Selasa, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 27 September 2016 18:20 wib
4.813 views
Teror Keji 'Kejahatan Seksual' Anak
Oleh: M Atekan (Departemen Politik HTI Lamongan)
Jika ada ungkapan “tua-tua keladi, makin tua makin menjadi-jadi”. Tampaknya ungkapan itu tidak berlaku bagi bocah di bawah umur ini. Justru ‘kecil-kecil jadi pelaku kejahatan seksual pada anak di bawah umur’. Miris dan ironis, memang benar, namun apa daya tindakannya melebihi orang dewasa. Jawa Timur sebagai provinsi dengan segudang sebutan santri dan ulama, kini dilanda bencana yang perih. Generasi mudanya terperdaya untuk melakukan ‘teror pemerkosaan’ dan ‘pelecehan seksual.’
Sebagaimana perilaku tak senonoh dilakukan tiga bocah asal Kecamatan Brondong masih dalam tahap penyidikan kepolisian. Keduanya siswa SD. Serta My, 5, bocah duduk kelas TK B. Tiga bocah ini melakukan perilaku tak senonoh terhadap Mawar (nama samara), teman satu TK. Kaur Bin Ops (KBO) Satreskrim Polres Lamongan, Iptu Supriyanto mengatakan, kalau pelaku dan korbannya sama-sama di bawah umur, tentu nantinya ada proses hukumnya sendiri. http://radarbojonegoro.jawapos.com/read/2016/09/13/2972/bocah-tk-sd-lakukan-pencabulan-diupayakan-peradilan-di-luar-pengadilan/.
Menurutnya, pencabulan dilakukan oleh DB (11) siswa kelas 6 SD. EE (9) yang masih berstatus sebagai pelajar kelas 4 SD, serta MY (5) yang masih duduk di bangku TK B.Kasubbag Humas Polres Lamongan, Ipda Raksan mengatakan, kejadian itu terjadi pada 3 September lalu, baru dilaporkan Sabtu (10/09). Awalnya ibu korban tidak melihat anaknya di rumah usai shalat Ashar. Kemudian dicari di sekitar lokasi juga tak diketemukan. Saat ibu korban mencari ke salah satu rumah kosong milik seorang warga, alangkah terkejutnya ketika dirinya melihat anaknya sedang dicabuli oleh tiga bocah tersebut. http://www.terasjatim.com/gadis-5-tahun-di-brondong-lamongan-jadi-korban-pencabulan-dua-siswa-sd-dan-satu-murid-tk/
Melihat peristiwa itu, sebagai orang tua mestinya gelengkan kepala. Anak bau kencur dan ingusan mampu melakukan perilaku di luar perkiraan pada umumnya. Orang tua mana yang tega melihat anak gadisnya diperlakukan sedemikian rupa. Inginnya pelaku dihukum setimpal, namun usianyta belum cukup umur dan baligh. Kondisi semacam ini hendaknya membukakan mata setiap manusia bahwa ‘Jawa Timur Darurat Kejahatan Seksual Anak’. Kondisi seperti ini perlu diwacanakan terus melalui stakeholder dan penguasa daerah.
Mengapa Ini Terjadi
Hal yang menarik dari suatu peristiwa adalah latar belakang kejadiannya. Akhirnya muncul pertanyaan: MENGAPA INI BISA TERJADI? BUKANKAH MEREKA MASIH ANAK-ANAK? SIAPA INSPIRASI DARI PERILAKU TAK SENONOH ITU? Pertanyaan itu kian menggelayut tatkala berbenturan dengan fakta dan penegakan hukum yang ada. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonensia (KPAI) melaporkan, sepanjang tahun 2016, terdapat tren peningkatan kasus kejahatan terhadap anak. Tahun ini kejahatan seksual terhadap anak 1.953 kasus. Sebanyak 25 diantaranya merupakan kejahatan seksual berbasis online atau dunia maya. Ironisnya, mayoritas yang menjadi korban adalah anak-anak di bawah umur.
