Senin, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 2 September 2019 10:03 wib
5.586 views
Hijrah Dan Perubahan Hakiki
Sahabat VOA-Islam...
Peristiwa hijrah Baginda Nabi saw. dari Makkah ke Madinah adalah momentum penting dalam lintasan sejarah perjuangan Islam dan kaum Muslim.
Dengan hijrah itulah masyarakat Islam terbentuk untuk pertama kalinya. Lewat pintu hijrah itu pula, Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem bisa ditegakkan dalam intitusi negara, yakni Daulah Islamiyah di Madinah Munawarah.
Karena itu makna dan hijrah yang hakiki itu penting untuk diresapi serta direalisasikan untuk menghela perubahan masyarakat saat ini. Dengan begitu akan terwujud kembali masyarakat Islam yang diliputi keberkahan dan keridhaan dari Allah Swt.
Baginda Nabi saw. pernah bersabda:
« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »
Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, dll).
Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, juga al-’Alqami yang dikutip di dalam ‘Awn al-Ma’bûd, menjelaskan bahwa hijrah itu ada dua macam: zhahirah dan bathinah. Hijrah bâthinah adalah meninggalkan apa saja yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan (nafsu al-ammarah bi as-su') dan seruan setan. Hijrah zhahirah adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah (al-firar bi ad-din min al-fitan).
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fath al-Bari Syarhu Shahih al-Bukhari menjelaskan, asal dari hijrah adalah meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. Hijrah secara mutlak dalam as-Sunnah ditransformasikan ke makna: meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dar al-Islam.
Jika demikian maka asal hijrah adalah meninggalkan apa saja yang telah Allah larang berupa kemaksiatan, termasuk di dalamnya meninggalkan negeri syirk untuk tinggal di Dar al-Islam. Dengan demikian hijrah yang sempurna (hakiki) adalah meninggalkan apa saja yang telah Allah SWT larang, termasuk meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm.
Secara syar’i, menurut para fukaha, pengertian hijrah adalah keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, II/276). Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim.
Sebaliknya darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak berada di tangan kaum Muslim sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Pengertian hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Dari semua itu, hijrah mungkin bisa dimaknai sebagai momentum perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala bentuk kejahiliahan menuju Islam dan dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat Islam.
Alhasil, peralihan dan perubahan ke arah Islam dan masyarakat Islam itulah hijrah yang hakiki. Tentu hijrah hakiki seperti itu sangat relevan untuk kita wujudkan saat ini di tengah kehidupan kita kaum Muslim.
Kejahiliahan Modern
Kondisi masyarakat modern saat ini, jika dibandingkan dengan kondisi masyarakat jahiliah pra hijrah, tampak banyak kemiripan, dan bahkan dalam beberapa hal justru lebih buruk. Ciri utama masyarakat jahiliah dulu adalah kehidupan diatur dengan aturan dan sistem jahiliah buatan manusia. Pada masyarakat Quraisy, aturan dan sistem kemasyarakatan dibuat oleh para pemuka kabilah.
Hal itu mereka rumuskan melalui pertemuan para pembesar dan tetua kabilah di Dar an-Nadwah. Kondisi yang sama persis juga berlangsung saat ini. Kehidupan diatur dengan aturan dan sistem buatan manusia yang dibuat oleh sekumpulan orang dengan mengatasnamakan rakyat.
Dalam aspek ekonomi ada riba, manipulasi, kecurangan dalam timbangan dan takaran, penimbunan, eksploitasi oleh pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah, konsentrasi kekayaan pada segelintir orang, dsb. Semua itu kental mewarnai kehidupan ekonomi masyarakat jahiliah pra hijrah. Hal yang sama juga mewarnai kehidupan ekonomi modern saat ini. Penipuan ekonomi banyak terjadi. Harta juga terkonsentrasi pada segelintir kecil orang. Satu persen dari masyarakat menguasai lebih dari 60 persen kekayaan yang ada.
