Rabu, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 4 Januari 2023 12:45 wib
5.239 views
Presiden Aljazair Desak Mali Hentikan Kerjasama Dengan Kelompok Tentara Bayaran Rusia Wagner
ALJIER, ALJAZAIR (voa-islam.com) - Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune meminta dewan militer Mali untuk menghentikan layanan dari perusahaan militer swasta Rusia, Wagner Group, dan sebaliknya berinvestasi dalam ekonomi, menekankan bahwa memulihkan perdamaian di Mali harus melewati Aljazair.
"Uang yang dikeluarkan untuk kelompok ini [Wagner] akan lebih sesuai dan berguna jika dialokasikan untuk pembangunan di wilayah Sahel," kata Tebboune dalam wawancara dengan surat kabar Prancis Le Figaro dalam edisi Jum'at.
Menurut pejabat AS, pemerintah Mali membayar US$10 juta sebulan untuk layanan Wagner, yang sebagian besar terdiri dari misi keamanan.
Namun, dewan militer Mali membantah adanya pengerahan oleh kelompok Wagner yang kontroversial itu.
Tahun lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dia memutuskan untuk menarik pasukannya setelah hubungan antara Prancis dan Mali memburuk setelah kudeta militer Agustus 2020.
Kudeta lain terjadi di Mali pada Mei 2021, meski tidak menghasilkan perubahan signifikan pada struktur sebelumnya.
Macron juga merujuk pada dugaan kesepakatan antara rezim Mali dan perusahaan keamanan swasta Rusia Wagner yang merupakan faktor penting dalam mendorong Paris untuk menarik 2.400 tentaranya.
Aljazair, yang berbatasan sepanjang 1.359 km dengan Mali, dilaporkan berada di bawah 'serangan teroris' yang berasal dari kelompok ekstremis agama yang berbasis di wilayah Sahel.
Pada tahun 2020, seorang tentara Aljazair tewas dalam serangan bom mobil di Timiaouine, di selatan negara yang berbatasan dengan Mali. Pihak berwenang Aljazair mengatakan "teroris" berada di balik operasi itu.
Namun, Tebboune mengatakan terorisme bukanlah hal yang paling membuatnya khawatir. "Kita bisa mengalahkannya. Saya lebih khawatir dengan fakta bahwa wilayah Sahel tenggelam dalam kesengsaraan. Solusinya ada 80% ekonomi dan 20% keamanan," tambah presiden Aljazair itu.
Ketegangan politik di Mali dipicu oleh krisis keamanan serius yang meletus sejak pecahnya dua pemberontakan agama separatis dan ekstremis di bagian utara negara itu pada 2012.
Pekan lalu, sebagian besar kelompok bersenjata Mali yang menandatangani Perjanjian Perdamaian Aljazair pada 2015, termasuk Koordinasi Gerakan Azawad yang dipimpin oleh Tuareg, mengumumkan penangguhan partisipasi dalam perjanjian tersebut, dengan alasan "tidak adanya kemauan politik" dewan militer untuk melaksanakan ketentuannya.
Perjanjian Aljazair 2015 membuat pemberontak separatis menghentikan pertempuran.
Sementara itu, kelompok jihadis terus berperang dengan tentara Mali yang menyebarkan kekerasan ke pusat negara serta ke negara tetangga Burkina Faso dan Niger, menurut AFP.
Kehadiran pejuang yang terkait dengan Islamic State (IS) dan Al-Qaidah juga dilaporkan telah mencapai negara-negara Teluk Guinea.
"Penyelesaian situasi jelas melewati Aljazair. Jika kami dibantu untuk mengimplementasikan Perjanjian Aljazair 2015 untuk menenangkan kawasan ini, ini tidak akan terjadi," kata Presiden Aljazair
“Untuk memulihkan perdamaian, masyarakat Mali utara harus diintegrasikan ke dalam lembaga keuangan,” pungkasnya.
Kelompok Wagner, yang disangkal Moskow memiliki hubungan apa pun, menyediakan layanan pemeliharaan, peralatan militer, dan pelatihan di negara tempat mereka ditempatkan, biasanya dengan status "instruktur".
Personil Wagner telah dilaporkan di beberapa negara yang dilanda konflik seperti Mali dan Republik Afrika Tengah serta di Suriah dan Libya.
Tahun lalu, PBB mendesak negara-negara untuk mengakhiri hubungan apa pun dengan pasukan swasta, termasuk Wagner Group, karena "telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang sistemik dan berat, termasuk penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan, dan eksekusi singkat." (TNA)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!