Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Januari 2018 22:03 wib
7.600 views
E-KTP, Korupsi dan Solusi yang Cespleng
Oleh: Ririn Dyah Wijayanti, S.T.P
Sejarah panjang KTP menjadi e-KTP, yang batas waktu perpanjangan dari per 5 tahun menjadi seumur hidup, menjadi terganjal karena kasus mega korupsi e-KTP. Pengungkapan kasus ini bisa jadi akan memakan waktu lama. Banyak orang penting negeri ini terlibat di dalamnya. Ketua DPR RI menjadi tersangka.
Menyikapi korupsi, tentu tak bisa berdiri sendiri. Ada keterlibatan faktor ideologi dan sistem sanksi di dalamnya. Berikut ini tinjauan korupsi dalam pandangan Islam dan upaya untuk mencari solusi dalam menghadapinya.
Korupsi dalam Pandangan Syariah Islam
Korupsi dalam Syariah Islam disebut dengan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa`in, termasuk di dalamnya adalah penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Tindakan khaa`in ini tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) dalam Syariah Islam, sebab definisi mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam (akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaa` wal istitar). Sedang khianat ini bukan tindakan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu. (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).
Karena itu, sanksi (uqubat) untuk khaa`in (pelaku khianat) bukanlah hukum potong tangan bagi pencuri (qath’ul yad) sebagaimana diamanatkan dalam QS Al Ma`idah : 38, melainkan sanksi ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.
Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda : “Laysa ‘ala khaa`in wa laa ‘ala muntahib wa laa ‘ala mukhtalis qath’un.” (Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan [termasuk koruptor], orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret).” (HR Abu Dawud). (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).
Lalu kepada koruptor diterapkan sanksi apa? Sanksinya disebut ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sansinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Mencegah Korupsi Menurut Syariah Islam
Pada dasarnya, faktor utama penyebab korupsi adalah faktor ideologi. Ini berarti, langkah paling utama dan paling penting yang paling wajib dilakukan adalah menghapuskan pemberlakuan ideologi demokrasi-kapitalis itu sendiri. Selanjutnya, setelah menghapuskan ideologi yang merusak itu, diterapkan Syariah Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yang semestinya berlaku di negeri ini.
Tak dapat dipungkiri, di Indonesia berlaku pluralisme sistem hukum. Pluralisme sistem hukum ini sebenarnya adalah warisan kafir penjajah, bukan inisiatif asli bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Dalam sistem hukum plural ini terdapat 3 (tiga) sistem hukum; yaitu sistem hukum Islam, sistem hukum adat, dan sistem hukum Barat.
Secara normatif, sistem hukum plural ini haram hukumnya diterapkan menurut Akidah Islam. Bukankah dalam Al-Qur`an Allah sudah berfirman yang berbunyi,”Laa yusyrik fi hukmihi ahadan.” Artinya, Allah tidak mengambil seorang pun sebagai sekutu-Nya dalam menetapkan hukum. (QS Al-Kahfi : 26).
Maka, sistem hukum plural yang syirik dan warisan kafir penjajah ini sudah semestinya dihapuskan dari muka bumi. Melaksanakan sistem syirik ini sama saja dengan melanggengkan penjajahan di negeri ini.
Dengan diterapkannya Syariah Islam (nantinya) sebagai satu-satunya sistem hukum tunggal di negeri ini, maka Syariah Islam akan dapat memainkan perannya yang sangat efektif untuk memberantas korupsi, baik peran pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif). Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!