Jum'at, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 30 September 2016 17:30 wib
4.584 views
Banjir Permanen dan Abainya Pemerintah
Sahabat VOA-Islam...
Sudah berulang kali di sepanjang jalur Rancaekek menuju Garut terjadi banjir yang parah ketika hujan deras terjadi. Ketika hujan semakin deras dalam waktu yang relatif lama, selalu menyebabkan macet yang berkepanjangan. Misal hujan deras dan lama terjadi di malam hari maka akan menyebabkan kemacetan panjang hingga sore harinya. Ini tentu menyebabkan banyak kerugian. Banyak yang tidak sampai pulang ke rumahnya masing-masing meski sudah pagi, terpaksa menginap di jalan di kendaraannya masing-masing.
Keesokan harinya pun banyak yang tidak bisa berangkat kerja atau sekolah atau ke agendanya masing-masing karena macet parah dan panjang karena banjir yang terjadi. Dan ini terus berulang terjadi bertahun-tahun. Anehnya, hal ini terjadi menahun namun tidak ada penanganan serius yang dilakukan pemerintah. Pemerintah abai dalam mengatasi banjir permanen ini, rakyat dibiarkan menderita, dibiarkan mengurusi urusannya sendiri.
Padahal sangat mudah solusi teknisnya, pemerintah tinggal membuat gorong-gorong di sepanjang jalan raya Rancaekek-Garut yang notabene rata-rata adalah pabrik-pabrik besar yang berjajar banyak sekali. Pabrik-pabrik ini pun sedikit banyak juga memiliki pengaruh terhadap banjir dan kemacetan yang terjadi, harusnya dilibatkan juga dalam pembiayaan pembuatan gorong-gorong. Karena baik dari sisi pembangunan pondasi, gedung, tata letak dan bisa jadi limbahnya berkontribusi terhadap banjir yang terjadi. Gorong-gorong akan menampung air dalam jumlah yang banyak, disertai dengan pembangunan jalan yang kokoh yang bahan-bahannya tanpa dikorupsi lagi oleh para pejabat. Dengan begitu peluang banjir akan semakin kecil kemungkinan terjadi dan rakyatpun akan mudah mengakses jalan ini.
Namun sayangnya belum ada penanganan khusus yang mengambil kebijakan untuk dibangunnya gorong-gorong. Selama ini yang terjadi hanya peninggian jalan saja. Padahal dengan peninggian jalan, menambah masalah baru, yaitu banjir yang tadinya hanya di jalanan saja kini merambah ke rumah-rumah penduduk di sekitar jalan raya ini. Hal ini semakin menambah daftar panjang penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh banjir. Dan ini benar-benar banjir permanen, setiap terjadi hujan deras, maka akan selalu menimbulkan banjir dan berujung pada kemacetan yang panjang dan lama, sedangkan pemerintah diam saja tanpa menghiraukan apa yang terjadi, rakyat dibuat seakan-akan sudah terbiasa dengan banjir yang terjadi, alias dibuat sudah terbiasa menderita.
Yang paling merasakan akibatnya adalah rakyat kecil, menengah dan menengah ke bawah. Rakyat kecil dibuat bingung dan sengsara bertahun-tahun akibat banjir permanen yang ternyata ketika Jokowi datang ke wilayah ini baru-baru ini, pemerintah daerah dengan serta merta bisa menurunkan Basarnas untuk mengeluarkan mesin penyedot air dan surutlah banjir saat itu, hanya karena orang nomor satu di negeri ini mau lewat. Ini menunjukkan sebenarnya mudah sekali menangani banjir dalan waktu singkat. Ketika Jokowi datang penyedotan air bisa dilakukan lalu mengapa ketika Jokowi tidak datang itu tidak bisa dilakukan. Apalagi jika ada gorong-gorong, penyedotan airpun sepertinya tidak perlu lagi dilakukan. Sangat mudah sekali sebenarnya untuk mengatasi banjir.
