Selasa, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 13 Februari 2024 05:29 wib
8.044 views
Polemik Program Makan Siang Gratis
Oleh: Nur Amina
Program makan siang yang direncanakan oleh calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Gibran dianggap sebagai program yang kurang rinci dan tidak tepat sasaran. Banyak sekali narasi dari para ahli yang kontra akan program tersebut. Selain tidak tepat sasaran dan tidak solutif, program tersebut juga diperhitungkan akan membuang banyak sekali anggaran negara jika mengingat hutang negara Indonesia yang sudah mencapai 8000 triliun pada akhir November 2023 kemarin.
Mencegah stunting atau mengatasi stunting?
Mencegah stunting dan mengatasi stunting, masing-masing memiliki cara penanganan yang berbeda. Seorang dokter spesialis anak membagikan pengalamannya di akun X sang suami mengenai bagaimana pencegahan stunting itu sebenarnya.
Pencegahan stunting harus dilakukan saat sang ibu belum menjadi seorang ibu, yang artinya adalah pada saat sang ibu masih remaja. Di masa-masa itu, sang ibu diharuskan untuk menjalankan pola hidup sehat dan memperhatikan nutrisi serta gizi makanannya. Jangan remaja yang kelak akan melahirkan seorang anak di masa depan ini mengalami anemia defisiensi besi.
Pernikahan yang terlalu dini juga mempengaruhi anak yang dilahirkan terkena stunting karena bayi yang terlahir prematur menjadi penyumbang 20% terjadinya stunting. Alih-alih dinikahkan terlalu muda, lebih baik mereka diberi akses pendidikan yang tinggi seperti melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Karena kasus pernikahan dini di Indonesia rata-rata justru disebabkan oleh kemiskinan yang membuat mereka sulit untuk menempuh pendidikan lanjut dan memilih menikah.
Tak hanya berhenti di saat mereka belum siap untuk menikah, ketika nanti mereka sudah menikah pun, pasangan suami-istri diharapkan untuk terus menerapkan pola hidup yang sehat dan makan makanan yang bernutrisi serta bergizi. Dan juga, melanjutkan dari sisi pendidikan, alangkah lebih baiknya jika negara juga turut memperhatikan dan mempermudah akses pembekalan bagi pasangan yang hendak menikah.
Ini dimaksudkan agar mereka bisa menjadi orang tua yang menjalankan kehidupan rumah tangga dengan baik, atau yang biasa kita sebut dengan ‘ilmu parenting’. Karena tidak hanya angka stunting saja yang meningkat di Indonesia, namun juga angka perceraian. Faktor dari dua permasalahan tersebut bisa dipastikan tidak jauh-jauh dari kurangnya kemampuan dan kesadaran dalam mengakses ilmu pengetahuan dan pendidikan. Karenanya, tidak hanya mampu mencegah stunting, pasangan suami-istri tersebut juga dapat mencegah kemungkinan perceraian.
Ketika hamil, suami dan istri harus sama-sama memberi banyak sekali perhatian terhadap perkembangan kehamilan. Jangan sampai anemia, makan-makanan yang penuh dengan gizi dan nutrisi yang seimbang, dan tidak terpapar asap rokok. Bila ada kendala atau keluhan, maka jangan ditunda, langsung bicarakan permasalahan dengan dokter.
Dan ketika bayi sudah lahir, maka penanganan selanjutnya adalah dengan memastikan bahwa sang bayi mampu melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini), mendapatkan ASI eksklusir, dan MPASI (Makanan Pendamping Air Susu) yang benar, imunisasi lengkap, dan tidak terkena infeksi secara berulang-ulang. Semua penanganan di atas perlu pemantauan yang benar dan kerja sama dari istri juga suami.
Untuk batas usia pencegahan stunting dari anak sendiri—menurut kebanyakan ahli—adalah dua tahun. Sedangkan program makan siang gratis yang dijanjikan oleh Prabowo-Gibran sebelumnya, adalah memberi makan siang gratis kepada semua anak sekolah di Indonesia, mulai dari SMP sampai dengan SMA. Tentu saja, jika menilik ke tujuan awal program ini diadakan, target sebelumnya sama sekali tidak pas. Namun, setelah banyak narasi publik terkait target program, pada 4 Febuari kemarin, program tersebut sudah diubah targetnya ke balita dan ibu hamil.
