Ahad, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Februari 2020 07:47 wib
5.855 views
Bencana Corona, Bencana Dunia
Oleh:
Puput Hariyani, S.Si*
VIRUS Corona menghebohkan dunia. Penyebarannya yang begitu cepat menjadi bencana besar dan mengerikan. Terhitung sejak awal merebaknya di akhir Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, kini telah menyebar cepat di 16 negara.
Berdasarkan data Komisi Kesehatan Nasional China (NHC), hingga selasa malam (28/01/2020) sudah ada 4.682 kasus yang terdeteksi di sejumlah negara. Sebagaimana dilaporkan South China Morning Post, China (4.607 kasus, 106 meninggal), Hongkong (8 kasus), Macau (7 kasus), Taiwan (7 kasus), Asia (38 kasus), Eropa (4 kasus), Amerika Utara (6 kasus), dan Australia (5 kasus).
Peneliti Bidang Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra menuturkan, kecepatan laju mutasi virus corona ini lebih kencang dibandingkan virus lain, seperti double stranded DNA (dsDNA), yang datang tiba-tiba dan tak terduga.
Selain itu, faktor cepatnya penyebaran virus corona ke penjuru bumi karena mobilitas manusia yang tinggi. Sehingga membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat agar segera tersolusi.
Karenanya dunia kini meningkatkan pengawasan. Beberapa negara telah mengambil sikap responsif dan lebih sensitif untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Pemerintah Filipina misalnya, sudah membatalkan kebijakan visa on arrival bagi turis China sebagai bentuk antisipasi masuknya virus tersebut ke negaranya.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR Fadli Zon mengkritisi sikap pemerintah Indonesia dalam menangani isu Corona. Ia menilai pemerintah cenderung lamban dalam menyususn kebijakan mengantisipasi penyebaran wabah virus corona.
Pemerintah juga belum memberikan peringatan perjalan bagi WNI yang akan bepergian ke China. Ia menambahkan begitu pula di bidang keimigrasian. Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan apapun untuk membatasi mobilitas warga negara China ke Indonesia (Republika.Co.Id).
Penyebaran virus corona juga menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran warga Natuna. Mereka terus menyuarakan penolakan kedatangan warga negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China, yang akan menjalani observasi di Lanud Raden Sadjad. Para pendemo membakar ban di lokasi.
Warga Natuna sepakat membuat enam point tuntutan kepada pemerintah pusat maupun daerah. Diantara enam tuntutannya adalah meminta WNI dari Wuhan dipindahkan ke kapal perang KRI agar dapat diobservasi di lepas pantai dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat.
Mendatangkan dokter, psikiater ke Natuna karena masalah yang ada bukan hanya berdampak pada fisik tetapi juga mental masyarakat Natuna. Juga agar pemerintah mensosialisasikan segala kebijakan agar tidak meresahkan masyarakat dan meminta Pemda agar bisa menjadi penyambung lidah masyarakat kepada pemerintah pusat.
Deretan fakta ini menegaskan watak pemerintahan kapitalistik yang tidak bersungguh-sungguh mengatasi masalah dan memberi perlindungan totalitas pada masyarakat. Secara nyata, pemerintah juga tidak mengambil tindakan maksimal untuk membebaskan rakyat dari bahaya maupun dari kekhawatiran terkena dampak penyakit, semisal dengan mengisolasi di kapal perang di lepas pantai bukan di daratan.
Metode Khas Islam Mengatasi Wabah Penyakit
Jauh berbeda dengan penanganan model kapitalis hari ini. Islam sebagai sebuah ideology yang sempurna memiliki penanganan yang khas terhadap wabah epidemic penyakit mematikan.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, “Apabila kamu mendengar wabah terjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya”.
Metode karantina atau isolasi telah diterapkan dengan melarang mereka keluar dari negeri yang terjangkiti. Hal ini agar penyakit tidak menular secara meluas. Begitupun untuk memaksimalkan penyembuhan bagi penderita. Mereka akan diperiksa secara detail dan dilakukan langkah-langkah pengobatan sampai dinyatakan total baru boleh meninggalkan tempat karantina.
Dalam hadist lain, “Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta” HR. Al Bukhari). Artinya kita tidak boleh dekat-dekat dengan penderita wabah akan tidak ikut terjangkit.
Metode ini tentu membutuhkan peran sentral seorang penguasa. Dengan mengambil langkah cepat dengan mendatangkan para ahli kesehataan untuk melakukan berbagai tindakan pengobatan untuk para korban. Secara cepat melakukan langkah antisipatif agar daerah dan penduduk lain tidak terkena dampaknya.
Begitupun langkah preventif sebelum terjadinya wabah. Seorang penguasa harus memastikan masyarakatnya mempraktikkan gaya hidup sehat. Mulai dengan memakan makanan yang halal dan thayib, menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Penguasa harus hadir di tengah masyarakat dengan memberikan perlindungan maksimal dan totalitas. Serta bertanggungjawab penuh atas berbagai persoalan yang menimpa rakyatnya. Demikianlah sosok pemimpin dalam Islam. Ketakwaannya menjadi pilar dalam menjalankan amanah kepemimpinan. Dengannya masyarakat terlindungi dan terjaga. Wallahu‘alam bi ash-showab. *Pendidik Generasi
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!