Kamis, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Maret 2014 06:40 wib
6.527 views
Gaza Terus Dirundung Duka, Siapa Lagi Kalau Bukan Kita yang Peduli ?
GAZA (voa Islam) – (19/03/2014) Mungkin bagi para pembaca budiman, tulisan ini hanyalah ketikan singkat yang hanya memerlukan waktu tidak kurang 1 menit untuk membacanya. Akan tetapi sekelumit kisah ini adalah sekerat penggalan cerita dalam kurun waktu setidaknya 7 (tahun) terakhir sejak blokade (kepungan) Israel terhadap Jalur Gaza. Warga Gaza hidup dalam penantian dan penderitaan, saat Agresi Israel mereka berlumuran darah sedangkan pada akhir agresi mereka dihadapkan pada berbagai dampak negatif akibat penutupan akses berbagai kebutuhan dasar dengan ditutupnya perbatasan Rafah. Perbatasan yang menjadi penyebrangan warga dari Mesir ke Gaza dan sebaliknya.
Tragedi dari kubangan darah kepada muara linangan air mata, itulah yang diderita warga Gaza, Palestina. Bumi para nabi ‘alaihimussalam yang diberkahi, bagian menyatu dari Syam Al Mubarokah. Mari kita lihat setetes duka yang menggunung di Gaza dengan mata hati yang dipenuhi cinta persaudaraan sesama insan beriman , bismillah....
Ahmad Omar Abo Nahl, balita berusia 3 bulan asal Gaza menderita pembengkakan hati dan liver. Ia selalu sakit kejang-kejang dan harus bernafas dengan bantuan selang oksigen. Informasi dari Rumah Sakit Syifa Gaza menyebutkan bahwa akibat sakit yang dideritanya, raut wajah Ahmad sering berubah biru dan pucat. Karena alat medis di Gaza tidak memadai, mestinya Ahmad sang bayi 3 bulan itu dirujukkan ke Mesir untuk mendapat perawatan medis yang diperlukannya.
Maka bergegaslah ambulan membawa sang Balita sakit tersebut ke perbatasan Rafah. Harapannya, Ahmad dapat segera di evakuasi ke Mesir. Rumah Sakit di Gaza sudah berupaya bernegosiasi dengan pihak Imigrasi Rafah di Mesir tapi uasaha mereka gagal dan tidak membuahkan hasil.
Hari berikutnya upaya dicoba kembali namun juga tidak berhasil sementara kondisi Ahmad semakin kritis, raut wajahnya mulai terus pucat dan membiru disertai semakin sulitnya bernafas. Akhirnya ambulan berbalik arah, pihak medis terus berjuang menyelamatkan nasib si bayi malang, Ahmad. Mereka membawanya ke pintu penyebrangan Erez, yakni yang membatasi Gaza dengan Israel. Saat saudara-saudara di Mesir tidak berkenan, pihak medis atas dasar kemanusiaan mencoba bernegosiasi dengan pihak musuh, Israel, agar bisa mendapat pengobatan bagi sang bayi di Tepi Barat.
... Akan tetapi linangan air mata dan harap suci ibunda tercinta tidak dijawab oleh dunia, penyakit Ahmad semakin gawat. Akhirnya nyawa Ahmad sang balita tidak tertolong lagi di tengah bungkamnya dunia terhadap kezhaliman musuh dan tidak pedulinya kawan...
Jelas, si musuh bebuyutan para nabi dan kaum muslimin ini tidak bisa diharapkan belas kasihnya. Upaya ini kembali gagal.
Ummu Ahmad saat diwawancarai menyampaikan bahwa saat Ahmad pada akhirnya menerima ajalnya dengan tragis setelah mendapat penolakan kawan dan lawan itu. Bahwa sebenarnya ia masih berharap Ahmad dapat dirujuk pengobatannya ke Mesir. Berharap ada pihak yang membantunya membawa Ahmad berobat ke luar Gaza. Blokade Israel mengakibatkan krisis peralataan dan pelayanan medis di Gaza.
Sambil berlinangan air mata, Ummu Ahmad menangis memohon adanya pertolongan agar diijinkan membawa sang bayi tercinta berobat keluar Gaza. Akan tetapi linangan air mata dan harap suci ibunda tercinta tidak dijawab oleh dunia, penyakit Ahmad semakin gawat. Akhirnya nyawa Ahmad sang balita tidak tertolong lagi di tengah bungkamnya dunia terhadap kezhaliman musuh dan tidak pedulinya kawan. Ahmad pun meninggal dunia, ia pergi ke haribaan Pencipta-nya dari pelukan sayang sang Bunda.
Sang Ayah, Abu ahmad menggendong jasad mungil Ahmad dengan berlinangan air mata mengatakan: “...saya ingin agar seluruh negara Arab tahutentang kematian Ahmad dan balita-balita lainnya yang tewas di Rumah Sakit Gaza akibat tidak dapat dirujuk keluar Gaza. Mana tanggung jawab dunia Internasional ?.. Jika kalian tidak punya agama maka minimal kalian punya rasa kemanusiaan. Jika kalian tidak peduli dengan urusan Palestina setidaknya kalian punya belas kasihan atas kemanusiaan.” Demikian ungkap Abu Ahmad dengan sedih dan marah.
Mengapa bayi berusia harus menerima penderitaan buruk akibat gejolak perpolitikan yang terus memburuk antara Gaza dengan Mesir? Bathin Abdulloh Onim, aktivis muslim asal Indonesia yang kini menetap di Gaza tidak dapat menerima kenyataan itu.
Aktivis muslim yang menikahi muslimah asli Gaza yang juga hafizhoh (Penghafal Qur-an) ini telah dikarunia seorang putri berusia 1,9 tahun. Marwiyah Filind (singkatan Filistin Indonesia) nama sang putri yang sudah pandai berbicara bahasa Arab dan mulai mencoba memahami bahasa sang Ayah dari Indonesia.
Abdulloh Onim dipercaya menjadi Koordinator Markaz Tahfizh Qur-an (PPPA) Darul Qur-an cabang Gaza. Beliau mengetuk pintu hati kita untuk mau peduli dengan menyisihkan sebahagian rezekinya bagi saudara-saudara mereka di Gaza. Beliau mengharap kita semua mampu membayangkan seandainya Ahmad adalah bayi kita tercinta, sementara masih banyak Ahmad-ahmad lainnya .
Anda dapat menghubungi beliau untuk informasi lebih lanjut dan detail tentang keadaan di Gaza lewat kontak beliau di:
PIN BB : 25C63245
Whatsapp: +972 598058513
Sedangkan bantuan dapat anda salurkan melalui Sunduq Ukhuwah (Kotak Jalinan Persahabatan) Infaq dan Zakat untuk Gaza, Palestina.
1. No Rek : 6900090001 BNI Cab. Kenari Mas Jak-Pus. A/n. Abdillah Onim
2. No. rek: 6900060009 BNI Cab. Kenari Mas Jak-Pus. A/n. Abdillah Onim
3. No. rek: 0101305907 BNI cab. Kramat Jak-Pus. A/n. Abdillah Onim untuk Ops & Markaz Tahfidz Qur’an Gaza Palestina.
Semoga andil kita akan menjadi saksi dan pemberat amal sholih kita di Yaumil Hisaab nanti, amiin! (Abu Fatih/voa Islam)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!