Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
7.694 views

Paris Van Java: Dari Paris ke Jakarta

Oleh: Asad el-Ghorieb (Aktifis Islam)

Sahabat VOA-Islam...

Paris Van Java. Istilah Belanda itu untuk menyebutkan satu kota di pulau Jawa yang mirip atau meniru kota Paris di Francis. Mungkin saja istilah atau julukan itu digunakan untuk memberikan predikat kota yang berhasil menirukan atau mirip kota mode tersebut. Tapi kini istilah itu penulis gunakan untuk mendeskripsikan sebuah kejadian yang mirip dengan kejadian di kota Paris beberapa bulan yang lalu. Sebuah serangan mematikan yang diakhiri dengan aksi meledakkan diri.

Serangan di kota Paris seperti menginspirasi orang – orang yang senasib dengan penyerang di Paris untuk melakukannya di Indonesia, tepatnya di jantung kota Jakarta. Kejadian itu terjadi tidak lama setelah aparat pemerintah Indonesia menerima ‘gerimis’ pujian (kalau hujan terlalu banyak) dari berbagai pihak karena mengklaim berhasil menggagalkan usaha aksi teror. Dan berhasil menangkap beberapa orang yang diduga akan melakukan aksi teror di beberapa tempat di Indonesia.

Sehingga wajar pasca kejadian penembakan dan ledakan bom itu,  beberapa aparat yang menjadi penanggung jawab keamanan nasional maupun local, seperti ‘kehilangan muka’ dan penuh beban. Hal itu membuat para pejabat itu terkesan tergesa-gesa untuk mengeluarkan pendapat, yang akhirnya salah dan membuka sendiri bukti kegagalan yang mereka alami. Panglima TNI misalnya, mengatakan, “kita tidak kalah dan tidak kecolongan, teroris yang mati berjumlah 6 orang dan dari kita hanya 2 orang”, ternyata pelaku yang mati hanya 4 orang. Padahal teorinya keberhasilan sebuah Negara menjamin keamanan itu bukanlah berapa jumlah yang mati, tapi kejadian itu bisa dicegah atau tidak.  Sementara dari Kepolisian mengatakan sudah mengetahui dan mendeteksi rencana aksi itu. Logikanya, jika sudah mengetahui tapi tetap kejadian, bukankah itu hal itu disebut kecolongan? Jika bukan, maka hal itu disebut kebobolan.

Disamping itu, bagaikan ingin mengambil manfaat. Beberapa pihak ‘merengek’ untuk diberikan kewenangan lebih dalam menanggulangi aksi terorisme. Termasuk kewenangan intelijen untuk menangkap terduga teroris. Kita tidak tahu, apakah hal itu hanya untuk menutupi malu, atau agenda nya memang sudah di setting seperti itu. Mereka beranggapan sulit menangkap pelaku terduga teroris sebelum ada kejadian. Padahal selama ini, bukan tidak banyak terduga teroris yang ditangkap sebelum melakukan apa-apa? Dengan barang bukti apa adanya, seperti; kabel, pemotong kuku, susu, bensin, dan lain-lain. Yang mana hampir seluruh rakyat Indonesia memiliki barang-barang seperti itu. Bahkan sudah banyak yang tertembak/terbunuh dengan status hukum yang belum jelas (extra judicial killing).

Serupa Tapi Tak Sama

Serangan Jakarta memang serupa dengan serangan di Paris, tapi tak sama. Hal – hal yang menurut kami serupa adalah ;

  1. Pola penyerangan sama seperti yang di Paris, yaitu Hit and Self Destruction(Menyerang kerumunan musuh, dan dalam kondisi terjepit meledakkan diri sendiri dengan tujuan menghindari penangkapan sekaligus membuhun musuh). Taktik seperti ini bukan hal baru dalam sejarah perang Islam, yang sebut dengan In-ghimas. Hanya saja oleh perancang jihad Iraq, Abu Mush’ab Zarqowi (pendiri Islamic State of Iraq) hal ini dimodifikasi dengan menggunakan sabuk peledak untuk para pasukannya. Dan dalam kejadian Thamrin hal ini tidak berlaku efektif.
  2. Melakukan serangan sama – sama di tempat umum.
  3. Menggunakan Senjata Api dan Bom (bahan peledak).
  4. Sama – sama mendapat klaim dari militant Islamic State (IS) bahwa serangan itu dilakukan oleh para militannya. Hanya saja serangan Paris di klaim secara tegas dan jelas.

