Pasukan Pakistan dan India Terlibat Baku Tembak di Sepanjang Garis Kontrol di KashmirJum'at, 25 Apr 2025 20:42 |

Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Ucapan Menkeu Sri Mulyani yang merujuk suksesnya China mengundang investasi karena negara itu menerapkan prinsip otoritarian sehingga muncul kepercayaan investor pada stabilitas usaha.
Lalu juga yang bersangkutan mengaitkan dengan Indonesia dahulu yang otoriter telah mampu mendatangkan investasi besar. Kondisi itu yang menjadi alasan sebaliknya mengapa kini di Indonesia investasi merosot.
Pandangan ini dicoba dihubungkan dengan Pidato Jokowi di Sentul yang lalu dimana ia dengan "galak" menyatakan akan mengejar dan menghajar siapapun yang menghambat investasi. Nah main kejar dan main hajar inilah yang kita sebut bau otoriter.
Keakraban dengan negara China bukan berarti harus menyamakan sistem, pola, atau gaya pengolaan negara seperti negara Cina untuk sekedar sukses investasi. Kita harus mempertahankan asas demokrasi. Demokrasi Pancasila. Kebijakan otoriter bermanfaat untuk satu sisi tetapi akan menghancurkan ratusan sisi.
Investasi tidak hanya ditentukan oleh otoriter atau tidaknya pengelolaan negara. Yang penting adalah kewibawaan pemerintah yang mampu mengawal dunia usaha. birokrasi yang baik, budaya suap yang hilang serta perizinan tak berbelit.
Ancaman untuk mengejar dan menghajar penghambat investasi cukup mengkhawatirkan masa depan. Ditambah dengan oposisi yang tak tumbuh dengan bagus dan jika kritik pun diberangus maka ini menjadi bibit dari pemerintahan otoriter.
Dengan stigma radikalisme, terorisme, dan intoleransi maka "musuh" diciptakan untuk pembenar kebijakan. Seperti zaman Orde Baru yang demi "pembangunan" maka segala penghalang pembangunan "digebuk". Saat itu UU subversi cukup laku untuk dipasarkan. Kini alat penghajar yang rentan digunakan adalah UU ITE dimana kritik bisa disamakan dengan ujaran kebencian (hate speech).
Aparat keamanan tentu tidak terjebak pada "permainan politik" yang menempatkannya sebagai "back up" kekuasaan. Pilihan strategis biasanya adalah TNI atau Kepolisian. Dulu di masa Orde Baru back up otoritarian adalah TNI.
Di masa setelahnya tentu tidak boleh bergeser pada Kepolisian. Konsep "democratic policing" bukan dimanfaatkan sebagai "back up" kekuasaan di atas. Polisi tetap titik berat fungsinya sebagai "penegak hukum" bukan "penegak politik" melalui hukum.
Ucapan Sri Mulyani mengenai "Saat Pemerintah sangat otoriter, investasi datang" tidak boleh jadi sikap politik yang absolut. Dua hal catatan utamanya adalah pertama, investasi tidak identik dengan pemerintah otoriter dan kedua, pemerintahan demokratis tidak menjadi penghalang dari investasi.
Solusi bagi investasi adalah pemerintahan yang wibawa dalam kehidupan politik demokratis. Investasi yang sehat tentu bukan investasi yang berujung pada ketergantungan dan pengambilalihan atau penjualan aset aset negara.
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com
Pasukan Pakistan dan India Terlibat Baku Tembak di Sepanjang Garis Kontrol di KashmirJum'at, 25 Apr 2025 20:42 |