Ahad, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Februari 2020 22:33 wib
4.210 views
Kritik untuk Menteri Nadiem: Merdekakan Kampus dari Korporasi!
Oleh: Salma Banin
Kebijakan pemerintahan Indonesia memasuki era baru. Dengan dilantiknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan adalah satu dari sekian banyak menteri yang cukup menarik perhatian publik dengan berbagai gebrakannya khas generasi Milenial. Setelah mencanangkan program “Merdeka Belajar” di kalangan sekolah, Nadiem pun telah resmi memperkenalkan kepada publik kebijakan bertaraf internasional bagi perguruan tinggi yang ia namai sebagai “Kampus Merdeka”. Harapannya ialah kemerdekaan dalam meraih ilmu seluas-luasnya dapat dicapai bangsa Indonesia di masa depan.
Setidaknya ada empat poin yang menjadi materi pidato Nadiem di kantornya ketika mensosialisasikan gambaran Kampus Merdeka ini. Pertama adalah terkait disusunnya kurikulum baru yang memperkenankan mahasiswa untuk mengambil mata kuliah sebanyak 40 sks yang setara sampai dengan 3 semester di luar progran studi yang diambilnya sejak di awal perkuliahan. Sejumlah sks ini dapat diambil mahasiswa dalam bentuk kerja lapang, magang, internship, pengabdian masyarakat dan lain-lain.
Mahasiswa diharapkan bisa mengembangkan ilmunya selama mengemban amanah di sektor-sektor tersebut bahkan sebelum mereka lulus. Hanya saja kebijakan ini menuai kritik dari Ketua BEM UI dan UGM yang berpendapat bahwa kebijakan ini berpotensi dimanfaatkan oleh korporasi yang bekerja sama dengan Universitas terkait dalam mendapatkan tenaga kerja ahli murah (kumparan.com). Sebab mahasiswa punya keahlian yang mumpuni sedangkan jika kontrak tersebut hanya dinilai sebagai pemagangan, tentu hak yang didapat oleh mahasiswa magang lebih terbatas dibanding dengan pekerja tetap disana.
Kedua adalah mengenai kemudahan alur birokrasi untuk menambah program studi baru yang bersesuaian dengan kebijakan ketiga mengenai perpindahan status Perguruan Tinggi Badan Layanan Umum dan/atau Satuan Kerja menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum. Dimana otoritas pengembangan institusi pendidikan tinggi disetarakan dengan perusahaan yang mandiri secara pemasukan dan penggunaan pendapatan. Seiring dengan kemunculan prodi-prodi yang dibutuhkan, kini tidak perlu lagi menjalani berbagai prosedur yang rumit dan memakan waktu bertahun-tahun.
Adanya dua kebijakan ini, setiap perguruan tinggi di Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dan menyesuaikan kebutuhan pasar industri, baik itu PTN maupun PTS. Pun dengan ini, kewajiban universitas untuk melaporkan hasil keuangannya tidak lagi kepada pemerintah dan rakyat, melainkan kepada pemodal yang banyak mengeluarkan dana demi terlaksananya kegiatan belajar-mengajar maupun bisnis yang dijalankan oleh universitas. Tak heran, ke depannya kampus akan banyak sekali menggandeng badan usaha milik negara maupun swasta untuk mengembangkan pemasukannya yang dinilai akan memberi kebermanfaatan bagi semua.
Gambaran seperti ini pun tidak lepas dari kritik. Para pengamat menilai, untuk saat ini Indonesia belum siap untuk mensejajarkan kemampuan perguruan tinggi seluruhnya dalam track persaingan menjadi PTN BH. Akan sangat berat bagi perguruan tinggi negeri maupun swasta di daerah untuk berjalan sendiri tanpa dukungan pemerintah. Terlebih ke depannya, suasana pendidikan akan kental sekali dengan kondisi bisnis jika kebijakan ini berhasil diluncurkan dalam waktu dekat. Menjadikan pendidikan sebagai komoditas ekonomi yang diperjual-belikan, bukan lagi sebagai layanan yang difasilitasi oleh negara, padahal salah satu tujuan didirikannya Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebaliknya dengan kemerdekaan seperti ini, membuka keran sebesar-besarnya bagi para kapitalis untuk menyetir pendidikan generasi sesuai dengan kehendak mereka, yakni yang terampil dan mencukupkan diri sebagai buruh industri yang hasil pemikirannya akan terbelenggu pada permintaan-permintaan korporasi begitu juga dengan penelitian-penelitiannya. Kreativitas hanya dinilai berdasarkan ekonomi semata, bukan besar-kecilnya kebermanfaatan untuk masyarakat sekitarnya. Sangat mengkhawatirkan.
Poin yang terakhir dari program ini terasa menggenapi kemerdekaan pihak yang disebut-sebut akan paling diuntungkan dari sini. Setiap institusi perguruan tinggi akan dipermudah pula dengan mekanisme akreditasi yang baru. Tidak lagi dalam jangka 5 tahunan, akreditasi nantinya hanya akan mengalami siklus 2 tahunan dengan kemudahan proses dan persyaratan yang belum pernah diterapkan sebelumya. Adapun universitas yang telah mendapat akreditasi secara internasional, mereka tidak berkewajiban untuk mengurus akreditasi nasional kembali.
Bagi kementrian, jika lembaga akreditasi internasional sudah meng-approved secara otomatis seharusnya universitas tersebut telah memenuhi syarat-syarat nasional. Ini sejalan dengan arahan World Class University yang berkali-kali digagas dalam MDGs dan SDGs kesepakatan internasional yang ditandatangani pemerintah Indonesia. Bahkan dirasa sudah jatuh tempo sehingga pemerintah sangat antusias untuk menjalan program yang baru digagas ini.
Kembali lagi kita menyaksikan bahwa kepentingan umum diserahkan kepada pengurusan ala kapitalis. Kita sangat paham bahwa setiap pelaku bisnis dalam menjalankan apapun usahanya, hanya akan berorientasi pada untung dan rugi secara materi. Pendidikan seharusnya diluar dari lingkaran setan ini, sebab pendidikan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi negara sebagai pengurus dan penanggung jawab terhadap generasi. Alih-alih mencetak pemuda pemudi yang berbakti bagi kebaikan dan masa depan negeri.
Dengan paradigma kapitalis seperti ini, manusia hanya diperlakukan sebagai budak industri yang belajar dan bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Mereka tak peduli pembentukan moral, karakter dan ketakwaan yang menjadi dasar dibangunnya sebuah peradaban yang gemilang, sebagaimana masa kekhilafahan Abbasiyyah yang gemilang. Bila sudah begini, semakin jelas arah pendidikan Indonesia ini akan dibawa ke mana di masa depan. Dan itu sungguh mengkhawatirkan. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
*Penulis adalah aktivis mahasiswa
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!