Pemerintah adalah penguasa yang harusnya mengurusi urusan rakyat, di tangan merekalah ada kewenangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang seharusnya melindungi dan membantu rakyat dari penderitaan, terlebih penderitaan permanen ini yang mengganggu banyak hal. Namun lagi-lagi kita kecewa, karena pemerintah dalam sistem demokrasi, tidak mewakili suara rakyatnya meski yang digaungkan adalah dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat.
Namun yang terjadi adalah dari rakyat, untuk penguasa dan pengusaha, oleh penguasa dan pengusaha. Wajar jika penderitaan apapun yang dialami oleh rakyat tidak akan diberikan solusi tuntasnya oleh pemerintah saat ini. Karena sejatinya, pemerintah bukanlah mewakili keinginan rakyatnya, namun mewakili kepentingan penguasa itu sendiri yang disetir oleh yang membuatnya goal menjadi penguasa, yakni para pengusaha yang memberi modal banyak bagi mereka dari masa-masa kampanye. Maka ketika terpilih mereka tersibukkan dengan ‘politik balas budi’. Pengusaha-pengusaha yang sudah berkontribusi dalam pemilihan penguasa tersebut akan meminta imbalannya, yaitu dengan cara memuluskan keinginan mereka.
Termasuk memuluskan praktek-praktek curang yang dilakukan oleh mereka. Misal pengusaha yang memiliki pabrik tidak akan ditindaklanjuti walau pabrik mereka membuang limbah yang itu menyebabkan banjir dan merugikan masyarakat. Atau mereka juga tidak akan ditindaklanjuti walau dari tata letak pembangunan pabrik atau tempat usaha mereka tidak sesuai dengan kaidah-kaidah tata letak kota sehingga menghambat arus air, selalu menimbulkan banjir.
Hal ini wajar terjadi, karena konsep pemerintah (read: penguasa) dalam sistem demokrasi, dimana landasan hukumnya bukanlah hukum Allah SWT, ia akan menjalankan bagaimana keputusan suara yang ada di dewan perwakilan rakyat yang jelas-jelas memihak kepada pengusaha yang telah ‘berjasa’ kepada mereka. Kekuasaan pemerintah dalam sistem demokrasi adalah kekuasaan yang kedaulatannya ada di tangan rakyat yang dihimpun suaranya. Sedangkan dalam sistem Islam yaitu sistem Khilafah, penguasa wajib menjalankan hanya hukum Islam saja yang bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’ para shahabat dan Qiyas. Kekuasaan para penguasa hanya tunduk kepada hukum syara’. Karena menetapkan hukum hanyalah hak Allah, dan penguasa wajib tunduk dan patuh kepada hukum yang Allah SWT turunkan. Firman Allah SWT:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ
Menetapkan hukum hanya hak Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia (QS Yusuf [12]: 40).
Di dalam sistem Islam, yakni sistem Khilafah, jika seorang penguasa melakukan pelanggaran hukum dimana sumber hukumnya adalah hukum Islam, maka jalan yang ditempuh adalah:
Pertama, jika pelanggaran tersebut terkait dengan kebijakan, atau penyalahgunaan wewenang, maka untuk menghentikan pelanggaran ini adalah tugas Mahkamah Madzalim untuk menindaklanjutinya. Mahkamah Madzalim adalah Mahkamah yang khusus menangani jika ada kedzaliman-kedzaliman yang dilakukan oleh para penguasa di dalam Khilafah, termasuk Khalifahnya juga. Khalifah adalah pemimpin tunggal di dalam sistem Khilafah yang memimpin seluruh warga negaranya dengan peraturan Islam saja yang diterapkan atas mereka, di mana peraturan Islam itu bersifat umum bagi seluruh umat apapun keyakinannya, tanpa memaksa umat lain selain umat Islam untuk masuk ke dalam Islam, nonmuslim diberikan kebebasan untuk tetap dengan keyakinan atau agamanya, hanya saja kehidupannya diatur sama dengan kaum muslim yaitu sesuai dengan hukum Islam yang mencakup perekonomiannya, pendidikan, kesehatan, sosial-budaya, dan lain-lain.
