Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Oktober 2019 03:42 wib
6.084 views
Mahasiswa, Kemana Arah Suara Lantangmu?
Oleh: Mega Sari Lingga, S.Pd (Mahasiswa Pascasarjana Unimed)
Jika berbicara tentang mahasiswa berarti berbicara tentang perubahan. Berbicara tentang perubahan berarti berbicara tentang mahasiswa. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar, karena mengingat bahwasanya gelar dan status yang disandang kepadanya adalah sebagai agen perubahan (agent of change), iron stock, dan sebagai social control.
Mahasiswa sebagai agent of change memiliki artian bahwasanya ia adalah pelaku dari segala perubahan yang terjadi di tengah masyarakat.. Dengan kata lain mahasiswa adalah aktor dan sutradara dalam sebuah pagelaran bertitelkan perubahan.
Sebelumnya, mungkin ada yang bertanya terkait peran mahasiswa, kemana suara mahasiswa selama ini? Namun akhir-akhir ini jiwa muda itu kian mulai membuka suara, sudah mulai membuka mata untuk melihat kondisi kebobrokan dan ketidakadilan kebijakan pemerintah di negeri ini.
Terbukti bahwa akhir-akhir ini ratusan mahasiswa di berbagai universitas di Indonesia melakukan demonstrasi untuk menyuarakan penolakan berbagai kasus yang terjadi seperti menolak kebijakan Revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, Revisi UU KUHP, kecewa dengan naik nya iuran BPJS serta naik nya tarif listrik, dan kasus mengenai Karhutla.
Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR/DPD. Mereka menyuarakan penolakan Revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Revisi UU KUHP. Dalam aksi tersebut seperti yang dikatakan Manik, seorang perwakilan Mahasiswa dari UI beliau menilai bahwasanya DPR selaku lembaga tinggi di negeri ini telah melakukan banyak sekali kesalahan yang mencederai amanat reformasi itu sendiri. Dikutip dari liputan6.com, senin (23/09/2019).
Selain itu, Jum’at sore (20/09/2019) Puluhan mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Medan dalam rangka menolak UU KPK yang baru, naik iuran BPJS, dan tarif listrik. Unjuk rasa tersebut dilakukan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi pergerakan mahasiswa se-Kota Medan.
Mereka menghargai langkah DPR dan pemerintah terkait UU KPK baru dan kenaikan iuran BPJS dan tarif listrik sebagai bentuk ketidakbijaksanaan. Seperti yang diungkapkan M Julianda Arisha, koordinator lapangan bahwa keputusan pemerintah adalah sesuatu keputusan yang tidak bijak dalam memutuskan sebuah kebijakan.
Ketika dianalisis kembali bahwasanya pemerintah memang membuat kebijakan represif dan tidak berpihak kepada rakyat saat menyusun berbagai rancangan UU termasuk RUU KUHP. Wakil Koordinator Kontras, Ferry Kusuma menilai kebijakan pemerintah itu terasa seperti di masa orde baru.
Kita ditangkap seolah-olah menggunakan suatu pendekatan legal, tapi di balik itu ada represif terhadap kelompok masyarakat sipil, contohnya UU ITE, kemudian UU KPK yang baru dibentuk kemarin itu upaya mengkerdilkan kerja KPK, RUU KUHP yang tadi juga akan ditunda beberapa waktu ke depan. Ungkap Ferry saat diskusi di kantor Kontras, senen, Jakarta Pusat, Jumat (20/09/2019).
Saat ini seluruh lembaga negara di Indonesia sedang dalam memusuhi masyarakat. Bukan hanya Presiden Jokowi tapi DPR. Jadi, hampir seluruh yang ada dalam lingkaran kekuasaan negara ini baik Yudikatif, Legislatif, dan Eksekutif sama sekali tidak mementingkan masyarakat.
Seperti yang dikatakan Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam bahwa seluruh instrumen negara saat ini tidak mementingkan rakyat. Dan dia juga menyinggung soal pengurangan hukuman terhadap penguasa dan memidanakan gelandangan yang ada di jalanan.
Lagi-lagi orientasi politik hukum kita tidak mengarah pada negara sejahtera. Orientasi politik hukum kita tidak melindungi orang lemah dan miskin, tapi justru memidanakan sesuatu yang tidak perlu dipidanakan. Orientasi politik hukum kita kurangi hukuman kejahatan yang potensi dilakukan kekuasaan, pelanggaran HAM berat justru diperingan, yang miskin dinaikkan yang pelanggaran HAM berat justru diturunkan.
Kebijakan tersebut membuat mahasiswa Indonesia tergerak hatinya untuk melakukan perubahan dengan melakukan demontsrasi. Namun, lagi-lagi perubahan yang diusung oleh mahasiswa sampai saat ini belum merujuk kepada perubahan hakiki walaupun sudah kesekian kali mengkritik kebijakan para penguasa.
Bisa kita liat fakta yang terjadi di saat unjuk rasa, banyak keresahan yang terjadi yang menjadikan itu justru sesuatu yang memprihatinkan. Terjadinya bentrok antara aparat kepolisian dengan mahasiswa yang mengakibatkan banyak mahasiswa yang terluka. Inilah yang terjadi tatkala mahasiwa melakukan unjuk rasa tak bersandar dengan aturan Islam.
Mahasiswa sebagai generasi agen of change adalah sebuah keharusan untuk senantiasa mengkoreksi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dengan cara yang sesuai syariat Islam. Bukan dengan cara demo anarkis apalagi dengan kudeta, bukan melalui pembuatan riset-riset penelitian, namun cukup dengan bicara (dakwah). Karena dengan dakwah perubahan benar-benar akan terjadi.
Dengan dakwahlah seseorang akan berubah pola pikirnya dan secara otomatis merubah pola sikapnya. Namun, di era demokrasi kapitalis, aktivitas ini hanya sekedar mengkoreksi tanpa membawa perubahan yang hakiki, ini terbukti dengan seringnya aksi yang serupa dilaksanakan tidak berefek pada pemerintah yang terus melaksanakan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada para kapiital. Sedangkan jika di dalam Islam, pemerintah selalu melaksanakan kebijakan berdasarkan wahyu Allah dengan amanah, sehingga perang genarasi hanya amar ma’ruf nahi munkar.
Maka dari itu, sudah sepatutnya kita kembali kepada sistem Islam. Karena hanya sistem Islam lah yang mampu melahirkan pemimpin yang amanah karena menerapkan aturan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyatnya. Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggungjawab atas kebijakan yang dilaksanakan.
Pemimpin yang amanah akan melaksanakan kebijakan yang sesuai Al- Quran dan As- Sunnah yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan layanan rakyatnya seperti melaksanakan kebijakan yang berpihak pada rakyat bukan kepada kapital. Tidak ada yang lebih mulia seorang pemimpin kecuali pemimpin yang adil dan amanah dan lebih mengutamakan urusan rakyatnya. Karena sejatinya pemimpin yang tidak adil dan amanah tidak akan mencium bau surga. Karena itu siapapun jadi pemimpin wajib amanah.
Haram melakukan penghianatan. Seperti rasulullah SAW telah bersabda: “Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk mengurusi rakyat, lalu tidak menjalankan urusannya itu dengan penuh loyalitas, kecuali dia tidak akan mencium bau surga” (HR. Al-Bukhari). Namun, Allah akan membalaskan surga bagi pemimpin yang adil dan amanah.
Rasulullah saw bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana pengembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya”. (HR al-Bukhari). Wallahu A’lam Bishowab.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!