Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Juni 2018 05:40 wib
3.516 views
Mengenang Dai Mantan Rocker, Ustadz Harie Moekti (3)
Oleh : Najmah Muthmainnah
Ajal tak menunggu nanti. Tua tak menjadi syarat kematian. Pun usia muda tak menghalangi dari kematian. Sakit tak mempercepat kematian. Sehat pun bukan jaminan tak akan mati.
Hidup dan mati adalah dua hal yang saling bersisian. Ibarat dua sisi mata uang. Kematian adalah konsekuensi dari kehidupan. Jika tak siap mati maka jangan hidup. Seumpama naik kendaraan, selalu ada resiko dan konsekuensi. Entah itu kecelakaan dan sebagainya. Namun tak berarti harus takut menaikinya bukan?
Karena hidup harus dijalani. Bukan sembarang hidup. Namun hidup yang bernilai ibadah. Hidup dengan menebar kebaikan bagi manusia. Meninggalkan jejak kemuliaan di bumi dan di langit. Dan orang-orang yang dipilih Allah SWT telah membuktikan bahwa hidup mereka memberi nilai dan pelajaran yang sangat berharga bagi manusia lain.
Berita kematian Da'i yang menyebut dirinya "mantan Artis" sontak mengguncang jagad maya. Tak ada yang tak mengenal beliau. Harry Moekti, mantan Rokcker era 80 tahunan yang memilih hijrah meninggalkan hingar bingar panggung musik di tengah puncak ketenarannya. Panggung musik lalu berganti panggung dakwah. Bukan sembarang dakwah. Dakwah yang tak banyak dilirik orang kala itu. Di luar mainstream. Ya, dakwah syariah dan khilafah.
Dakwah sang Da'i bergerak dari mesjid ke mesjid. Dari kota ke kota. Dari satu panggung ke panggung lain. Nyaris tak berhenti. Tak kenal lelah. Walau sebuah cincin telah terpasang di pembuluh jantungnya. Hingga tersiarlah berita meninggalnya beliau di antara jadwal dakwahnya yang masih berlangsung. Dakwah menjadi jalan pulang yang beliau pilih.
Hampir semua yang pernah mengenal beliau, baik dalam keseharian maupun berjumpa dalam agenda dakwah memiliki kesan yang sangat mendalam. Teringat satu kesan saat beliau memberi tausiah pasca tsunami Aceh 2004 lalu. Tepatnya beliau hadir di tahun 2005. Bahkan sempat menjadi khatib shalat Iedul Adha di sebuah pelosok desa nun berkilo meter dari pusat kota Meulaboh. Sungguh suasana yang sangat berkesan di tengah situasi pasca tsunami kala itu.
Beliau datang bersama istri. Dalam satu sesi tausiah beliau berkata, "Istri saya pakai sepatu boot tinggi. Karena ia mengira di sini penuh lumpur, tinggi. Susah berjalan. Eh ternyata tanah Aceh kering-kering saja. Gerr.. Langsung di sambut tawa oleh jamaah saat itu.
Dalam sebuah tausiah di mesjid bada shubuh, beliau pernah berkata. "Semua hal punya resiko. Resiko hidup ya mati. Jika tak siap mati maka jangan hidup. Hehehe. Tegas, lantang suara beliau saat menyampaikan tausiahnya di hadapan kami. Cengiran khas beliau pun tak lekang dalam setiap tausiyahnya.
" Hidup itu pilihan. Mau jadi seperti apa, kita yang memilih. Mau jadi penjahat. Mau jadi artis? Seperti saya dulu. Mantan artis ini...! Harry Moekti, Mantan artiis..! Hehe.." Lalu mengalirlah cerita beliau tentang kisahnya di masa lalu sampai kisah hijrah beliau yang penuh tantangan dan resiko. "Habis harta. Hilang ketenaran. Semua hilang. Tapii.." Beliau menepuk dadanya. "Saya bahagia..." dengan wajah tersenyum lebar beliau mengulang membali perkataannnya. "Saya bahagia."
Sungguh, kebahagiaan selalu terpancar dalam wajah beliau saat berdakwah.
Dalam Video terakhir yang di posting sehari sebelum wafatnya pun luput dari dakwah. Beliau berpesan untuk istiqamah dalam ketaatan. "Istiqamah itu tegak dan lurus. Tegak dalam Ketaatan kepada Allah SWT. Dan lurus dalam menjalani kehidupan. Ingat selalu 5 hukum syara. Wajib, haram, sunnah, makruh, mubah."
Benarlah sabda Nabi shallahu 'alaihi wa sallam :
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
"Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya" (HR Muslim no 2878)
Berkata Al-Munaawi,
أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ
"Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu" (At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami' As-Shogiir 2/859)
"Orang yang hidup di atas sesuatu kebiasaan akan mati di atas kebiasaan tersebut, dan kelak dia akan dibangkitkan juga dengan cara hidupnya itu”
Setiap orang yang mati bersama kebiasaan yang dicintainya..
Bagi pencinta Alquran, maka Alquran penutup hidupnya
Bagi pecinta mesjid, mesjid pula tempat pulangnya
Bagi pecinta dakwah, dakwah jugalah penutup usianya
Al Ustadz Harry Moekti membuktikan kecintaan beliau pada dakwah menjadi jalan pulang yang paling indah bagi dirinya.
Beliau menghadap Allah SWT saat sedang dalam rangkaian agenda dakwah.
Lalu bagaimana dengan kita?
::Meulaboh, 25 Juni 2018::
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!