Sabtu, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Desember 2023 20:05 wib
8.859 views
Ahli: Perang Zionis Israel Di Gaza Termasuk Yang Paling Mematikan Dan Paling Merusak Dalam Sejarah
Perang Zionis Israel di Gaza, kata para ahli, kini termasuk yang paling mematikan dan paling merusak dalam sejarah.
Hanya dalam waktu dua bulan, serangan tersebut telah menimbulkan lebih banyak kerusakan dibandingkan penghancuran Aleppo di Suriah antara tahun 2012 dan 2016, Mariupol di Ukraina, atau, secara proporsional, pemboman Sekutu terhadap Jerman pada Perang Dunia II. Serangan ini telah membunuh lebih banyak warga sipil daripada yang dilakukan koalisi pimpinan Amerika dalam kampanye tiga tahunnya melawan kelompok Islamic State (IS).
Militer Israel tidak banyak bicara mengenai jenis bom dan artileri yang digunakan di Gaza. Namun dari pecahan ledakan yang ditemukan di lokasi dan analisis rekaman serangan, para ahli yakin bahwa sebagian besar bom yang dijatuhkan di wilayah kantong yang terkepung itu adalah buatan AS. Mereka mengatakan senjata-senjata tersebut termasuk “penghancur bunker” seberat 900 kilogram yang telah menewaskan ratusan orang di daerah padat penduduk.
Dengan jumlah korban tewas warga Palestina di Gaza mencapai 20.000 orang, komunitas internasional menyerukan gencatan senjata. Israel berjanji untuk terus maju, dengan mengatakan pihaknya ingin menghancurkan kemampuan militer Hamas menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok tersebut pada 7 Oktober, yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 orang lainnya, menurut angka Israel.
Pemerintahan Biden diam-diam terus memasok senjata ke Israel. Namun pekan lalu, Presiden Joe Biden secara terbuka mengakui bahwa Israel kehilangan legitimasi internasional atas pemboman tanpa pandang bulu.
Berikut ini adalah apa yang diketahui sejauh ini tentang kampanye Israel di Gaza.
Berapa banyak kerusakan yang terjadi di Gaza?
Serangan Israel telah menghancurkan lebih dari dua pertiga dari seluruh bangunan di Gaza utara dan seperempat bangunan di wilayah selatan Khan Younis, menurut analisis data satelit Copernicus Sentinel-1 oleh Corey Scher dari CUNY Graduate Center dan Jamon Van Den Hoek dari Oregon State University, ahli dalam memetakan kerusakan pada masa perang.
Persentase bangunan yang rusak di wilayah Khan Younis meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam dua minggu pertama serangan Israel di selatan, kata mereka.
Jumlah tersebut mencakup puluhan ribu rumah serta sekolah, rumah sakit, masjid, dan toko. Pemantau PBB mengatakan sekitar 70% gedung sekolah di Gaza telah rusak. Setidaknya 56 sekolah yang rusak berfungsi sebagai tempat penampungan bagi warga sipil yang mengungsi. Serangan Israel merusak 110 masjid dan tiga gereja, kata pemantau.
Israel menganggap Hamas bertanggung jawab atas kematian warga sipil dengan memasukkan pejuang mereka ke dalam infrastruktur sipil, namun kelompok ini membantahnya. Situs-situs tersebut juga menampung banyak warga Palestina yang melarikan diri atas perintah evakuasi Israel.
“Gaza sekarang memiliki warna yang berbeda dari luar angkasa. Teksturnya berbeda,” kata Scher, yang telah bekerja dengan Van Den Hoek untuk memetakan kehancuran di beberapa zona perang, dari Aleppo hingga Mariupol.
Bagaimana kehancuran yang terjadi secara historis?
Dalam beberapa hal, kehancuran di Gaza telah melampaui pemboman Sekutu di Jerman selama Perang Dunia II.
Antara tahun 1942 hingga 1945, sekutu menyerang 51 kota besar dan kecil di Jerman, menghancurkan sekitar 40-50% wilayah perkotaannya, kata Robert Pape, sejarawan militer AS. Pape mengatakan angka ini setara dengan 10% bangunan di seluruh Jerman, dibandingkan dengan lebih dari 33% di Gaza, wilayah padat penduduk yang luasnya hanya 140 mil persegi (360 kilometer persegi).