Satu orang menguasai tanah ratusan ribu hektar bahkan lebih dari satu juta hektar. Riba merajalela. Bahkan saat ini riba justru menjadi pilar sistem ekonomi dan negara menjadi salah satu pelaku utamanya. Negara bahkan gemar menumpuk utang ribawi yang menjadi beban rakyat hingga Rp 3.700 triliun rupiah.
Pada aspek sosial, masyarakat jahiliah pra hijrah identik dengan kebobrokan moral yang luar biasa. Mabuk, pelacuran dan kekejaman menyeruak di mana-mana. Anak-anak perempuan yang baru lahir pun dibunuh, bahkan dengan cara dikubur hidup-hidup. Kondisi sosial masyarakat jahiliah itu juga banyak terjadi pada masyarakat modern saat ini. Perzinaan difasilitasi dengan lokalisasi dan dilegalkan atas nama investasi dan retribusi.
Tak sedikit pula bayi yang dibunuh saat baru lahir. Jika dulu bayi perempuan yang dibunuh, sekarang bayi laki-laki atau perempuan yang dibunuh. Bahkan mereka dibunuh sebelum lahir melalui aborsi. Jumlahnya pun mencapai jutaan kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya.
Dalam aspek politik dan konstelasi internasional, bangsa Arab jahiliah pra hijrah bukanlah bangsa yang istimewa. Dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, sama sekali tidak melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Begitu pula saat ini. Negeri-negeri kaum Muslim, termasuk negeri ini juga tidak pernah diperhitungkan oleh negara-negara lain, kecuali sebagai obyek jajahan.
Kekayaan alam negeri kita dijadikan jarahan oleh negara-negara penjajah dan para kapitalis. Jutaan kilometer persegi perairan dan jutaan hektar daratan negeri ini sudah dikapling-kapling untuk perusahaan-perusahaan yang kebanyakan asing dan aseng.
Itu tepat jika kondisi kehidupan saat ini disebut jahiliah modern. Maju secara sains dan teknologi, namun aturan dan sistemnya tetap aturan dan sistem jahiliah aturan dan sistemnya tetap buatan manusia.
Hijrah yang Hakiki
Fakta masyarakat dengan kejahiliahan modern itu perlu kita ubah menjadi masyarakat Islam. Inilah yang juga dilakukan oleh Rasul saw. dan para sahabat beliau. Di situlah pentingnya hijrah hakiki. hijrah hakiki itu adalah perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala bentuk kejahiliahan menuju Islam dan dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat Islam. Inilah yang harus diwujudkan.
Perubahan tentu tidak akan datang begitu saja. Perubahan itu harus kita usahakan. Allah SWT berfirman:
… إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ …
…Sungguh Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (TQS ar-Ra’du [13]: 11).
Mewujudkan hijrah yang hakiki itu tidak lain adalah dengan berjuang untuk membangun masyarakat Islam. Masyarakat Islam inilah yang juga dibangun oleh Rasul saw dan para sahabat pasca hijrah ke Madinah. Masyarakat di Madinah pasca hijrah tetaplah masyarakat yang beragam, heterogen secara agama, suku, warna kulit dan lainnya. Keberagaman di masyarakat itu bisa dikelola dengan baik melalui penerapan syariah Islam secara kaffah atas semua warga negara.
Dengan demikian kunci perwujudan masyarakat islami pasca hijrah tidak lain adalah mencampakkan sisitem sekuler destruktif menuju penerapan syariah Islam secara kaffah atas semua warga negara di dalam Daulah Islam. Dan menjadikan bulan muharram sebagai tonggak kelahiran umat Islam yang memiliki negara yaitu Khilafah
‘Ala kulli hal, marilah kita sambut seruan Allah SWT:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian menuju suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian (TQS al-Anfal [8]: 24). Wallahu A'lam.
Kiriman Nafisah Mumtazah (Pendidik dan Aktivis Islam)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!