Sabtu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Januari 2018 12:02 wib
4.322 views
Mobnas dan Politik Pencitraan
Oleh: AB Latif (Direktur Indopolitik Watch)
Wacana mobil nasional (mobnas), sebuah mobil dengan merk esemka yang sempat popular dan kemudian tenggelam beberapa tahun yang lalu kini mulai dibicarakan lagi. Kini tidak hanya dibicarakan bahkan akan segera di produksi.
Mengapa baru sekarang mobnas ini renca akan diproduksi, bukankah ide ini sudah muncul sekitar delapan tahun yang lalu ? dan mengapa selama lebih dari delapan tahun tidak ada kabar perkembangan ? lalu adakah tujuan politiknya?
Lagi–lagi Politik pencitraan itulah tujuan yang hendak diraih. Pencitraan yang sempat heboh beberapa tahun yang lalu, kini dipopulerkan kembali. Pencitraan tentang penemuan mobil esemka di solo yang sempat mengangkat citra Jokowi. Dengan ide mobil esemka rating Jokowi naik begitu tajam. Dari pengalaman inilah Jokowi hendak mengulang kepopulerannya bersama mobil esemka. Dengan pencitraan itu pula Jokowi ingin mengambil hati dan dukungan umat untuk kepentingan 2019. Hal ini bukanlah tanpa alasan. Tapi ada indikasi – indikasi kuat yang mengarah kesana.
Indikasi adanya politik pencitraan ini bisa dilihat dari beberapa aspek. Pertama, rencana produksi di tahun 2018 ini adalah pilihan cerdas. Pasalnya ditahun ini sedang terjadi pergolakan politik yang kuat atau bisa disebut dengan tahun politik. Sehingga dengan adanya citra positif diharapkan bisa menambah kepercayaan umat dan dapat meraih dukungannya ditahun 2019 mendatang. Bukankah sudah diketahui semua pihak bahwa belakangan ini citra Jokowi begitu jatuh dan bahkan sangat buruk di mata rakyatnya. Kebijakan-kebijakannya dinilai banyak mengorbankan rakyat dan begitu kelihatan pengabdiannya terhadap para capital baik asing maupun aseng.
Kenaikan listrik, BBM, bahan pokok dan hutang Negara adalah contoh kebijakan yang sangat menyakiti hati rakyat. Belum lagi Perlawanannya terhadap islam dan umatnya, ketidak adilan dan persekusi ulama dan lain-lain. Maka untuk mengembalikan citranya yang sangat buruk dimata masyarakat, dibutuhkan sebuah upaya untuk mengembalikannya. Dan dengan mobnas inilah harapannya untuk bisa mendapatkan kepercayaan umat kembali bisa terealisasi.
Kedua, jika bukan karena pencitraan tentu mobnas ini sudah diproduksi beberapa tahun yang lalu. Delapan tahun lebih ide ini mati. Mengapa baru tahun 2018 baru akan diproduksi ? tentu ada rencana politisasi untuk suksesi 2019. Hal ini juga bisa dilihat dari ketakutan dan kegalauan PDI-P dalam menghadapai Pikada serentak ini. Karena mereka paham bahwa 2018 ini adalah barometer keberhasilan untuk Pilpres 2019.
Ketiga, Jika bukan karena pencitraan tentu penemuan Prof. DR. BJ ING Habibie lebih pantas dipopulerkan dari pada hasil anak smk. Habibie sudah mendapat pengakuan dunia internasional sedang anak SMK baru tahap belajar. Tapi faktanya Habibie tersingkirkan dan bahkan seolah tidak berharga di negeri ini.
Padahal kita semua tahu betapa Prof. Habibie sangatlah cerdas dan bahkan dunia pun mengakuinya. Mengapa Habibie tidak diberi kesempatan berkarya dinegeri ini ? jelas lagi-lagi kepentingan politik. Jika Habibie di beri kempatan berkarya tentu sorotan umat akan focus ke Habibie dan ini akan menghalangi kepentingan politiknya.
Keempat, kita tahu bahwa sebenarnya mobnas smk ini bukanlah murni penemuan dan hasil karya anak negeri. Ada beberapa pengakuan bahwa mobnas ini dibiayai oleh Cina dan mesin-mesinnya diproduksi Cina. Hanya chasis atau bodynya saja yang dibuat olek SMK sendiri. Jika benar, berarti ini murni politik pencitraan. Lalu akankah politik ini akan berhasil ?
Sesungguhnya masyarakat sekarang ini sudah sangatlah cerdas. Masyarakat sudah mampu menilai sejauh mana kebaikan dan keburukan dari sebuah kebijakan. Dan masyarakat sudah bisa membedakan antara kepentingan dan riayah. Public tak akan mudah untuk ditipu kembali. Artinya kalau ditinjau dari pemahaman masyarakat wacana mobnas ini tidak akan berpengaruh terhadapa citra dan kepercayaan masyarakat. Justru mobnas ini menjadi dalil masyarakat untuk menjelaskan betapa kepentingan sangat berperan dalam menetapkan kebijakan.
Dan hal ini tidak akan berjalan tanpa dukungan dari para capital baik asing maupun aseng. Maka sudah jelas bahwa asing dan aseng ada dibalik kebijakan ini. Maka umat harus cerdas dalam memilih agar tidak menyesal di hari kemudian. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!