Selasa, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 17 September 2013 07:57 wib
22.934 views
Taliban Akan Menjadi Kekuatan Baru di Asia Selatan?
Jakarta (voa-islam.com) Nampaknya, sesudah Afghanistan ditinggalkan AS, maka negeri itu, segera akan jatuh ke tangan Taliban. Ini akan mengubah secara radikal geo-politik di seluruh kawasan. Taliban akan menjadi super power baru, di Asia Selatan. Karena, kekuatan ini berhasil mengusir dua raksasa Soviet dan sekaligus AS.
Sekarang muncul pertanyaan baru dari ahli geo-strategi AS, Zbignew Brzezinski, menjadi menarik untuk disimak dikaitkan dengan berakhirnya pengaruh AS dan Rusia, akibat kekalahan dua raksasa itu oleh Mujahidin dan Taliban.
Di minggu kedua bulan April 2012, terlihat Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, sibuk melakukan pendekatan dengan para petinggi di markas besar Pakta Pertahanan Eropa Utara (NATO) di kota Brussel, Belgia.
Ia berusaha meyakinkan para anggota NATO karena ulah bosnya, Presiden Vladimir Putin yang kini mrnghuni istana Kremlin di Moskow setelah meraih kemenangan besar melalui Pemilu Rusia bulan Maret lalu.
Masalahnya, di masa kampanye politik untuk memenangkan pertarungan, Putin sering melontarkan retorika gaya “Perang Dingin” memusuhi Blok Barat Amerika dan Sekutunya Nato sebagai pembuat onar di dunia.
Pada masa kampanye itu Putin dengan begitu meyakinkan bahwa Rusia tetap merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan, seperti masa jayanya Uni-Soviet, pemuka Blok Timur yang dapat mengimbangi Blok Barat dan ingin menghidupkan lagi Perang Dingin.
Selain akan menghidupkan kembali kekuatan militer seperti masa mendiang Joseph Stalin, juga akan mengarahkan peluru-peluru kendali Rusia ke arah Eropa Barat menghadapi program pertahanan anti-rudal Rusia.
Tetapi begitu terpilih menjadi orang nomor satu Rusia, sikap Putin berbalik, dan justru menjadi jinak bahkan meminta perhatian kepada persekutuan NATO agar tidak meninggalkan front peperangan di Afghanistan.
Rusia ternyata mulai mengkhawatirkan situasi di Afghanistan yang dimotori oleh kelompok ekstrim radikal Taliban. Padahal perang sudah berlangsung sejak 2001 diawali dengan penyerbuan pasukan Amerika sebagai dampak dari peristiwa 9 September 2001 terhadap penghancuran menara kembar WTC di New York oleh para teroris Alkaeda.
Afghanistan diserbu karena menjadi markas AlQaeda pimpinan Osama bin Laden, dibantu sekutunya, NATO. Osama sendiri terbunuh melalui serangan dadakan oleh pasukan elite AS di tempat persembunyiannya di Pakistan, namun belum lagi ada tanda-tanda perlawanan Taliban akan usai dan peperangan masih saja melarut.
Sekalipun perang belum usai, tetapi pasukan NATO sudah mempersiapkan diri menarik semua pasukan dari Afghanistan sebelum 2014.
Rusia menyadari bila Afghanistan masih tetap rawan konflik dan stabilitas keamanan tak dapat diatasi, “Revolusi Islam” gaya Iran akan merembet ke Asia-Tengah, termasuk juga di wilayah Uzbeskistan dan Tajikistan, dua bekas Republik di masa Uni-Soviet , dan akan mengganggu wilayah selatan Rusia.
Selain iti juga mengkhawatirkan, gerakan Taliban akan menghidupkan semangat kaum radikal ekstrim di Chechnya memperjuangkan kemerdekaan dari kedaulatan Rusia.
“Bila pasukan AS benar-benar ditarik dalam waktu dekat ini, akan sangat mengganggu ketenteraman bagi Rusia,” ujar Andrei Klimov, wakil ketua komisi Duma (Parlemen Rusia) urusan luar-negeri. “Penarrikan ini justeru akan membuat Afghanistan berada dalam situasi menjadi runyam, bahkan keadaan akan menjadi lebih parah lagi ketika pasukan Soviet menarik pasukannya dari Afghanistan (pada 1989). Terus terang, kita lagi mengikuti perkembangan (kapan pihak NATO akan menarik pasukan mereka) dengan penuh keprihatinan,” kata Klimov seperti dikutip media Christian Monitor di Brussel.
Détente
Kendati di awal penyerbuan ke Afghanistan, pihak Moskow pernah melakukan pendekatan dengan pihak NATO, tetapi waktu itu penghuni Gedung Putih di Washington , Presiden George Bush, seolah terlalu arogan tidak menghendaki bantuan Rusia, sementara kepemimpinan NATO tetap berada dibawah AS. Lagi pula pada masa kepemimpinan Bush hubungan Washington-Moskow kurang akrab.
