Rabu, 28 Jumadil Awwal 1446 H / 16 Maret 2016 20:30 wib
23.590 views
Al Qur'an: Penjelas Segala Sesuatu
Oleh: Ismi Tri Wahyuni
(Aktivis Muslimah HTI Link Kampus Jember)
Sahabat VOA-Islam...
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Terjemahan QS. An Nahl (16): 89).
Sebagai seorang muslim yang mengimani Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur Hidup Manusia, tentulah wajib juga mengimani apa-apa yang Allah SWT kabarkan di dalam Al Qur’an, sebab Al Qur’an merupakan kalamullah (perkataan Allah SWT). Tidak akan meragu dengan apa-apa yang Allah SWT firmankan di dalamnya, sebagaimana dalam TQS. Al Baqarah (2): 2 bahwa “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”.
Asal Muasal Al Qur’an
Sebelum memahami apa saja yang terdapat dalam Al Qur’an, sejenak memahami terlebih dahulu bukti asal muasal Al Qur’an. Mengutip dari buku “Sistem Peraturan Hidup dalam Islam” yang ditulis oleh Syaikh Taqiyyuddin an Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, seorang qadhi (hakim), hafidz, penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka dalam Kekhilafahan Utsmani, dalam Bab 1 “Jalan Menuju Iman” juga dibahaskan mengenai asal muasal Al Qur’an.
Mengenai bukti bahwa Al Qur’an itu datang dari Allah SWT, dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al Qur’an adalah sebuah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dalam menentukan darimana asal Al Qur’an, akan kita dapatkan tiga kemungkinan. Pertama, kitab itu adalah karangan orang Arab. Kedua, karangan Muhammad SAW. Ketiga, berasal dari Allah SWT. Tidak ada lagi kemungkinan selain dari yang tiga ini. Sebab, Al Qur’an adalah berciri khas Arab, baik dari segi bahasa maupun gayanya.
Kemungkinan pertama yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah karangan orang Arab, tidak dapat diterima. Sebab, Al Qur’an sendiri telah menantang mereka untuk membuat karya yang serupa. Sebagaimana tertera dalam ayat “Katakanlah: ‘Maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat)menyamainya” (TQS. Hud (11): 13). Di dalam ayat lain “Katakanlah: (‘Kalau benar apa yang kamu katakan), maka cobalah datangkan sebuah surat yang menyerupainya” (TQS. Yunus (10): 38).
Orang-orang Arab telah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Hal ini membuktikan bahwa Al Qur’an bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, kendati ada tantangan dari Al Qur’an dan mereka telah berusaha menjawab tantangan itu. Kemungkinan kedua yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu karangan Muhammad SAW, juga tidak dapat diterima oleh akal.
Sebab, Muhammad SAW adalah orang Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetap ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad —yang juga termasuk salah seorang dari bangsa Arab— tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Karena itu, jelas bahwa Al Qur’an itu bukan karangannya.
Terlebih lagi dengan adanya banyak hadits-hadits shahih yang berasal dari Nabi Muhammad SAW -yang sebagian malah diriwayatkan lewat cara yang tawatur- yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Apabila setiap hadits ini dibandingkan dengan ayat manapun dalam Al Qur’an, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasanya. Padahal Nabi Muhammad SAW, disamping selalu membacakan setiap ayat-ayat yang diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga mengeluarkan hadits. Namun, ternyata keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya.
Di dalam banyak ayat-Nya, Allah SWT telah mengenalkan Al Qur’an sebagai petunjuk, pedoman hidup, kabar (gembira dan peringatan), rahmat, dan bahkan penjelas segala sesuatu
Bagaimanapun kerasnya usaha seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam pembicaraannya, tetap saja akan terdapat kemiripan antara gaya yang satu dengan yang lain, karena merupakan bagian dari ciri khasnya dalam berbicara. Karena tidak ada kemiripan antara gaya bahasa Al Qur’an dengan gaya bahasa hadits, berarti Al Qur’an itu bukan perkataan Nabi MuhammadSAW. Masing-masing dari keduanya terdapat perbedaan yang tegas dan jelas. Itulah sebabnya tidak seorang pun dari bangsa Arab —orang-orang yang paling tahu gaya dan sastra bahasa Arab— pernah menuduh bahwa Al Qur’an itu perkataan Muhammad SAW, atau mirip dengan gaya bicaranya.
