Selasa, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 16 Januari 2018 23:53 wib
5.535 views
Bangkitnya Kaum Luth Zaman Now, Pemantik Kerusakan
Oleh : Falta U. Rosyidah, S.TP (Asisten Dosen di FTP UB)
Baru-baru ini perbincangan publik kembali memanas dengan pembahasan LGBT. Polemik terkait legalitas dan aturan pemidanaan LGBT banyak diperbincangan publik baik di ruang udara maupun media online. Hal ini bermula dari putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang menolak pemidanaan LGBT. Sebenarnya LGBT ini bukan hal baru di Indonesia.
Awalnya keberadaan mereka cukup senyap dan tidak banyak diperbincangkan karena eksistensinya belum nampak. Namun kebangkitan kaum LGBT kini semakin nampak. Bermula dari keberanian mereka muncul di ranah publik, kegiatan sosialisasi/seminar yang diselenggarakan di kampus-kampus, perekrutan anggota LGBT dengan pendirian prostitusi gay dan masih banyak aktivitas mereka yang tampak di hadapan publik.
Fakta baru-baru ini, 17 Desember 2017 di Australia dilaksanakan pernikahan resmi sesama jenis antara Amy Laker (29) dan Lauren Price (31). Mereka menjadi pasangan lesbian pertama yang melakukan pernikahan, setelah anggota parlemen di Australia memilih melakukan perubahan undang-undang awal bulan Desember ini, mengizinkan pernikahan sejenis secara resmi.Hal ini jelas akan membuka jalan bagi ribuan orang lainnya untuk mengikuti jejak mereka.
Tak hanya itu, Saat ini banyak negara mulai melegalkan pernikahan sesama jenis. Pernikahan sesama jenis pertama kali dilegalkan di Belanda, pada 2001. Menyusul Kanada, Afrika Selatan, Belgia, dan Spanyol. Kemudian Negara di Amerika Latin yg pertama kali melegalkan adalah Argentina. Berturut-turut negara lain yang juga sudah mengesahkan perkawinan sejenis adalah Denmark, Islandia, Norwegia, Portugal, Swedia, dan Prancis. Di Indonesia, baru-baru ini juga komunitas LGBT IQ diberikan penghargaan Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen sebagai bentuk pengakuan adanya kelompok ini.
Fenomena perilaku LGBT yang semakin marak merupakan bukti adanya perubahan paradigma di masyarakat tentang standar “baik buruk perbuatan” akibat penerapan sistem sekuler. Ya, sistem sekuler ini yang mengakibatkan landasan hukum yang diterapkan ditengah-tengah masyarakat tidak lagi berlandaskan agama, namun berlandaskan pada kebebasan manusia membuat aturan sendiri. Padahal Islam secara tegas telah menyatakan keharaman perbuatan LGBT.
Tengok saja kisah kaum nabi Luth as. Saat gay telah merajalela, negeri kaum Luth dibalikkan, yang atas dijadikan ke bawah. Lantas kaumnya dihujani batu dari tanah yang panas dan dijatuhkan bertubi-tubi. Hukuman yang menimpa kaum Luth dapat saja dikenakan pada orang-orang yang menyerupai mereka. Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337]
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Allah tidak mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi wanita pada duburnya” [HR Tirmidzi : 1166, Nasa’i : 1456 dan Ibnu Hibban : 1456 dalam Shahihnya. Keterangan : hadits ini mencakup pula wanita kepada wanita].
Sesungguhnya azab Allah, ketika menimpa sekelompok masyarakat maka azab ini mencakup orang baik dan orang bejat, orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya sama-sama mendapatkan hukuman. Bahkan termasuk makhluk yang tidak memiliki dosa dan kesalahan, semacam anak-anak dan binatang sekalipun, mereka turut merasakannya. Allah berfirman dalam QS Ar-Ruum 41,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
“Apabila perbuatan maksiat dilakukan secara terang-terangan pada umatku, maka Allah akan menimpakan azab-Nya secara merata.” Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, bukankah di antara mereka saat itu ada orang-orang shalih? Beliau bersabda, ‘Benar.’ Ummu Salamah kembali bertanya, ‘Lalu apa yang akan diterima oleh orang ini? Beliau menjawab, ‘Mereka mendapatkan azab sebagaimana yang dirasakan masyarakat, kemudian mereka menuju ampunan Allah dan ridha-Nya’,” (HR Ahmad 6: 304).
Harus ada solusi tuntas dalam menyelesaikan permasalahan LGBT ini. Solusi yang sifatnya mencegah, menghentikan pelaku sekaligus menyelesaikan permasalahan penyimpangan seksual yang sedang mendera negeri ini. Dalam Islam, pembinanan keimanan individu, bisa dilakukan oleh individu itu sendiri, masyarakat dan juga negara. Semuanya bertanggungjawab dalam membina dan menjaga keimanan.
Secara sistemik negara harus ikut campur untuk menghilangkan pornografi dan pornoaksi yang melibatkan media cetak ataupun elektronik, menerapkan aturan pergaulan Islam serta membuat kebijakan sosial Islam. Ketiga, pengadilan dalam pemerintahan Islam menerapkan hukuman sesuai hukum syara yang memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah bagi yang belum melakukan. Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda:
”Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya”.
Ketika ini diterapkan maka tidak ada celah bagi pelaku untuk mempublikasikan diri sebagai kaum LGBT, ataupun mengopinikannya. Justru yang ada mereka akan takut dan meninggalkan dunia LGBT karena negara pun membantu meluruskan keimanan kaum gay. Hanya saja, semua ini tidak bisa dilakukan jika kita hanya mengambil sebagian hukum Islam dan hidup sekuler seperti saat ini.
Jika kita benar-benar peduli akan nasib para generasi penerus, maka sudah seharusnya kita bersungguh-sungguh meminta agar Islam diterapkan secara sempurna dalam setiap aspek kehidupan melalui Khilafah Rasyidah. Wallahu’alam bish shawab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!