Dan ketidaksamaanya adalah ;

  1. Target penyerang di Paris memilih korban sipil dari Negara mayoritas kafir yang mendukung perang terhadap mujahidin di Iraq dan Suriah. Sementara di Thamrin Jakarta memilih aparat kepolisian sebagai target, seperti yang dijelaskan para saksi mata, dan juga Kapolri sepekan setelah kejadian. Sehingga tepat jika masyarakat mengeluarkan selogan #kami tidak takut.
  2. Penyerang di Paris memilih waktu malam. Sementara di jalan Thamrin Jakarta melakukannya pada siang hari, karena target yaitu aparat Kepolisian di lokasi adanya pada siang hari.
  3. Serangan di Paris didorong oleh alasan utama melakukan pembalasan atas keikut sertaan Franchis dalam koalisi salibis dalam memerangi umat Islam di Iraq dan Suriah serta tempat-tempat lainnya. Sementara pelaku penyerangan di Jakarta berbeda, karena Indonesia tidak terlibat dalam barisan koalisi yang memerangi umat Islam di Iraq dan Suriah.

Seputar Kontroversi dan Kejanggalan

Seperti biasa, setiap kejadian dengan label teror, baik di dalam maupun luar negeri selalu diiringi dengan ‘nyanyian’ kontroversi dan ragam kejanggalan, yang ujung-ujungnya membuat masyarakat makin bingung. Saya melihat beberapa kontroversi itu sengaja diciptakan untuk mengaburkan duduk persoalan yang sebenarnya. Dan tidak jarang dibuat dengan logika yang dipaksakan.

Memang untuk mendapatkan cerita utuh tentang kejadian yang disebut terorisme ini tergolong sulit. Disamping merupakan aksi yang bersifat rahasia, para pelakunya juga cendrung tidak mengumbar informasi. Jadi sangat tidak memungkinkan didapat sebuah analisis yang akurat dan utuh diatas data dan informasi yang tidak utuh. Sehingga tidak jarang kita lucu melihat penjelasan beberapa pengamat terorisme yang berbicara dengan data di atas meja, ketika kita bandingan dengan penelitian kita di lapangan. Ketiadaan informasi akurat dan utuh ini pula yang selalu dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menciptakan sebuah skenario, yang oleh media dan aktifis Islam disebut sebagai Teroristaiment.

Hal terpenting buat pemimpin negeri ini adalah memikirkan secara serius dan jujur, “apakah yang menggerakkan para pelaku sehingga dengan mudah dan murah menggadaikan nyawanya untuk hal ini?”

Terkhusus untuk kejadian di Thamrin, penulis punya catatan tersendiri yang melatari kejadian itu. Tapi sebelum sampai kesitu, perlu di Ingat, selama musim perang di Iraq dan Suriah, aktifias para aktifis jihadi untuk amaliyah di Indonesia relatif sepi. Dari pengamatan dan diskusi yang kami lakukan, hampir tidak ada yang ‘berselera’ untuk melakukan aksi di Indonesia. Semua pikiran dan konsentrasi tertuju untuk Suriah dan Iraq. Bahkan beberapa penggalangan dana untuk ikhwan/keluarga jihadi di Indonesia mengalami penyusutan. Sebenarnya kondisi ini menguntungkan juga buat pemerintah Indonesia. Tapi kenapa tiba-tiba muncul hal mengagetkan banyak pihak seperti di Thamrin?

Menurut penulis ada banyak hal yang bisa dijadikan alasan untuk melakukan aksi di Jakarta beberapa waktu lalu. Dan secara garis besar dapat kita simpulkan ;

  1. Tersendatnya ekspresi jihad para aktifis di Indonesia untuk melakukannya di luar negeri, tepatnya di Iraq dan Suriah.

Hal ini dikarenakan banyaknya aktifis jihad yang ditangkap secara terang-terangan ataupun secara rahasia ketika ingin bergabung dengan Mujahidin di Iraq dan Suriah. Seperti kita ketahui penangkapan itu dilakukan di Indonesia dan di luar Negeri. Penangkapan ini menurut kami bagian dari kemunafikan pemerintah dan beberapa tokoh di Indonesia. Ketika ada aksi jihad di Indonesia, mereka mengatakan, bahwa Indonesia bukan Negara perang. Tapi ketika para jihadis ini keluar ingin memasuki wilayah perang juga dihalangi.