Satu-satunya tuduhan yang mereka lontarkan adalah bahwa Al Qur’an itu disadur Muhammad SAW dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini telah ditolak keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya, yang artinya: “(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: ‘Bahwasanya Al Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (non-Arab), sedangkan Al Qur’an itu dalam bahasa arab yang jelas” (TQS. An-Nahl (16): 103).
Apabila telah terbukti bahwa Al Qur’an itu bukan karangan bangsa Arab, bukan pula karangan Muhammad SAW, berarti Al Qur’an itu adalah kalamullah, yang menjadi mukjizat bagi orang yang membawanya. Dan karena Nabi Muhammad SAW adalah orang yang membawa Al Qur’an —yang merupakan kalamullah dan syariat Allah, serta tidak ada yang membawa syariat-Nya melainkan para Nabi dan Rasul— maka berdasarkan dalil aqli dapat diyakini secara pasti bahwa Muhammad SAW itu adalah seorang Nabi dan Rasul. Inilah dalil aqli tentang iman kepada Allah, kerasulan Muhammad SAW, dan bahwa Al-Quran itu merupakan kalamullah.
Dipertegas dalam terjemahan QS. Yunus (10): 37 tentang kemurnian Al Qur’an bahwa “Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.”
Al Qur’an: Penjelas Segala Sesuatu
Menarik dan sependapat dengan pernyataan Syarbaini Abu Hamzah, penulis buku Melawan Dengan Cinta, co-founder Penerbit Mabda bahwa “Jika isinya hanya tentang syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, tentu Al Qur’an tidak akan setebal ini. Tetapi Al Qur’an lebih dari itu, ia diturunkan untuk menyelesaikan semua masalah kehidupan manusia. Dari urusan bangun tidur, hingga bangun negara”.
Di dalam banyak ayat-Nya, Allah SWT telah mengenalkan Al Qur’an sebagai petunjuk, pedoman hidup, kabar (gembira dan peringatan), rahmat, dan bahkan penjelas segala sesuatu. Di dalamnya terdapat seperangkat aturan hidup untuk manusia atau hukum-hukum syara’ secara keseluruhan, berkaitan dengan perkara ibadah, mu’amalah, ‘uqubat (sanksi) ataupun math’umat (yang berkaitan dengan makanan). Dari sini, dapat kita katakan bahwa Al Qur’an mengatur tiga dimensi kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan Penciptanya (terkait akidah dan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya (terkait makanan, minuman, pakaian serta akhlak) serta hubungan manusia dengan sesama manusia (terkait perkara muamalah dan ‘uqubat). Berikut beberapa dalil, diantaranya;
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (TQS. Al Baqarah (2): 110).
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (TQS. Al Baqarah (2): 183).
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al Ahzab (33): 59).
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (TQS. Luqman (31): 17).
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong (TQS. Al Hajj (22): 78). [993] maksudnya: dalam kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (TQS. Al Baqarah (2): 275).
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari iniorang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksakarena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al Maidah (5): 3).
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. Al Maidah (5): 38).
Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik." (TQS. Al An’aam (6): 57).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (TQS. An Nisaa’ (4): 59)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (TQS. Al Maidah (5): 50).
...ketika telah memahami dan meyakini bahwa Al Qur’an itu shahih (benar) dan sempurna. Lantas, masihkah dan pantaskah kita ragu untuk mengambilnya, mengkajinya, meyakininya, mendakwahkannya dan menerapkannya dalam segenap aspek kehidupan kita (manusia)?
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (TQS. Al Anfaal (8): 24).
Masih terdapat banyak ayat lainnya sebagai seruan dari Allah SWT, Pembuat hukum yang mengatur perbuatan manusia mulai aktivitas bangun tidur hingga bangun negara. Karenanya, ketika telah memahami dan meyakini bahwa Al Qur’an itu shahih (benar) dan sempurna. Lantas, masihkah dan pantaskah kita ragu untuk mengambilnya, mengkajinya, meyakininya, mendakwahkannya dan menerapkannya dalam segenap aspek kehidupan kita (manusia)? Wallahu ‘alam bi ash-shawwab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!