“Gaza adalah salah satu kampanye hukuman warga sipil paling intens dalam sejarah,” kata Pape. “Sekarang mereka berada di kuartil teratas dalam kampanye pengeboman paling dahsyat yang pernah ada.”
Serangan koalisi pimpinan AS pada tahun 2017 untuk mengusir kelompok Islamic State dari kota Mosul di Irak dianggap sebagai salah satu serangan paling intens terhadap sebuah kota dalam beberapa generasi. Pertempuran sembilan bulan itu menewaskan sekitar 10.000 warga sipil, sepertiga dari mereka akibat pemboman koalisi, menurut penyelidikan Associated Press pada saat itu.
Selama kampanye 2014-2017 untuk mengalahkan IS di Irak, koalisi tersebut melakukan hampir 15.000 serangan di seluruh negeri, menurut Airwars, sebuah kelompok independen yang berbasis di London yang memantau konflik-konflik baru-baru ini. Sebagai perbandingan, militer Israel mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah melakukan 22.000 serangan di Gaza.
Jenis bom apa yang digunakan?
Militer Zionis Israel belum merinci apa yang digunakannya.
Para ahli senjata telah mampu menarik kesimpulan dengan menganalisis pecahan ledakan yang ditemukan di lokasi, gambar satelit, dan video yang beredar di media sosial. Mereka mengatakan temuan ini hanya memberikan gambaran keseluruhan dari perang udara tersebut.
Sejauh ini, pecahan bom Joint Direct Attack Munitions (JDAM) buatan Amerika dan bom berdiameter lebih kecil telah ditemukan di Gaza, menurut Brian Castner, penyelidik senjata di Amnesty International.
Bom JDAM mencakup "penghancur bunker" berbobot 1.000 hingga 2.000 pon (450 kilogram hingga 900 kilogram) berpemandu presisi.
“Ia mengubah bumi menjadi cair,” kata Marc Garlasco, mantan pejabat pertahanan Pentagon dan penyelidik kejahatan perang di PBB. “Ia menghancurkan seluruh bangunan.”
Dia mengatakan ledakan bom seberat 2.000 pon di tempat terbuka berarti “kematian seketika” bagi siapa pun yang berada dalam jarak sekitar 30 meter (100 kaki). Fragmentasi memetikan dapat meluas hingga 365 meter (1.200 kaki).
Dalam serangan tanggal 31 Oktober di kamp pengungsi kota Jabalia, para ahli mengatakan sebuah bom seberat 2.000 pon menewaskan lebih dari 100 warga sipil.
Para ahli juga telah mengidentifikasi pecahan bom SPICE (Smart, Precise Impact, Cost-Effective) seberat 2.000 pon, yang dilengkapi dengan sistem panduan GPS untuk membuat penargetan lebih tepat. Castner mengatakan bom-bom tersebut diproduksi oleh raksasa pertahanan Israel, Rafael, namun rilis Departemen Luar Negeri baru-baru ini yang pertama kali diperoleh The New York Times menunjukkan beberapa teknologi tersebut telah diproduksi di Amerika Serikat.
Militer Zionis Israel juga menjatuhkan bom-bom "bodoh" yang tidak terarah. Beberapa ahli menunjuk pada dua foto yang diposting ke media sosial oleh Angkatan Udara Israel pada awal perang yang menunjukkan jet tempur dilengkapi dengan bom tak terarah.
Apakah strateginya berhasil?
Zionis Israel mengatakan mereka mempunyai dua tujuan: Menghancurkan Hamas dan menyelamatkan 129 sandera yang masih ditahan oleh kelompok tersebut.
Sebelas minggu setelah perang, Israel mengklaim telah menghancurkan banyak situs Hamas dan ratusan terowongan serta telah membunuh 7.000 pejuang Hamas dari sekitar 30.000-40.000 orang. Para pemimpin Israel mengklaim tekanan militer yang kuat adalah satu-satunya cara untuk membebaskan lebih banyak sandera.
Namun beberapa keluarga sandera khawatir pemboman tersebut membahayakan orang yang mereka cintai. Para sandera yang dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu bulan lalu menceritakan bahwa para penculik memindahkan mereka dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindari pemboman Israel. Hamas mengatakan beberapa sandera telah terbunuh oleh bom Israel. (TNA)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!