Sabtu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 13 September 2014 15:16 wib
5.988 views
Hamas Bantah Jalankan Pemerintah Bayangan di Gaza
TUNIS, TUNISIA (voa-islam.com) - Pemimpin Hamas di pengasingan hari Jum'at (12/9/2014) membantah bahwa gerakan itu menjalankan "pemerintah bayangan" di Gaza seperti yang dituduhkan oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Khaled Meshaal berbicara di ibukota Tunisia beberapa hari setelah Abbas mengancam akan memutuskan perjanjian persatuan dengan Hamas, mengatakan kelompok itu tidak mengizinkan pemerintah untuk beroperasi di Jalur Gaza.
"Ada pemerintah persatuan nasional, pembicaraan tentang pemerintah paralel benar-benar melawan kenyataan," kata Meshaal usai bertemu Presiden Tunisia Moncef Marzouki.
Ia mengatakan kementerian pemerintah masih "beroperasi secara normal" di Gaza bahkan jika "Pemerintah tidak hadir dari" daerah kantong pantai itu dan mendesak kabinet untuk hadir.
"Kami menyambut baik pemerintah persatuan nasional untuk bekerja di Gaza, untuk mengambil alih titik persimpangan dan menganggap semua tanggung jawabnya sesuai dengan apa yang kita disepakati."
Pada bulan April, Hamas setuju untuk bekerja dengan para pesaingnya dalam gerakan Fatah pimpinan Abbas untuk membentuk pemerintah konsensus interim dari para teknokrat yang akan bekerja menuju pemilihan umum nasional yang lama tertunda.
Kesepakatan itu berusaha untuk mengakhiri bertahun-tahun persaingan pahit dan kadang-kadang berdarah antara Hamas dan Fatah, yang mendominasi Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat.
Kabinet baru berkantor pada tanggal 2 Juni, dengan pemerintah Hamas di Gaza secara resmi mengundurkan diri pada hari yang sama.
Tapi pekan lalu Abbas menuduh Hamas menjalankan pemerintahan paralel di Gaza.
"Kami tidak akan menerima kemitraan dengan mereka jika situasi terus seperti ini di Gaza, di mana ada pemerintah bayangan ... menjalankan wilayah itu," katanya.
"Pemerintah konsensus nasional tidak dapat berbuat apa-apa di lapangan," tambahnya.
Pada hari Senin Hamas menuduh Abbas mencoba untuk menyabot kesepakatan persatuan.
Perselisihan itu meletus setelah gencatan senjata terbuka mulai berlaku di Gaza pada tanggal 26 Agustus, mengakhiri konflik besar selama 50-hari antara Hamas dan Israel.
Pembicaraan antara kedua belah pihak akan dilanjutkan di Mesir akhir bulan ini untuk mengkonsolidasikan gencatan senjata.
Pada hari Kamis wakil pemimpin Hamas di pengasingan Mussa Abu Marzouq mengatakan, kelompok itu bisa dipaksa untuk bernegosiasi langsung dengan Israel - sesuatu yang belum pernah dilakukan kelompok itu sebelumnya.
Tapi Meshaal mengatakan hal ini tidak akan terjadi.
"Negosiasi langsung dengan penjajah Israel tidak dalam agenda Hamas, jika negosiasi diperlukan mereka harus tidak langsung," katanya. (an/maan)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!