Kamis, 28 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Juni 2019 05:26 wib
4.454 views
Kontroversi Sistem Zonasi, Islam sebagai Solusi
TAHUN ajaran baru telah tiba, disambut euforia lulusan SMP untuk melanjutkan ke jenjang SMA /SMK yang sudah dicitakan sejak dulu. Namun sayang, harapan itu terganjal dengan sistem zonasi yang diterapkan dalam Penyelenggaraan Penerimaan Siswa Didik Baru (PPDB) yang terjadi hampir diseluruh wilayah otonom Indonesia.
Adapun pertimbangan Kementrian Pendidikan dan Kebudayan (kemdikbud) dalam menerapkan kebijakan ini diantaranya, untuk mengarahkan peserta didik bersekolah di sekolah terdekat dari rumah. Harapannya, bisa menghemat biaya transportasi, mengurangi kemacetan, pemerataan persebaran siswa, hingga mempermudah pengurusan kelengkapan berkas karena berada di wilayah yang sama.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menyebut, sistem zonasi ini telah diterapkan di banyak negara maju.
“Kalau contoh soal base practicenya sudah tidak ada yang meragukan, kita bisa lihat Jepang, Korea, Aussie. Semua sudah gunakan zonasi. Malaysia juga mulai menetapkan sistem zonasi. Jadi untuk zonasi ini saya kira untuk pembangunan pendidikan kita, merupakan salah satu pilihan yang terbaik,” kata Muhadjir di Kantor Kemendikbud, JL Jenderal Sudirman, Jakarta. (detik.com, 21/6/2019).
Kenyataannya, kebijakan ini justru menuai kontroversi. Banyak pihak yang menganggap kebijakan ini menghilangkan hak anak untuk masuk ke sekolah unggulan, sekalipun sudah berusaha keras memperoleh nilai tinggi saat ujian. Adapula pihak yang menilai kebijakan ini akan mengamputasit minat anak, sebagai contoh anak yang memiliki minat sekolah di SMK, sementara sekolah yang terdekat dengannya hanya sekolah SMA. Sebagian pihak ikut menanggapi, bahwa sistem zonasi ini akan berimbas pada motivasi belajar anak, dimana nilai dan prestasi belajar tidak lagi berarti. Yang penting rumah dekat dengan sekolah. Jangankan berburu sekolah favorit, masuk sekolah negeri saja terasa begitu sulit.
Beragam polemik yang terjadi muncul akibat pemerintah belum bisa mewujudkan kualitas pendidikan yang merata, perbandingan jumlah sekolah dengan jumlah siswa belum ideal, adanya kesenjangan akses, sarana dan prasarana yang berbeda antara di desa dan di kota , begitu juga dengan kualifikasi pengajar yang belum memadai. Sistem zonasi ini alih-alih bisa meningkatkan sistem pendidikan, justru yang terjadi sekolah favorit terkesan diturunkan grade-nya, di satu sisi anak-anak berprestasi seolah dipaksa sekolah di sekolah non favorit tanpa pilihan lain, hanya karena sekolah tersebut dekat dari rumahnya.
Adanya stigma sekolah favorit dan non favorit, berangkat dari pemahaman kapitalis-sekuler, yang menjadikan nilai materi sebagai tujuan. Sayangnnya, negeri dengan mayoritas muslim ini telah tersihir, sehingga tertanam di benak orang tua untuk menyekolahkan anak di sekolah yang mahal dan bergengsi adalah sebuah prestasi yang harus diapresiasi. Sekalipun meraka harus merogoh kocek lebih dalam untuk memenuhi harapan tersebut, dalam sistem kapitalis istilah ada uang ada kualitas merupakan sebuah kewajaran.
Seharusnya, yang menjadi PR besar pemerintah adalah menjadikan semua sekolah sebagai sekolah favorit, dengan meningkatkan kualitas sekolah, baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana, akses, maupun kualitas guru sebagai pengajar. Begitupun sekolah negeri tidak hanya berlaku untuk anak yang pintar atau mempunyai nilai UNAS yang bagus saja. Dengan demikian, tanpa sistem zonasi sekalipun sebaran siswa akan merata dan dikotomi sekolah favorit dan non favorit dengan sendirinya akan terhapus, karena semua sekolah berkualitas.
Islam adalah sistem hidup yang paripurna , berasal dari tuhan yang maha pencipta memandang pendidikan adalah pilar penting sebuah peradaban. Pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Rakyat berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas. Berangkat dari tujuan pendidikan, yaitu membentuk kepribadian islam yang tangguh dalam setiap diri peserta didik, bukan sekedar pintar dari sisi akademik, tapi bobrok dalam hal moral. Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Negara juga harus mewujudkan pendidikan yang mudah dan murah. Rasulullah saw. Bersabda;
“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Sistem pendidikan, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kehidupan lainnya, sehingga tidak cukup memperbaiki sistem pendidikan namun tetap bertahan dalam sistem kehidupan lainnya yang merupakan warisan penjajah. Sistem pendidikan Islam harus ditopang oleh sistem ekonomi, sosial, pemerintahan dan sistem kehidupan lainnya dengan konsep aqidah Islam. Sistem ini akan menghasilkan sebuah peradaban yang khas, dan telah terbukti lebih dari 1400 tahun lamanya, mengayomi dan mensejahterakan manusia, baik muslim maupun non muslim. Melahirkan para ilmuan hebat, yang hingga kini bisa kita rasakan manfaat dari jerih payah mereka. Hal ini hanya akan terjadi ketika Islam diemban sebagai ideologi dan diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu ‘alam bi ash-shawwab.* Ernadaa Rasyidah
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!