Ahad, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Desember 2016 11:42 wib
8.587 views
Inilah Ahok dan Demokrasi
Oleh: Ainun Dawaun Nufus (Pengamat Sosial-Politik)
Politisi Muda Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengungkapkan, setidaknya ada tiga pernyataan yang menjadi kontroversi saat sidang perdana kasus penistaan agama dengan terdakwa, Basuki Tjahja Purnama (Ahk). Pertama ketika kuasa hukum Ahok menyebut persidangan bisa terjadi karena adanya tekanan massa GNPF-MUI. ''Pernyataan ini adalah fitnah besar bagi umat Islam, sekaligus merendahkan dan menjatuhkan wibawa hukum dan peradilan Indonesia,'' kata Doli
Kedua, lanjut dia, pernyataan adanya politisi busuk yang terlibat dalam kasus penodaan agama. Menurutnya, pernyataan itu justru memperlihatkan karakter Ahok yang selalu mencari kesalahan atau mengkambinghitamkan orang lain.
Ketiga, Doli menuturkan, pernyataan bahwa Alquran memecah belah rakyat menggambarkan isi kepala Ahok terhadap Islam. Ia menjelaskan, Ahok sudah berkali-kali tidak bisa menyembunyikan emosinya dan selalu mengeluarkan pernyataan secara spontan sebagai bentuk permusuhannya terhadap Islam.
''Alquran selalu dijadikan kambing hitam dalam upaya memuluskan ambisi politiknya. Jadi, bila dilihat dari isi tanggapannya itu, sama sekali tidak relevan bahkan kontras dengan 'drama tangisan' yang dibuatnya di depan persidangan," katanya.http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/12/14/oi605o335-ini-tiga-pernyataan-blunder-ahok-dalam-sidang
Inilah cermin cacat pemimpin di negeri demokrasi. Dalam demokrasi melecehkan Islam dan kaum muslim marak terjadi. Ideologi kapitalisme sekular menihilkan peran agama dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan. Negara diarahkan oleh kepentingan modal (kaum kapitalis) atas nama demokrasi. Karena itu, pemimpin dalam sistem demokrasi sejatinya menjalankan roda pemerintahan bukanlah berdasar keberpihakan rakyat, tetapi untuk kepentingan para elit dan kroni yang berkuasa, termasuk kepentingan pemilik modal.
Melihat lamban dan alotnya proses penanganan terhadap Ahok, wajar bila sejumlah kalangan menilai ada skenario untuk menyelamatkan sang gubernur petahana. Lebih dari itu, berbagai tindakan yang diambil Pemerintahan Jokowi dan Kepolisian menyiratkan kesan Ahok di atas segalanya; termasuk di atas negara dan kepentingan rakyat banyak, juga di atas kehormatan umat Islam dan kemuliaan ajaran Islam. Pembelaan terhadap Ahok bukan tak mungkin karena dia didukung oleh para kapitalis.
Keberpihakan Ahok kepada orang kaya dan ketidakpeduliannya terhadap rakyat miskin juga terlihat jelas. Kawasan warga miskin seperti Kampung Rawajati, Kampung Luar Batang, Pasar Ikan, dll digusur. Sebaliknya, banyak bangunan mewah milik pengusaha besar di jalur hijau didiamkan. Ahok juga mengizinkan mobil-mobil pribadi masuk ke jalur busway dan melarang kendaraan roda dua masuk ke sejumlah jalur perkantoran di Jakarta. Ahok menggusur kawasan lokalisasi ecek-ecek Kalijodo, tetapi mendiamkan kawasan prostitusi kelas atas di daerah Glodok dan sekitarnya.
Fakta bahwa penguasa produk demokrasi sering lebih memuliakan para konglomerat dan menistakan rakyat sesungguhnya tidak aneh. ki mayoritas rakyat (umat Islam) menuntut keadilan dalam kasus pelecehan ayat al-Quran, sangat mungkin tuntutan mereka akan diabaikan. Penguasa yang disokong oleh para konglomerat tentu akan mati-matian menyelamatkan Ahok. Kembali ke faktor demokrasi, menurut definisi situs IIP Digital, Biro Program Informasi Internasional di Departemen Luar Negeri AS, bahwa kata demokrasi berasal dari kata Yunani “Demos” yang berarti rakyat. Sehingga dalam sistem demokrasi, rakyat sebagai pemiliki otoritas kedaulatan di Dewan Legislatif dan Eksekutif. Dengan kata lain, bahwa sistem demokrasi dibangun berdasarkan bahwa hak legislasi ada pada manusia, bukan Allah Tuhan semesta alam. Padahal Allah SWT berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah.” (TQS. Yusuf [10] : 40).
Dengan demikian sama sekali tidak ada hubungan antara demokrasi dan Islam. Dan kaum Muslim tidak pernah mengenal sistem demokrasi sebelum munculnya kolonialisme, dimana kaum kafir telah memaksakan demokrasi dengan tangan besi di beberapa negeri Islam ketika mereka dipaksa keluar dari negeri kaum Muslim untuk menjamin penerapan hukum-hukum kufur dan kebijakan kolonialisme Barat. Sedang di sebagian besar negara-negara dunia ketiga, mereka mengangkat para penguasa zalim, penguasa boneka dan antek, para raja, para tetua, dan para pemimpin tiran, dimana tugas mereka ini adalah mengamankan kepentingan Barat di negeri-negeri tersebut, dan memfasilitasi penjarahan kekayaannya.
Waktunya telah tiba bagi kaum Muslim untuk menyingkirkan demokrasi yang rusak dan busuk, dan bertekad untuk membuat perubahan yang nyata, serta mengakhiri era penguasa zalim dalam segala bentuknya, kediktatoran dan demokrasi. Sebab kedua sistem ini adalah produk manusia yang dasarnya adalah penolakan terhadap agama Allah SWT sebagai jalan hidup yang sempurna. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!