Kedua, jika pelanggaran tersebut terkait dengan syarat in’iqadnya sebagai penguasa seperti menjadi murtad, berubah menjadi perempuan, fasik, tidak merdeka, hilang ingatan dan tidak mampu mengemban amanahnya sebagai penguasa misalnya, maka ini juga tugas Mahkamah Madzalim untuk menghentikannya. Ketiga, terlibat kasus hukum sebagai rakyat biasa, maka kasusnya bisa diadili di Mahkamah Khusumat, atau cukup Qadhi Hisbah, bergantung kasusnya.
Oleh karena itu, penguasa di dalam sistem Khilafah Islam tidak kebal hukum, sama sekali tidak. Sebaliknya, mereka tunduk kepada hukum syara’, karena kedaulatan Khilafah Islam adalah di tangan hukum syara’ yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Juga dengan ketakwaannya, ia menjadi pribadi yang luar biasa, berdasarkan hukum syara’, berlaku adil kepada siapapun rakyat yang dipimpinnya baik rakyat tersebut yang muslim maupun yang bukan muslim. Karena Khilafah adalah negara bagi semua pemeluk agama, semua etnis, bangsa, kelompok dan golongan, bukan bagi kelompok tertentu saja.
Dengan begitu tidak ada praktik balas jasa atau balas dendam dalam sistem pemerintahan Khilafah Islam, karena keputusan yang diambil semuanya harus berlandaskan hukum Islam, maka tidak akan ada bagi-bagi posisi jabatan agar terkumpulnya suara kesepakatan yang diinginkan sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang diinginkan. Semuanya baik rakyat maupun penguasa (Khalifah juga penguasa wilayah (Wali dan ‘Amil) wajib tunduk kepada hukum syara’, inilah esensi kedaulatan di tangan syara’.
Sedangkan pelaksanaan teknis bagaimana memutuskan untuk menyelesaikan suatu permasalahan , seperti menangani masalah banjir permanen ini, maka soal teknis itu harus diserhakn kepada ahlinya. Banyak sekali di negeri ini orang-orang yang mereka ahli di bidangnya, terkait banjir ini banyak sekali ahli yang bisa dihadirkan. Misal bisa dihadirkan dari ahli tata kota, arsitek, konsultan sipil, ahli lingkungan, dan lain-lain. Dengan solusi gorong-gorong yang tadi ditawarkan tidak hanya sekedar gorong-gorongnya, namun juga dikaitkan dengan bagaimana tata letaknya, bagaimana disainnya yang membuat nyaman dan tidak menghambat arus air, bagaimana kualitas bahan-bahannya yang bisa dikonsultasikan kepada konsultan sipil, bagaimana dengan kesehatan lingkungan dan lain sebagainya.
Betapapun ahlinya para ahli yang didatangkan, tetap saja membutuhkan political will dari para penguasa, yang akan menentukan apakah akan diputuskan dan akan dilaksanakan untuk diselesaikannya permasalahan banjir permanen ini. Karena walaupun para ahli berkumpul, namun yang punya wewenang untuk memutuskan, mendanai dan mengontrol keberjalanannya penyelasaian tersebut adalah para penguasa.
Maka dibutuhkan para penguasa yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, yang mau peduli dengan penderitaan rakyatnya, karena ia merasa bahwa itu akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT nanti di hari akhir. Penguasa-penguasa yang takut kepada Tuhannya, hanya lahir dari sistem yang datang dari Tuhannya, Pencipta manusia, langit, bumi beserta seluruh isinya. Penguasa yang tunduk dan patuh kepada hukum Allah hanya ada di dalam sistem Khilafah Islam yang sudah dijanjikan oleh Allah SWT akan tegak kembali nanti, namun kita wajib memperjuangkannya, karena berhukum dengan hukum Allah SWT adalah wajib hukumnya.
Dengan begitu, permasalahan rakyat termasuk permasalahan banjir permanen akan terselesaikan dengan adil seadil-adilnya dengan standar adil yang datangnya dari Allah SWT, dipimpin oleh para penguasa yang tidak abai terhadap urusan rakyatnya, namun sesuai dengan hukum Allah SWT. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Susan Agustia, S.Kom
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Wilayah Cicalengka)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!