Jum'at, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 2 Februari 2018 23:43 wib
6.132 views
Virus 'Pelangi' Tak Akan Bisa Dibasmi oleh Demokrasi
Oleh: Khamsiyatil Fajriyah, S.Pd
Setelah Dzulkifli Hasan mengungkap bahwa ada 5 parpol pendukung UU pro LGBT, ramailah kembali pro kontra menyikapi kaum pelangi ini. Yang jelas semua parpol menolak dikatakan sebagai parpol pendukung LGBT. Bahkan ketua DPR, Bambang Soesatyo bersumpah akan mundur sebagai ketua DPR bila LGBT dilegalkan oleh DPR. Beberapa anggota DPR segera merapat ke ormas dan tokoh masyarakat untuk menyatakan diri menolak LGBT.
Apapun itu, membasmi LGBT adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh demokrasi. Mengapa?
Pertama, tidak ada penolakan yang tegas terhadap LGBT. Setelah penolakan uji materi UU KUHP pasal-pasal yang mengatur perzinahan oleh MK, jadilah pembahasan RUU KUHP menjadi wewenang DPR. Layaknya penyusunan RUU yang lain, RUU KUHP ini pun menuai pro kontra di sidang para wakil rakyat. Mengkriminalkan LGBT menjadi perkara yang rumit dan sulit untuk diputuskan.
Kedua, demokrasi memberi kebebasan kepada anggota masyarakat untuk berbuat sekehendak hati, memuaskan hawa nafsu. Semua itu adalah hak asasi manusia. Sekali lagi, hal itu mutlak dilindungi dalam demokrasi. Tidak peduli dengan meningkatnya angka pengidap HIV/AIDS yang bersumber dari homoseksual. Tidak peduli muncul kecenderungan phedofilia dari orientasi seksual menyimpang ini.
Maka ketika satu sikap dimunculkan untuk menyikapi LGBT. 'Rangkul pelakunya, Musuhi perbuatannya' pada akhirnya semakin menumbuh-suburkan perilaku menyimpang ini. Merangkul dalam artian mengakui eksistensinya dan membiarkan mereka dengan perilaku menyimpangnya. Memusuhi perbuatannya juga tidak jelas realitasnya seperti apa.
Ketiga, demokrasi melindungi hak pelaku aktivitas menyimpang ini berorganisasi, menyampaikan pemikiran dan pendapat sebebas-bebasnya. Itu berarti sama saja melegalkan gerakan penyebaran mereka. Angka pertumbuhannya semakin cepat, penyebarannya semakin luas. Pertumbuhannya diperkirakan 10 persen tiap tahun. Bahkan ada yang memperkirakan jumlah LGBT 3 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Itu berarti angka mereka ada di kisaran 7.000.000 orang. Jaringannya pun ada di 34 propinsi di seluruh Indonesia.
Yang keempat, demokrasi adalah alat penjajah barat untuk semakin mencengkeram Indonesia. Dengan dalil menghormati hak hidup LGBT, Indonesia harus ikut aktif merealisasikan program UNDP, LGBT for Asia. Tidak mengherankan, bila penolakan Yusuf Kalla atas masuknya dana 108 milliar US dolar dari USAID dianggap hanya angin lalu oleh gerakan ini.
Berharap demokrasi bisa menghentikan virus pelangi ini jelas adalah ilusi. Yang jelas, bencana besar telah mengancam bangsa ini. Bukan hanya kerusakan moral, tetapi kepunahan. Punah karena penyakit mematikan HIV/AIDS. Punah karena mustahil ada pertambahan populasi dari pasangan sejenis.
Adapun Islam yang menjaga kefitrahan akan menghentikan penyebaran ini secara tuntas. Islam mengatur kehidupan manusia agar tercipta suatu tatanan kehidupan yang mulia. Karena setiap perbuatan manusia hakikatnya tidak semata berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang lain.
Islam dengan jelas menilai perilaku menyimpang ini sebagai kriminalitas. Selain upaya pencegahannya, ada sanksi yang diberikan bagi pelaku LGBT. Seperangkat hukum syara' yang mengatur agar laki'-laki dan perempuan tetap pada fitrahnya berguna untuk mencegah penyimpangan seksual.Islam juga memberikan jalan untuk melangsungkan keturunan hanya dengan pernikahan antara laki-laki dan perempuan.
Rasulullah SAW sejak awal sudah mengantisipasi perbuatan menyimpang ini dengan keharaman mukhannats yaitu laki-laki yang menyerupai perempuan, dan mutarajjilah yaitu seorang perempuan yang menyerupai laki-laki. Rasulullah sebagai kepala negara dan Umar bin Khattab sebagai Khalifah telah menegakkan hukum terhadap perbuatan menyimpang ini...
Beliau berdua secara tegas mengasingkan seorang muhannats agar bertobat dan menghentikan perbuatannya . Hukuman yang tegas dari hukuman penjara(ta'zir) sampai hukuman mati dengan cara yang sekejam-kejamnya ditegakkan bagi pelaku LGBT untuk menjaga kemaslahatan masyarakat dari perbuatan kaum nabi Luth AS ini.
Bila Indonesia tidak kuasa menolak gerakan LGBT ini karena demokrasi,sebenarnya sudah tidak alasan lagi kita menggenggam eratnya. Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam sebuah negara yang dicontohkan Rasulullah dan khulafaurrasyidin menunjukkan bagaimana negara berdaulat penuh menjaga masyarakatnya. Tidak ada intervensi dari pihak manapun ketika menjaga masyarakatnya dari kerusakan dan kejahatan.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab ra. menjaga rakyatnya dari kemungkaran. Beliau mengumpamakan bahwa kehidupan masyarakat seperti sekelompok orang yang naik perahu ketika mengarungi samudera. Semuanya memiliki bagian sendiri di dalam perahu. Bila ada seorang nekat melubangi bagiannya dengan kapak, dan beralasan itu adalah bagiannya dan tak perlu orang lain mencegahnya, maka pastilah tenggelam seluruh perahu.
Apa yang beliau lakukan dengan mendorong masyarakat beramar ma'ruf nahi munkar dan menegakkan hukum dengan tegas berhasil menjauhkan masyarakat dari perbuatan menyimpang dan merusak. Kali ini hal yang sama pula harus kita lakukan demi mencegah legalnya kaum LGBT di negeri ini. Bila tidak, maka tinggal tunggu saja kehancurannya sebagaimana kaum Luth dulu dihancurkan oleh Allah. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!