanya ia lupa kepada Allah sehingga kufur dan mendustakan ayat-ayat Rabbnya. . .
. . . Ia buat aturan yang berlawanan dengan syariat Allah, lalu ia paksa manusia tunduk kepadanya. Ia musuhi, siksa, dan bunuhi siapa yang tidak mau tunduk kepadanya.. . .
Al-Qur'an juga telah mengabadikan kisah manusia mulia dengan tahta dan kekuasaannya. Adalah Dzulqarnain, raja mulia yang menguasai ilmu dan keperkasaan. Ia mengelilingi dunia dan menebarkan kebaikan di muka bumi. Senantiasa menolong manusia dan tidak sewenang-wenang dengan kekuasaannya, tidak berbuat aniaya, dan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Ia membendung kejahatan Ya'juj dan Ma'juj dengan membangun tembok raksasa (benteng) yang mengurung makhluk perusak tersebut. [Baca: 4 Kisah Sarat Hikmah dalam Surat Al-Kahfi]
Saat Allah beri pilihan kepada Dzulqarnain untuk menyiksa satu kaum yang didatanginya atau berbuat baik kepada mereka. Dengan wawasan politik syar’inya yang bijak, berkata Dzulqarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami". (QS. Al-Kahfi: 87-88)
Ini Dzulqarnain, penguasa yang tidak terfitnah dengan kekuasaan dan kekuatannya. Ia gunaan karunia Allah tersebut dengan untuk mencari akhirat dengan membuat perbaikan di muka bumi dan menolong manusia-manusia lemah di atasnya.
Resep agar lurus saat menjadi penguasa adalah dengan menanamkan sifat ikhlas berharap keridhaan Allah dalam diri dan senantiasa mengingat negeri akhirat.
Semoga Allah pilihkan untuk kita penguasa yang bertakwa dan sayang kepada rakyatnya. Semoga Allah binasakan penguasa-penguasa tirani yang melampaui batas dan kejam kepada rakyat. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!