Selasa, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 30 Juli 2013 12:33 wib
39.056 views
Raja Arab Saudi Abdullah Pemimpin Pertama Pendukung Kudeta Mesir
Cairo (voa-islam.com) Sesudah rezim diktator Marsekal Hosni Mubarak jatuh akibat revolusi, dan lahir pemerintahan pertama sipil di bawah Presiden Mohamad Mursi, para pemimpin negara Teluk, seperti Kerajaan Saudi Arabia, Kuwait dan Uni Emirat Arab, menghadapi kecemasan yang sangat akibat gelombang revolusi.
Negara-negara Teluk mencoba mencegah gelombang revolusi yang terus merembet ke sejumlah negara Teluk, dan para pemimpin negara-negara Teluk terus berusaha mengeliminir dan meminimalkan dampak revolusi itu ke negara-negara mereka, dan menghentikan dengan segala upaya revolusi tidak menjangkiti rakyat mereka.
Maka, kekuatan-kekuatan terselubung itu mulai melakukan kampanye melawan Presiden Muhammad Mursi. Kampanye penggulingan terhadap Mursi itu semakin mendapatkan peluang dengan adanya kerjasama antara sejumlah negara Teluk dengan Menteri Pertahanan Mesir Jenderal Abdul Fattah Al-Sissi.
Persekongkolan itu semakin menguat dengan adanya gabungan kuatan dalam negeri, terutama kekuatan koptik, sekuler, liberal, dan naisonalis, dan mereka menggunakan isu masalah ekonomi, dan semakin mendorong terjadinya krisis. Sesudah itu, lahirlah aliansi Front Penyelamat Nasinal (FSN), yang dipimpin tokoh yang menjadi kaki tangan Amerika Serikat, Mohamad el-Baradei.
Melalu media jejaring sosial, kekuakatan oposisi yang melawan Mursi itu, berkembang dengan mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat, Israel, dan sejumlah negara Teluk, mereka memobilisasi massa menjatuhkan Presiden Mohamad Mursi.
Puncaknya, ketika mereka memobilisasi massa, dan kemudian militer memberikan ultimatum, dan kemudian Presiden Mursi menolak ultimatum, semua diakhiri dengan kudeta oleh militer, pada tanggal 3 Juli.
Kemudian militer menunjuk Al-Adl Mansur, Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden ad-interim, dan kemudian menunjuk Mohamad el-Baradei menjadi Wakil Presdien. Semua itu hanyalah skenario yang sudah disiapkan oleh berbagai kekuatan politik yang ingin menjatuhkan Presiden Mursi.
Menanggapi kudeta militer terhadap pemerintahan Mursi itu, Amerika Serikat dan Eropa tidak menyebut sebagai kudeta. Negara-negara seperti Rusia, Arab Saudi, Israel, Iran, Yordania, Suriah, AS, Uni Eropa dan Uni Emirat Arab (UEA), semua diam, dan tidak mensikapi kudeta yang terjadi di Mesir. Karena, memang sejatinya mereka terlibat dalam usaha menjatuhkan Presiden Mohamad Mursi yang mereka takutkan menjadi ancaman bagi masa depan mereka.
Faktanya Raja Arab Saudi Arabia, Abdullah, pemimpin dunia arab, yang pertama sekali memberikan ucapan selamat kepada pemimpin militer Mesir Jenderal Abdul Fattah al-Sissi. Kerajaan Arab Saudi dan Raja Abdullah masuk dalam sejarah sebagai negara atau kerajaan pertama-tama yang memberikan ucapan selamat kepada pejabat Presiden ad-interim Adly Mansour.
Sikap Arab Saudi ini telah menimbulkan keprihatinan yang menndalam. Padahal, pertamakali negara yang dikunjungi oleh Presiden Mursi sesudah dilantik adalah Arab Saudi.
Langkah Raja Abdulah dari Arab Saudi ini, kemudian diikuti oleh negara-negara Teluk lainnya, termasuk UEA (United Emirat Arab). Mereka memberikan dukungan kepada kudeta yang dilakukan oleh rezim militer dibawah Jenderal Abdul Fattah al-Sissi. Tindakan para pemimpin negara-negara Arab Teluk, sekaligus membenarkan tindakan kudeta dan kekerasan, dan menolak hasil-hasil pilihan rakyat Mesir, yang sudah memberikan kepercayaan mereka kepada Presiden Mohamad Mursi.
Mereka hanya menghadapi ketakutan yang sangat luar biasa atas terjadi revolusi yang sekarang telah berlangsung di dunia Arab. Para pemimpin Arab itu, terus berusaha menghentikan semua gerakan revolusi yang dimotori oleh Ikhwan, dan ingin menghancurkannya lewat tangan militer, seperti juga yang sekarang yang terjadi di Tunisia, yang juga dilanda krisis.
Al-Arabiya melaporkan bahwa Jendral Abdul Fattah Al Sissi secara detil dari detik ke detik melaporkan melalui telepon tentang situasi dan perkembangan Mesir kepada Raja Arab Saudi Abdullah. Al-Sissi juga melaporkan perkembangan Mesir kepada Sheikh Khalifah bin Zayed al-Nuhayyan dari UEA.
