Senin, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 15 September 2014 12:46 wib
17.316 views
Memahami Antara Ikhwanul Muslimin dan ISIS
LONDON (voa-islam.com) - Perdana Inggris, David Cameron, ?melakukan investigasi terhadap Ikhwanul Muslimin di London dengan mengatakan, "Ini adalah bagian penting dari pekerjaan ... kita hanya akan mendapatkan kebijakan kami benar, ?jika kita memahami hakikat organisasi Ikhwan?, tukasnya.
Empat bulan kemudian, ISIS muncul menjadi ancaman besar bagi stabilitas regional dan global. Kebijakan itu, hakikatnya melahirkan perbedaan yang jelas antara Islam politik dan jihad. Seharusnya, kelompok seperti Ikhwanul Muslimin tidak diperlakukan ?sebagai teroris, ?seperti penyelidikan oleh ?David Cameron terhadap gerakan Ikhwan yang merupakan gerakan politik.
Penyelidikan itu, dipimpin oleh Duta Besar Inggris untuk Arab Saudi, Sir John Jenkins, dan menduga Ikhwan terkait dengan ekstremisme. Sekarang seluruh negara-negara Arab telah menempatkan Ikhwan sebagai organisasi teroris dan menjadi gerakan terlarang.
Keputusan ini memiliki potensi yang menimbulkan kecurigaan tak terhitung atas umat Islam di seluruh dunia yang bergabung dengan organisasi Ikhwan. Ini benar-benar tidak ?bijaksana ketika disebut "perang melawan teror"?
Keberhasilan partai-partai Islam di Turki dan "Musim Semi Arab" di seluruh kawasan Arab telah banyak meredakan kekhawatiran itu. Bahkan Ikhwan telah memenangkan tiga kali pemilihan yang paling demokratis pada pemilu di Timur Tengah, dan ini menunjukkan sebagai kemenangan ?Islam politik.
Pada tahun 2006, Hamas memenangkan pemilihan pertama dengan pengamat internasional ?di Palestina. Di Tunisia, An-Nahdhah (Renaissance), di mana partai ini menguasai ?41 persen ?kursi parlemen. Di Mesir Partai Kebebasan dan Keadilan yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin, dan memenangkan mayoritas mutlak, termasuk pemilihan presiden.
Tetapi, Barat menggunakan standar ganda terhadap partai-partai Islam, khususnya Ikhwanul di Mesir, yang jelas dalam respon terhadap revolusi yang menumbangkan rezim militer, dan menggantinya dengan presiden yang terpilih secara demokratis, dan kemudian sendiri dibatalkan oleh kudeta militer.
Tindakan militer Mesir yang menggagalkan kemenangan Presiden Mursi dan Ikhwan, dan AS mendukung junta militer, pasti akan menjadi ?kontraproduktif dalam melawan kekerasan seperti ISIS.
Langkah ?penyelidikan oleh Cameron terhadap Ikhwan yang juga diikuti dengan mengidentifikasi nilai-nilai dan filosofi gerakan Ikhwan yang bertujuan lebih memahami, "apa yang kita hadapi", mungkin menjadi bumerang, ungkap Profesor Rosemary Hollis.
Keputusan melakukan identifikasi terhadap Ikhwan berasal dari intelijen Inggris, bukan dari Kementerian Luar Negeri. Di mana ada kesadaran yang lebih besar dari bahaya dari Gerakan Islam, yang ?sampai sekarang Ikhwan tetap moderat dan non-kekerasan.
Ada pertanyaan yang jelas tentang investigasi. Siapa yang akan memberikan bukti, misalnya? Lebih krusial lagi. Apakah itu melayani kepentingan Inggris atau agenda asing? Ada banyak warga dan jutaan umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Inggris yang memiliki afinitas (hubungan) antara keyakinan mereka dan orang-orang dari Ikhwanul Muslimin dan Islam politik.
Penyelidikan terhadap Ikhwan yang merupakan sebuah Gerakan Islam politik dan tindakan oportunisme seperti Arab Saudi, Mesir dan Uni Emirat Arab telah menetapkan ?Ikhwan sebagai kelompok teroris bersama Jabhah Al-Nusra dan ISIS, sebuah kesalahan besar.
Bagaimana Membedakan antara ISIS dan Islamis politik
Dengan munculnya ISIS, pemahaman yang buruk Barat tentang Islam politik harus dikrilifikasi secara jelas.. Kita tidak mampu lagi ?berpikir Islam politik sebagai bagian dari sebuah gerakan perubahan melalui politik, di mana kemudian dimasukan menjadi ?tokoh kekerasan.