  1. Terinspirasi dari serangan di Paris, Franchis.

Keyakinan saya, efektifitas serangan yang terjadi di Paris itu sangat memancing ide para pelaku untuk melakukannya di Jakarta. Dan bahkan jihadis di Indonesia banyak sekali yang menyukai pola serangan seperi itu, karena dinilai heroik.

Dulu ketika terjadi serangan serupa di Mumbay, terdengar ‘kabar burung’ jika aktifis jihadis Indonesia tertarik untuk meniru hal itu, hanya saja mungkin sulit dilakukan di Indonesia karena masyarakat Indonesia yang manyoritas Muslim bukanlah target yang diperbolehkan. Sampai pola serangan itu ada juga yang mengadopsi, dengan Polisi Lalu Lintas sebagai targetnya. Dan hal ini sebenarnya bukanlah yang kali pertama di Indonesia.

  1. Ekspresi dendam lama terhadap aparat Keamanan.

Kita tahu bahwa meningkatnya perlawanan para jihadis di Indonesia salah satu pemicunya adalah sikap dan perbuatan ektrim dan radikalnya aparat Kepolisian terhadap umat Islam, khususnya para aktifis jihad. Berapa banyak aktifis yang bersikap netral dengan aksi yang berlabel terorisme di Indonesia kemudian menjadi pro setelah melihat kebengisan aparat terhadap saudaranya (kami punya cukup bukti untuk hal ini). Terkhusus setelah eksekusi Trio Bom Bali I. Belum lagi kalau kita berlaku jujur dan melawan lupa, terhadap kekejaman aparat terhadap umat Islam yang tidak pernah putus sampe sekarang. Mulai dari zaman Presidan Sukarno, Suharto, Susilo B. Yudhoyono dan kini zaman Joko Widodo. Mulai dari rekayasa dan kekejaman Jendral Ali Mortopo, Tri Sutrisno, AM. Hendro Priyono, sampai kini Jendral Tito. Semuanya berlaku ektrim dan radikal terhadap aktifis Islam. Bisakah mereka di Deradikalisasi?

Teror Untuk Siapa?

Pasca kejadian penembakan dan ledakan di Jalan Thamrin, Jakarta. Muncul juga kejadian serupa seperti Paris, yaitu beberapa kelompok masyarakat yang ‘pasang muka’ dengan membuat slogan #Kami Tidak Takut. Seperti yang dijelaskan di atas tadi, slogan itu sangat pas dan cocok untuk merespon kejadian itu. Sebab memang serangan itu sama sekali bukan ditujukan kepada masyarakat sipil. Sebagaimana penuturan seorang saksi mata yang disiarkan secara live di TV swasta, “target serangan bukan kami, bukan warga, tapi aparat”.

Respon-respon ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin cerdas menilai aksi dengan label teror ini. Dan secara eksplisit menjelaskan bahwa usaha sebagian pihak untuk menakut-nakuti atau menggiring isu bahwa masyarakat sebagai korban/target para ‘teroris’, bisa dikatakan gagal. Walaupun dalam beberapa aksi terorisme di Indonesia, masyarakat sipil ada juga yang menjadi korban yang tidak seharus. Dan itu juga terjadi di Jalan Thamrin, Jakarta.

Jauh sebelum kejadian Thamrin dan munculnya slogan #kami tidak takut, ada banyak dialog di masyarakat umum, yang menyatakan mereka tidak khawatir dengan teroris, karena teroris musuh pemerintah. Mereka lebih khawatir dan benci kepada Narkoba dan Korupsi.

Kini, giliran pemerintah Indonesia untuk berlaku bijak dan cerdas untuk menyelesaikan persoalan ini. Bukan malah terjebak ke dalam skenario pihak-pihak tertentu.

Kapankah aksi berlabel ‘terorisme’ ini akan berakhir? Sangat sulit untuk menjawabnya. Tapi jika pertanyaannya adalah, kapankah aksi Jihad akan berakhir? Jawabnya adalah sampai hari kiamat. “Jihad akan tetap berjalan sejak Alloh mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, ia tidak akan dihentikan oleh kejahatan orang jahat atau pun keadilan orang adil.” (Abu Dawud dan yang lain dari Anas bin Malik ra.)

Ketika terjadi aksi berlabel teror terjadi di Negeri ini, saya langsung teringat ungkapan Imam Samudra (Pelaku Bom Bali I) yang di muat di majalah nasional, “Demi Allah, Tak Akan Berhenti!”. [syahid/voa-islam.com]

 

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Analysis lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X