Sementara itu, ada kabar tentang pemimpin FSN, Mohamed El-Baradei, melarikan diri ke Arab Saudi, klaim bahwa El-Baradei melarikan diri adalah yang paling penting. Ini akibat situasi yang terjadi di Mesir sekarang sudah tidak terkendali lagi. El-Beradei mencari suaka dan keamanan, karena merasa terancam jiwanya.
Perlu dicatat bahwa faksi militer yang mendukung kudeta itu, tak lain, mereka ini para perwira yang mendukung Perjanjian Camp David. Di mana mereka memiliki hubungan yang sangat dekat Zionis-Israel.
Zionis-Israel tidak menginginkan tampilnya pemerintahan Islam dibawah Mursi, yang akan menjadi ancaman keamanan bagi Zionis-Israel. Karenaa itu, melalui berbagai persekongkolan kekuatan yang ada, termasuk negara-negara Arab yang merasa terancam revolusi melakukan konsilidasi, dan kemudian mereka menjatuhkan Mursi.
Tak kalah penting, fakta menunjukkan Iran dan Hizbullah-sekutu-Assad mendukung kudeta, karena Iran dan Hisbullah serta Suriah tidak ingin lahir pemerintahan Islam Suni di Mesir, yang juga menjadi ancaman bagi mereka. Karena itu, sejatinya Iran, Hisbullah, dan Suriah, terlibat dalam penggulingan Muris.
Rezim di Arab Saudi dan UEA prihatin tentang masa depan kerajaan mereka, akibat gelombang revolusi. Maka,di tengah revolusi yang terjadi di seluruh dunia Arab, sekarang mereka mencoba membuat format baru bagi dunia Arab. Arab Saudi dan UEA tetap ingin memainkan peranan mereka di kawasan Teluk secara dominan, tanpa ada perubahan politik.
Dalam konteks ini, fakta juga menujukkan kekuatan Salafi Mesir -terutama yang berafiliasi dengan Partai Nour telah berkolaborasi dengan Jendral Al-Sissi ikut menjatuhkan Presiden Mursi. Karena, Salafi Mesir tidak dapat dilepaskan dengan Kerajaan Arab Saudi.
Singkatnya, seperti peran Arab Saudi dan UEA, berusaha mempertahanakn Mesir, tetap aman, tidak keluar jalur yang seperti diinginkan oleh Arab Saudi, Negara Teluk, dan Zionis-Israel, bukan pemerintahan Islam, yang akan membahayakan keamanan mereka.
Sikap Arab Saudi dan UEA itu, bisa dilihat dengan langkah-langkah yang dilakukan rezim UEA, di mana negara itu telah menangkap lebih dari 80 orang yang dituduh sebagai anggota Ikhwanul Muslimin, di mana mereka dituduh mencoba melakukan kudeta.
Kedua, lawan politik Presiden Mohamad Mursi yaitu Marsekal Ahmed Shafik, mantan perdana menteri pada era Mubarak sekarang menjabat sebagai konsultan untuk Presiden UEA. Tidak dapat mengesampingkan sikap UEA yang sangat anti-Ikhwanul. Sangat jelas UEA memiliki kepentingan guna melanggengkan kekuatan status quo yang lama di Mesir.
Fakta lainnya, bahwa tokoh-tokoh sisa-sisa rezim Mubarak memegang peranan penting dalam gerakan oposisi yang menggulingkan Mursi. Hal ini menjelaskan mengapa jutaan dolar mengalir dari UEA, negara yang kaya minyak ke oposisi Mesir.
Ahmad Safiq, selain menjabat sebagai Perdana Menteri Mesir selama 2 bulan pada tahun 2011, dia juga menjabat sebagai mantan komandan angkatan udara di era Mubarak, dan sebagai menteri dalam pemerintahan Mesir.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa UAE, memiliki hubungan sangat dekat dengan orde lama di Mesir dan tetap dalam bayangan Arab Saudi, yang menjadi agen kerjasama internasional yang berfokus pada Mesir. Sementara itu, tidak dapat dilupakan bahwa Presiden ad-interim Adly Mansour, pernah menjabat selama 8 tahun sebagai konsultan di Saudi.
Jadi, penggulingan terhadap Presiden Mursi, menunjukkan sikap paranoid (ketakutan yang berlebihan) para raja-raja dan rezim Arab serta Teluk terhadap Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin, yang sekarang ini sudah seperti air bah, dan sulit dibendung lagi.
Kerajaan Arab Saudi, UEA, Kuwait, Qatar, Bahrain terus memagari negara mereka dari pengaruh Jamaah Ikhwan yang terus berusaha berjuang mendakwahkan agama Allah al-Islam, dan meninggikan kalimat-Nya,sembari mengikis karat-karat yang dibangun para kaki tangan kafir musyik, yaitu Yahudi dan Nasrani.
Anehnya, justeru Turki yang dianggap sekuler, dan sekarang dibawah pemerintahan Partai AKP (Keadilan dan Pembangunan) yang dipimpin Recep Tayyeb Erdogan tak mengakui rezim baru yang merupakan hasil kudeta militer, dan mengutuk tindakan bar-bar militer. Hal itu, juga ditujukkan sikap rakyat Turki, di mana rakyat seluruh negeri itu, mendukung Presiden Mursi. af/wb
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!