Survei: 37 Persen remaja Yahudi AS Bersimpati Pada HamasSabtu, 23 Nov 2024 20:25 |
Oleh: Prita HW*
Entah kata apa yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi hari ini, terutama menyoal umat Islam dan agamanya. Loh, ada apa memangnya? Bukannya kita berada dalam kondisi “baik-baik saja” dan bahkan bisa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan penuh kebebasan? Buka puasa, sahur bersama, bagi-bagi nasi, sedekah, dan sebagainya tetap berjalan seperti biasa? Ya, semuanya terlihat wajar saja bila kita melihat Islam sebagai agama ritual yang ajarannya hanya diasumsikan dengan apa yang ada dalam rukun Islam semata.
Coba kita berpikir dari sudut pandang lain atau angle yang berbeda. Bukankah Islam adalah agama yang sempurna? Seperti dalam firman-Nya :
“... Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu…” [Al-Maaidah:3]
Apa arti sempurna? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sempurna diartikan utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat dan bercela), atau teratur dengan sangat baiknya. Sehingga, Islam yang sempurna artinya sudah tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. Islam tak memerlukan modifikasi, apalagi menambah-nambah frase yang kurang atau bahkan tidak penting seperti Islam radikal, Islam nusantara, Islam persatuan, Islam yang tidak terlalu serius, Islamophobia, atau yang lainnya.
Ya, akhir-akhir ini, umat muslim yang sadar bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin dan tak mungkin mengajarkan ujaran kebencian apalagi radikalisme yang sering diidentikkan dengan citra Islam. Umat muslim saat ini rasanya seperti menyimpan bara dalam dada. Terlihat “baik-baik” saja padahal sejatinya sedang mengidap penyakit kronis yang mematikan.
Pasca teror bom yang terjadi beberapa waktu lalu di Surabaya, kemudian berlanjut pada peristiwa kerusuhan di Mako Brimob, Islamophobia sepertinya makin menjadi. Di tingkatan terendah dalam kehidupan sehari-hari saja, sudah nyata kita melihat tindakan responsif yang dangkal seperti santri yang membawa kardus dan ransel diminta untuk mengeluarkan segala isinya di tengah jalan dan muslimah bercadar yang diturunkan beramai-ramai oleh penumpang lainnya dari bus.
Ibarat skema yang memang sudah dirancang dan berkesinambungan satu sama lain, pemerintah bergerak cepat lewat tangan-tangannya yang lain. Kemenag merilis daftar 200 ulama rekomendasi yang kemudian dicabut karena menuai banyak kritik. BNPT mengeluarkan warning tentang rohis kampus dan daftar 7 kampus yang sudah terkena virus radikalisme berikut perintah cleaning aktivis kampusnya. Mabes Polri mengeluarkan seruan supaya masyarakat terlibat aktif melaporkan pendukung khilafah, termasuk menjadi “mata-mata” pada setiap kajian di mushala dan masjid. Badan Kepegawaian Negara (BKN) pun tak mau ketinggalan untuk merilis sesuatu supaya juga ikutan hits, yaitu 6 ujaran kebencian yang tak boleh dilakukan PNS.
Negara sepertinya sedang berada dalam ring 1 pengawasan dan nyata-nyata melakukan “perang” melawan agama yang notabene dipeluk pula oleh sebagian besar stakeholder nya. Islam yang sempurna yang tak hanya menyangkut ibadah ritual saja seolah-olah menjadi ancaman nyata yang harus diberangus sampai akar-akarnya. Islam di ranah politik dilarang bergaung, gagasan khilafah dianggap hoax dan dekat dengan isu Islam radikal atau Islam yang terlalu serius.
Apa dampak yang saat ini ada di depan mata? Jelas sekali umat muslim menjadi tidak nyaman dan terpecah belah dengan banyaknya pro dan kontra. Banyak aktivitas individu dan berkelompok yang dinodai haknya untuk memiliki kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan seperti yang ada dalam bunyi Pasal 28 Undang Undang Dasar ‘45 yang juga merupakan dasar negara. Kontradiksi, bukan?
Betapa miris saat ini kita menyaksikan tatapan curiga pada banyak ulama dan pesantrennya. Para ustadz atau ustadzah dengan majelis-majelisnya, kampus dengan para aktivisnya, sekolah dengan aktivis rohisnya. Dan, baru-baru ini, yang makin membuat geram dan tak habis pikir adalah keluarga dengan kaum ibu dan anak-anak di dalamnya, termasuk penyelenggaraan sekolah rumah (homeschooling) yang disebut-sebut juga bisa menjadi cikal bakal pendidikan berbau radikalisme dan terorisme. Puncaknya, DPR berhasil tepat janji untuk mengesahkan revisi UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang ironisnya diketok tanpa dihadiri 400 lebih anggota dewan.
Belum lagi di dunia maya yang sebelumnya rentan sekali dengan adanya UU ITE, dan saat ini tentu makin menjadi-jadi dengan segala multi tafsir yang berkembang di masyarakat.
Sampai Kapan Islamophobia Akan Langgeng?
Sesungguhnya Islamophobia bukanlah sesuatu yang baru. Ia akan terus ada dan disebarkan oleh musuh-musuh Islam yang sangat takut Islam kaffah di bawah naungan daulah khilafah akan kembali tegak dan memimpin peradaban sesuai bisyaroh Rasulullah tentang 5 fase kehidupan :
“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya.
Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, Beliau diam,” (HR. Imam Ahmad).
Saat ini, kita semua berada pada masa raja diktator (pemaksa) seperti yang tersebut dalam hadits shohih di atas. Mereka mengemban ideologi yang berjaya saat ini yaitu kapitalisme yang berakar pada sekulerisme dan memisahkan kehidupan agama yang maha sempurna dengan kehidupan dunia. Semata-mata supaya umat menjadi “buta” bahwa sesungguhnya Islam tidak memisahkan agama dari urusan kehidupan masyarakat, termasuk politik. Dalam Islam, politik (as-siyasah) didefinisikan sebagai : pengaturan urusan-urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan syariat Islam. Menggunakan hukum-hukum Allah, Sang Pengatur Kehidupan.
Apa yang bisa kita lakukan saat ini adalah mengemban tugas untuk menyampaikan pada masyarakat bahwa Islam bukanlah ancaman seperti yang dituduhkan, Islam bukanlah virus yang mematikan. Sebaliknya, Islam adalah as-syifa atau penawar bagi siapa saja yang ingin menemukan kedamaian dan persatuan yang sesungguhnya. Ia tak perlu ditakuti, tapi wajib direngkuh dalam-dalam hingga menimbulkan kobaran takwa yang sebenarnya. Musuh yang nyata sebenarnya adalah hegemoni sistem kapitalisme buatan manusia yang menimbulkan banyak “lubang” dan tidak akan pernah selesai meski ditambal sulam sampai kapanpun.
Ingatlah, saat sempurna sudah mutlak ada pada Islam sebagai agama yang diridhai Allah SWT dan rahmat bagi seluruh alam, maka tak perlu ada keraguan di dalamnya. (rf/voa-islam.com)
*praktisi pendidikan, founder The Jannah Institute
Ilustrasi: Google
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com