Senin, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Januari 2013 15:22 wib
11.834 views
Presiden SBY Kok Mengkritik Kepala Daerah Korup?
JAKARTA (voa-islam.com) Memang negeri ini benar-benar ajaib. Di mana Presiden SBY menyoroti maraknya praktek korupsi yang dijalankan para kepala daerah. Korupsi mengibatkan hancurnya agenda kerja pemerintah. Namun, rakyat pasti akan bertanya-tanya, mengapa sekarang berbicara tentang korupsi yang dijalankan para kepala daerah?
"Sekian ratus bupati, walikota, sekian ratus mereka diperiksa atau mereka dinyatakan sebagian tersangka dan akan begini terus, hampir pasti kinerja pemerintah tidak akan berlangsung baik," tegas SBY dalam sambutannya pada Rapat Kerja Pemerintah 2013 dengan tema 'Indonesia Bisa Lebih Baik Lagi' di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (28/1/2013).
Kementerian Dalam Negeri merilis sebanyak 281 Kepala Daerah terjerat masalah hukum. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenoek mengatakan sekitar 70% dari 281 kepala daerah terjerat pidana korupsi. Selain terjerat korupsi, kepala daerah terkait tindak pidana umum, contohnya pemalsuan ijazah.
Kebanyakan dari kasus mereka sudah berkekuatan hukum tetap. Untuk itu, lanjut Presiden perlu ada kesepahaman bersama bahwa masalah korupsi adalah masalah bersama. Agar diselesaikan secara bersama-sama.
"Semangat kita sama, kita ingin sistem negara makin bersih, mari lakukan dengan bertanggung jawab," tandas SBY.
Padahal, kalau melihat dengan kasat mata, sekarang seharusnya Presiden SBY harus memberikan teladan dan contoh, sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, di mana banyak kader dan tokoh, yang masuk dan terjebak dalam perilaku korup, dan sangat menghancurkan negara. Seharusnya, Presiden SBY melakukan tindakan radikal ke dalam partainya, dan seluruh sistem negara, agar terbebas dari penyakit korup.
Ternyata hanya angan-angan belaka, semuanya kehendak ingin menciptakan "good governance", karena terbukti salah satu tokoh Partai Demokrat, yaitu Angelina Sondakh, yang mula-mula dituntut hukuman penjara 12 tahun, dan ditambah harus mengembalikan uang Rp 12 miliar, dan akhirnya hanya dihukum 4,5 penjara, dan tidak harus mengembalikan uang hasil jarahannya.
Maka, pembersihan dari kerak-kerak korupsi dan para koruptor, hanya menjadi slogan klise, dan sekadar membangun pencitraan belaka. Rakyat kenyang dengan pencitraan. af/ilh.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!