Rusia, juga menilai AS yang memulai peperangan dengan penyerbuan ke Afghanistan, tetapi sama sekali tidak tuntas dalam penyelesaiannya.Terutama yang di rasakan, Washington tidak sepenuhnya mengalahkan Taliban, meskipun sudha mengerahkan pasukannya lebih dari 150.000 personil.
Selain itu, di Washington sendiri timbul pertikaian antara yang pro dan anti tindakan militer. Akibatnya perang di Afghanistan yang sudah lebih dari 10 tahun masih saja belum usai.
Keadaan menjadi lain ketika Bush mundur dan sejak 2009, Rusia mengizinkan NATO menggunakan fasilitas pangkalan militer di wilayah Rusia digunakan terutama di Volga, wilayah territorial Ulyanovsk sebagai persinggahan perlengkapan militer yang di kirim ke Kabul.
Baik NATO maupun Kremlin sepakat bahwa pangkalan militer itu berada dibawah kendali Rusia, dan pangkalan udara hanya digunakan sebagai persinggahan (stop-over) untuk mengisi minyak bagi-bagi pesawat-pesawat NATO yang mengangkut bahan makanan, pengobatan dan kargo non-militer ke Aghanistan.
Walau begitu, sekalipun Kremlin membuka pintu tetapi pemerintah Rusia menghadapi reaksi dari gelombang aksi protes barisan oposi yang dimotori oleh partai Komunis Rusia pimpinan Gennady Zyuganov yang berusaha memblokade tujuan itu.
”Sejak 1000 tahun lalu, pangkalan militer Rusia tidak pernah di gunakan oleh kekuatan asing, dan tidak akan pernah boleh digunakan,” ujar Gennady Zyuganov seperti yang dikutip oleh media pemerintah, Ria-Novosti.
Namun sejak dua tahun terakhir Rusia giat melibatkan diri untuk menenteramkan Aghanistan, antara lain dengan mendidik 2.000 orang Afghan mengikuti pendidikan menjadi agen anti-narkotika.
Kremlin juga akrab dengan peghuni Gedung Putih sekarang, Presiden Barack Obama. Tahun lalu terjadi kesepakatan antara Gedung Putih dengan Kremlin dengan penanda-tanganan pembelian 21 pesawat helikopter Mi-17 Rusia dibiayai oleh Departemen Pertahanan AS untuk digunakan oleh Angkatan Udara Afghanistan
“Terdapat dua penyebab utama hingga terjalin kerja-sama yang erat antara Rusia dengan NATO sejak beberapa tahun terakhir yang tidak pernah terjadi sebelumnya,” pendapat Yevgeny Minchenko, direktur lembaga International Institute of Political Expertise yang berhaluan independen di Moskow.
“Yang pertama, sejak Obama menghuni Gedung Putih, ia membuka hubungan dengan Rusia, yang sejak itu telah mengubah sikap Rusia terhadap kepemimpinan AS,” ujarnya.
“Yang kedua, Rusia kawatir bila AS angkat kaki dari Afghanistan, karena menyadari akan mengganggu stabilitas keamanan di wilayah Rusia Selatan yang berbatasan dengan negeri-negeri mayoritas Islam di Asia-Tengah dan Asia-Barat yang selain oleh pengaruh terorisme radikal esktrim, yaitu kekuatan Taliban. Yang kami kawatir adalah Kazakhsatan yang sangat rentan oleh aksi terorisme yang dapat melebar ke Uzbekistan dan Tajikistan, bahkan juga dapat menular sampai ke Turkmenistan. Untuk itu kami penuh harap NATO tidak menarik kekuatan militernya di Afghanistan hingga benar-benar aman,” ujar Minchenko
Sekalipun di bawah kepemimpinan Hamid Karzai dapat mengendalikan keadaan dari berbagai aksi terorisme bunuh diri dari kelompok radikal ekstrim untuk meruntuhkan pemerintahan, tetapi Rusia masih khawatir keadaan bakal berubah bila AS dan NATO menarik semua kekuatan militernya pada 2014.
Sekarang bergantung pada bangsa-bangsa di Asia-Tengah untuk mencegah terjadinya kebenaran pandangan “Biarkan Asia membunuh sesama Asia,” (Lets Asians fight Asians ,” yang pernah di ucapkan mendiang Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles ketika Perang Dingin merembet ke Asia pada 1950’an.
Semua ramalan Menlu AS, John Foster Dulles itu, tak akan pernah terjadi lagi, sesudah AS pergi meninggalkan Afghanistan, dan pasti Taliban akan kembali ke tampuk kekuasaan. Karzai yang menjadi boneka AS tidak pernah efektif menguasai negara, dan hanya hidup di Kabul. Sebentar lagi, Muslim akan melihat peristiwa besar, bersamaan dengan kekalahan AS di Afghanistan.
Jihad menjadi jalan terpendek dalam menegakkan cita-cita Islam, dan Daulah-Khilafah. Bukan lagi dengan cara mengikuti langkah-langkah kafir musyrik (yahudi dan nasrani), yaitu demokrasi. af/hh
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!