Ikhwanul Muslimin dan ISIS tidak hanya nuansa berbeda di sepanjang spektrum politik Islam, tapi asal-usul dan habitatnya sangat berbeda, taktik mereka sangat berbeda, ?dan lintasan masa depan mereka tidak mungkin pernah bertemu.
Alastair Crooke, seorang mantan diplomat Inggris, penulis dan pendiri Forum Konflik, berpendapat, "Anda tidak dapat mengerti ISIS, jika Anda tidak tahu sejarah Wahhabisme di Arab Saudi", tukasnya.
Crooke menggambarkan dualisme Saudi dan perpecahan internalnya yang telah menjangkiti negara itu, sejak awal penciptaannya.
Salah satunya adalah doktrin agama yang berkaitan langsung dengan Muhammad Ibn Abdul Wahhab, dan berhubungan dengan pergeseran tujuan dari dinasti Raja Abdul Aziz Ibn Saud terhadap masalah keenegaraan sejak tahun 1920.
Crooke menekankan bahwa tujuan sebenarnya dari ISIS adalah menggantikan keluarga Kerajaan Saudi sebagai Amir baru Arabia. ISIS menganggap keluarga kerajaan Arab Saudi, dinasti Ibn Saud sudah menyimpang dari doktrin Mohammad Ibn Abdul Wahad, dan terlalu dekat dengan sekulerisme Barat.
Kesimpulannya ISIS adalah bagian dari tujuan gerakan Wahhabi, tanpa kendali politik Abdul Aziz, dan itu adalah manifestasi fisik dari kelompok politik modern yang mendalami tentang Wahabisme.
Kesimpulan Crooke ini, mengesampingkan batuan Arab Saudi ?sebesar $ 100 juta (? 60m) untuk program anti-teror PBB, dan kecaman ?Mufti Saudi yang mengatakan ISIS sebagai "musuh nomor satu Islam".
Sejatinya, ISIS jauh lebih dekat dengan Wahabisme,? faham ?agama di Arab Saudi. Sementara itu, Ikhwanul Muslimin faktanya sebagai gerakan yang terlibat dalam proses demokrasi untuk Mesir baru, dan tidak menggunakan kekerasan.
Tapi, justru Ikhwan yang sangat moderat itu menjadi korban kekerasan rezim junta militer, mengalami ?penahanan massal dan hukuman mati, dan kekerasan lainnya.
Ikhwan telah dijadikan musuh oleh rezim-rezim Arab sebagai lawan politik yang telah melakukan kejahatan terhadap Ikhwan, dan mencoba untuk membungkam dengan label organisasi teroris.?
Pemerintah asing harus berhati-hati yang ingin terlibat dalam permainan ini, dan tidak memberikan legitimasi atas kudeta militer di Mesir.
Mereka perlu menyadari bahwa sebutan teroris adalah langkah menghentikan gerakan Ikhwan yang mendapatkan dukungan luas dari rakyat, sementara itu legitimasi rezim militer Mesir mengalami defisit (kemerosotan), seperti setiap rezim anti demokratis di Timur Tengah.
Dalam menggalang dukungan melawan ekstremisme dan kekerasan, adalah tidak bijaksana dengan menjaga dukungan yang berkelanjutan terhadap rezim otoriter, sekaligus mengkriminalisasi organisasi akar rumput massa seperti Ikhwanul Muslimin, yang jauh lebih tua dibanding dengan beberapa rezim diktator.
Kelompok Ikhwan memiliki legitimasi dari rakyat ?dan secara resmi mendapatkan dukungan rakyat melalui cara-cara yang demokratis ?yang lebih besar, dan potensi memenangkan pemilihan umum yang bebas dan adil, jika mereka diberi kesempatan berpartisipasi. Nuansa melakukan perubahan dengan cara-cara yang gradual (bertahap) non-violen (tanpa kekerasan) telah dibuktikan oleh Ikhwan di manapun.
Kesalahan Barat yang paling fatal sekarang ini, menjadikan Ikhwan sebagai kelompok teroris, dan memeranginya. Ini hanya akan menambah beban dan menghancurkan kepentingan Barat di seluruh dunia Islam.
Akhirnya, seluruh dunia Islam akan jatuh ke tangan ISIS. Karena, kelompok yang moderat seperti Ikhwan, yang melakukan perubahan secara demokratis telah dihancurkan, seperti di Mesir. Hancurnya, kelompok Islam politik, hanyalah memberikan keuntungan kelompok seperti ISIS. [afgh/aby/voa-islam.com]
?
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!