Sabtu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Januari 2018 18:13 wib
5.346 views
Sistem Kapitalis-Sekular Lahirkan Generasi Tak Bermoral
Oleh: Ulfiatul Khomariah
(Mahasiswi S1 Sastra Indonesia FIB UNEJ, Penulis, Pemerhati Sosial dan Politik)
Kerusakan generasi remaja semakin hari semakin tak bermoral bak bola salju yang terus membesar dan terus menggelinding. Hal yang sangat memprihatinkan adalah sebagian besar kerusakan terjadi pada generasi remaja, generasi yang biasa disebut-sebut sebagai agent of change, ataupun agent of control. Generasi yang digadang-gadangkan sebagai agen perubahan kini tak bisa diharapkan lagi kontribusinya.
Melihat potret generasi muda saat ini seperti menyaksikan kehancuran bangsa di masa yang akan datang. Bagaimana tidak kasus narkoba, pergaulan bebas, seks bebas, kriminalitas dan sejumlah kejahatan lainnya tumbuh bak jamur di musim hujan. Sebagaimana yang dikabarkan oleh (news.okezone.com) beberapa hari yang lalu, sekelompok remaja melakukan aksi penjarahan di sebuah toko pakaian distro Fernando Store di Jalan Sentosa Raya, Depok.
Yang lebih ironis lagi, dalam aksi pencurian yang terekam oleh CCTV itu pelakunya tampak masih berusia belasan tahun. Bahkan beberapa diantara mereka adalah perempuan. Secara membabi buta dan brutal, kelompok remaja itu langsung menjarah sejumlah pakaian, mulai dari baju hingga celana. Mereka pun mengancam penjaga toko dengan mengeluarkan senjata tajam berjenis celurit dan samurai.
Kejadian di atas menjadi salah satu bukti bahwa generasi remaja saat ini tengah diambang kerusakan yang sangat besar. Tentunya berdiam diri bukanlah solusi yang tepat dalam menghadapi permasalahan ini. Nyatanya sudah banyak elemen masyarakat yang fokus dan melakukan berbagai edukasi untuk menyelesaikan masalah generasi saat ini, hanya saja mayoritasnya belum mampu melihat apa yang menjadi akar masalahnya, sehingga berbagai upaya yang dilakukan hanya berujung pada terulangnya masalah-masalah yang serupa.
Kerusakan generasi pada hakikatnya disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berhubungan dan tak bisa dipisahkan. Bukan hanya masalah keluarga atau pendidikan saja, namun melibatkan faktor-faktor lain seperti sosial, ekonomi, budaya dan politik yang menjadi lingkungan bagi keluarga dan institusi pendidikan. Maka dapat ditarik sebuah benang merah yang menghubungkan ketiganya bahwa permasalahan generasi merupakan permasalahan yang sistemik.
Pertama, faktor ketahanan keluarga yang saat ini didominasi oleh paham kapitalis menempatkan materi sebagai standar kebahagiaan keluarga, sehingga dampaknya keluarga menjadi miskin visi. Hidup mereka hanya didominasi oleh upaya untuk sekedar mengumpulkan harta dan kesenangan sesaat. Suami dan istri sama-sama disibukkan oleh kerja dan karir hingga mereka lupa peran dan kewajibannya yang hakiki sebagaimana telah diatur oleh hukum-hukum syara’. Dari sini, mulailah keluarga menjadi pincang. Anak-anak kehilangan pegangan, kehilangan panutan dan sedikit demi sedikit lepas kontrol.
Di sisi lain, nilai-nilai agama semakin terkikis dan menjauh dari keluarga oleh paham sekular. Agama dihayati hanya sebatas ibadah ritual belaka dan kehilangan ruhnya sebagai pedoman dan peraturan hidup. Maka tak heran apabila keluarga kehilangan orientasi hidupnya sehingga nasehat amar ma’ruf nahi munkar antara orangtua dan anak menjadi semakin langka. Hubungan antara orangtua dan anak menjadi kendor. Walhasil ketahanan keluarga menjadi hancur dan rapuh.
Kedua, faktor edukasi public atau kontrol masyarakat yang harusnya mampu menguatkan suasana keimanan dan ketaatan masyarakat terhadap Islam dan hukum-hukumnya sudah tercerabuti oleh sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, edukasi public justru menjadi sarana penyebaran virus materialis dan hedonis. Gaya hidup yang mengedepankan kesenangan dan kenikmatan materi ini adalah sarana bagi kaum kapitalis untuk memastikan barang-barang produksi mereka laris manis di pasaran.
Permasalahannya, konsumen edukasi public ini mayoritas adalah kaum remaja. Mereka melahap berbagai informasi tanpa penyaringan. Tak ayal, terjadilah perusakan secara massif terhadap kepribadian mereka. Untuk bisa memenuhi biaya tinggi dalam mengikuti gaya hidup modernisme saat ini, sebagian remaja putri tak segan melacurkan diri, sementara yang laki-laki terjun dalam dunia criminal, bahkan keduanya bisa melakukan penjarahan ataupun pencurian untuk memenuhi keinginan mereka sebagaimana yang terjadi di kota Depok tersebut.
Ketiga adalah faktor sistem pendidikan sekuler yang diterapkan dalam institusi pendidikan saat ini. Kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum sekuler. Artinya, Islam hanya dipahami sebagai agama yang mengatur urusan akhirat saja, bukan sebagai sistem kehidupan yang mengatur dan memberikan solusi atas setiap persoalan kehidupan manusia.
Kurikulum pendidikan menjadi sarana menyebarluaskan paham-paham sesat arahan Barat seperti pluralism dan liberalisme. Apabila pemikiran semacam ini sudah terinstall dalam benak para pemuda, akan mudah bagi Barat untuk menancapkan hegemoni ideologinya di negeri muslim terbesar ini. Islam hanya dijadikan sebagai baju luar saja, namun pemikiran yang diemban adalah pemikiran Barat.
Maka selama sistem kapitalis yang mendominasi warna negara ini tidak di hapuskan, maka selama itu pula semua persoalan kerusakan generasi yang terjadi tidak akan bisa terselesaikan secara tuntas. Oleh karena itu, sudah saatnya kita berpaling dari sistem kapitalis-sekuler dan kembali kepada sistem Islam yang telah Allah jadikan sebagai solusi bagi setiap permasalah kehidupan. Wallahu a’lam bish-shawwab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!