Tentu ini menjadi pemikiran yang menggelitik dan menarik. Karenanya, perlu diurai satu persatu persoalan mendasar dari teror kejahatan seksual anak. Pasalnya, kondisi sosial di Indonesia sudah seperti benang ruwet. Untuk mengurainya tak bisa serta-merta
Menuding ketidakpedulian orang tua juga kurang tepat. Begitu pula menuding lembaga pendidikaan dan pembinaan anak juga tidak tepat. Apalagi menuding masyarakat dan penguasa yang abai pada perlindungan generasi? Tentu ini menjadi pemikiran yang menggelitik dan menarik. Karenanya, perlu diurai satu persatu persoalan mendasar dari teror kejahatan seksual anak. Pasalnya, kondisi sosial di Indonesia sudah seperti benang ruwet. Untuk mengurainya tak bisa serta-merta.Untuk itulah berikut beberapa analisa terkait dibalik teror kejahatan seksual anak:
- Sistem kehidupan yang menjauhkan manusia dari agama (sekular) mengakibatkan manusia tidak mau terikat dengan syariah, khususnya dalam pergaulan kehidupan. Baik laki-laki dan perempuan bergaul bebas tanpa bersandar pada halal dan haram. Kejahatan seksual pada anak biasanya merupakan pelampiasan.
- Pendidikan di sekolah belum mampu membentuk pribadi yang ‘siap’ menjalani hidup sebagai manusia yang memiliki visi dan misi. Selain itu, pendidikan belum membentuk manusia yang berkepribadian Islam yang mampu menjabarkan Islam dalam kehidupan
- Lemahnya kontrol sosial dari masyarakat terhadap hal-hal yang munkar. Masyarakat saat ini tak mampu ‘marah’ dan ‘mencegah’ beragam kemaksiatan yang disuguhkan dalam kehidupan. Hal ini karena hilangnnya perasaan Islami dan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat sudah jumud pemikirannya. Sehingga tak mampu membedakan mana yang halal dan haram.
- Orang terdekat belum mampu melindungi anak dari beragam ancaman kekerasan seksual. Karena itu muncul dua analisa: familial abuse, yaitu kejahatan seksual dimana pelaku bukan merupakan orang asing bagi korban. Extra Familial abuse, kejahatan seksual ini merujuk pada tindakan kejahatan yang dilakukan oleh orang asing yang dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban.
- Paradigma penanganan dan sosialisasi bahaya kekerasan seksual pada anak belum menyentuh akar persoalan. Cenderung yang dilakukan adalah berbicara ‘akibat’ dan solusi parsialnya. Belum bicara ‘sebab’. Akhirnya agenda itu sebagai pelengkap dari program Kesehatan Reproduksi yang kian mengaburkan pemahaman masyarakat.
- Sanksi yang tegas dari negara belum mampu memberikan efek jera. Hukum kebiri masih diuji coba. Sementara hukuman berat pun tak menjadikan angka kejahatan seksual pada anak menurun. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa akar masalah belum teruraikan.
- Konten baik sikap atau gambar yang membangkitkan ‘birahi’ tak mampu dibendung lagi. Anak-anak mudah mengaksesnya. Orang-orang dewasa pun terkadang memberi contoh yang buruk dan merusak mental anak-anak. Pengaruh-pengaruh negatif lingkungan pun tak pernah sirna. Akibatnya, kerusakan kian menjadi-jadi dan menjadi tontonan sehari-hari
Butuh Solusi Islami
Jika sistem saat ini tak mampu membendung teror kejahatan seksual pada anak. Maka Islam memberikan solusi yang mendasar. Dimulai dari membenahi model pendidikan berbasis aqidah yang menjadikan manusia terikat dengan syariah. Menerapkan pergaulan Islami yang menjadikan kehidupan sosial sehat pemikiran dan tidakannya. Menutup segala akses yang berbau pada hal-hal yang membangkitkan syahwat. Negara yang menerapkan Syariah Islam akan menggiatkan amar ma’ruf nahi munkar. Serta menerapkan sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera dan melindungi umat manusia. Itulah sistem yang dirindukan umat dalam bingkai Khilafah. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!