Anggaran negara terus membengkak
Perkiraan anggaran program makan siang gratis ini per harinya mencapai 1 triliun rupiah. Program ini menyorot susu sebagai bahan utama dalam pencegahan stunting. Yang mana, diduga bahwa jika program ini dilaksanakan, maka negara akan mengimpor sapi dari India. Tentu saja ini kurang etis. Sudah seharusnya program kita itu menguntungkan kita, bukan negara lain.
Ingat, bahwa angka hutang Indonesia mencapai 8000 triliun rupiah. Tidak hanya darurat akan stunting, Indonesia juga darurat dana. Di samping itu data menunjukkan bahwa orang Asia, khususnya Indonesia, intoleransi terhadap laktosa, yang mana, susu bukanlah pilihan yang paling aman untuk dijadikan solusi.
Namun sebenarnya, alih-alih susu, protein tertinggi ada pada ikan. Banyak yang setuju akan hal ini. Karena selain proteinnya tinggi, mudah didapat, tidak berdampak pada lingkungan, dan jika ikan menjadi ikon utama dalam pencegahan stunting maka perekonomian di Indonesia juga akan ikut terbantu mengingat Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan para nelayan yang mumpuni.
Target tidak tepat, anggaran ghaib
Belajar dari PMT (Pemberian Makanan Tambahan) pemulihan posyandu di Depok yang bertujuan untuk mengentaskan stunting, yang berakhir pada 11 Desember 2023 lalu, menghasilkan banyak sekali keluhan masyarakat lewat sosial media dikarenakan menu PMT tersebut tidak sesuai dengan anggaran. Padahal anggaran yang dialokasikan per PMT adalah 18.000 rupiah namun yang didapat hanya sayur sop dengan nasi, ada yang berupa bola-bola nasi isi, tempe dan nugget dua biji. Tentu saja harga menu ini jauh daripada dana yang dialokasikan. Menunya seperti tidak jauh berbeda dengan yang biasa dimakan oleh warga yang menerima, bahkan lebih layak.
Presiden Jokowi sendiri mengakui bahwa dana penanganan stunting masih sering kabur untuk hal-hal yang tidak jelas, alih-alih digunakan langsung untuk keberlangsungan program, seperti contoh di program ini, pencegahan stunting pada ibu dan anak.
Itu masih di tingkat madya, belum nasional. Bisa dibayangkan bagaimana ricuhnya. Apalagi di pemerintahan kita, masih banyak yang tidak jujur dan korupsi. Anggaran yang tipis itu kian dipertipis demi kepentingan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Dan korbannya? Lagi-lagi rakyat.
Win-win solution untuk semua
Akan lebih win-win solution lagi kalau anggaran yang setahun bisa mencapai 450 triliun rupiah itu dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, demi menciptakan rakyat yang mandiri secara ekonomi. Karena nyatanya, anggaran sebanyak itu sudah lebih dari cukup untuk membentuk masyarakat yang mandiri secara ekonomi, dan yang paling penting, cukup untuk menunjang pendidikan di Indonesia yang masih kurang.
Percuma juga menangani stunting demi memperbaiki perkembangan otak anak, namun negara tidak dapat menampung potensi yang sudah susah payah dikembangkan. Dan yang paling menakutkan, solusi makan siang gratis ini dapat mengundang permasalahan lainnya dari segi ekonomi seperti kenaikkan pajak dan harga bahan pokok menjadi semakin mahal.
Mari berpikir secara rasional. Untuk apa makan siang gratis jika akhirnya rakyat dipersulit kehidupannya dengan kenaikkan pajak? Untuk apa makan siang gratis jika akhirnya harga kebutuhan pokok terus naik? Jika ditelaah, ternyata dua masalah tersebut lebih menyusahkan dan butuh solusi. Karena jika dua masalah tersebut ditangani dengan baik, maka rakyat akan dengan mudah mencegah stunting.
Tidak ada pajak, harga pokok murah, rakyat berhasil mandiri secara ekonomi, maka mereka jadi memiliki uang untuk membeli ikan, telur, daging, susu, dan lain-lainnya makanan gizi yang selama ini tak terjangkau harganya oleh mereka. Mereka juga jadi bisa leluasa menentukan menu makanan yang sesuai dengan mereka, tanpa mengkhawatirkan alergi. Memutuskan rantai kemiskinan, ini jauh lebih win-win solution. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!