Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Maret 2020 01:23 wib
3.794 views
Rajab, Wahana Mencetak The Next Sholahuddin al Ayyubiy
Oleh:
Ainul Mizan
Guru tinggal di Malang, Jawa Timur
PERANG Hittin yang terjadi pada bulan Rajab, telah menandai berakhirnya pendudukan Pasukan Salib terhadap al Quds. Sholahuddin al Ayyubiy telah berhasil membebaskan al Quds, termasuk di dalamnya adalah Baitul Maqdis, al Aqsha. Sekitar 100 tahun, al Aqsha telah dikangkangi oleh Pasukan Salib kafir. Artinya selama itu pula tidak terdengar seruan adzan dari al Aqsha. Kini di jaman pemerintahan Sholahuddin, al Aqsha telah mengumandangkan seruan adzan kembali. Inilah pembebasan kedua setelah Khalifah Umar ibnul Khoththob ra membebaskan al Quds.
Al Aqsha di Bawah Kendali Zionis Israel
Penjagaan terhadap al Quds, termasuk di dalamnya al Aqsha terus dilakukan oleh kaum muslimin. Keberadaan Khalifah di tengah –tengah umat Islam, menjadi penjaga tanah al Quds. Hingga suatu saat ketika Khilafah Utsmaniyyah mengalami kemunduran, hingga disebut sebagai The Sick Man of Eurupe. Utang Khilafah Utsmaniyyah yang begitu besar sebagai akibat kekalahan pada perang dunia pertama.
Theodore Hertzel seorang pendiri gerakan Zionis dengan beraninya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Di depan Sultan Abdul Hamid II, Hertzel menjanjikan akan melunasi semua utang Utsmaniy. Adapun syarat yang dikemukakannya adalah Sultan Abdul Hamid II menyerahkan tanah Palestina termasuk al Quds kepada bangsa Israel. Mendengar celotehan dedengkot Zionis ini, Sultan Abdul Hamid II marah sambil berkata dengan tegas bahwa tanah Palestina itu milik umat Islam, bukan milik beliau. Sultan Abdul Hamid II menekankan bahwa zionis Israel akan bisa menguasai tanah Palestina tatkala Khilafah Utsmaniyah telah runtuh. Demikianlah penjagaan Khilafah terhadap tanah kaum muslimin, Palestina, walaupun dalam kondisinya yang paling lemah.
Pada 3 Maret 1924 M atau bertepatan dengan 28 Rajab 1342 H, Khilafah Utsmaniy runtuh. Konspirasi licik dari dalam yaitu lewat Mustafa Kemal Pasha laknatulloh yang bekerjasama dengan Inggris., termasuk Perancis di dalamnya, merupakan penyebab keruntuhan Khilafah. Di samping itu lemahnya pemahaman Islam kaum muslimin yang berimbas kepada buruknya penerapan Islam oleh Khilafah juga memberikan andil bagi runtuhnya Khilafah.
Pasca runtuhnya Khilafah, Zionis Israel pun mendapat angin segar guna menduduki tanah Palestina. Mulai tahun 1948 M, Israel menduduki tanah Palestina. Di tanah Palestina, khususnya di al Quds, Israel melakukan perusakan demi perusakan, termasuk melakukan penumpahan darah. Masjid al Aqsha hingga hari ini masih terbelenggu oleh penjajahan Israel, bangsa terlaknat. Al Aqsha terus memanggil kaum muslimin untuk membebaskannya.
Panggilan – panggilan al Aqsha tersebut seolah tidak terdengar para penguasa kaum muslimin saat ini. Mereka mempunyai mata,tapi tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga tapi tidak bisa mendengar. Bahkan mereka mempunyai hati dan akal, tapi mereka tidak bisa memahami. Alih –alih menjawab panggilan al Aqsha, justru para penguasa kaum muslimin melemparkan pernyataan – pernyataan yang mengungkapkan jati diri mereka. Di antara pernyataan tersebut adalah bahwa masalah pembantaian kaum muslimin di al Quds oleh Israel itu adalah masalah dalam negeri Palestina. Itu adalah masalah warga Negara Palestina. Masing – masing Negara punya masalah sendiri – sendiri. Tentu bijaksana tidak mencampuri urusan dalam negeri orang lain, menurut mereka. Oleh karena itu, para penguasa ini tidak akan menurunkan pasukan militer guna mengusir Israel dari Palestina. Mereka hanya bisa mengecam. Mereka hanya bisa berkoar –koar akan kemanusiaan di forum – forum internasional tanpa berani mengambil langkah maju yang menunjukkan mereka adalah ‘lelaki’ walaupun cuma sehari. Mereka terbelenggu oleh nasionalisme sempit. Para penguasa itu lebih ta’at kepada majikannya yakni para penjajah baik dari IMF, Bank Dunia, maupun PBB. PBB pun hanya bisa mengecam.
Adapun panggilan – panggilan al Aqsha itu bagi kaum muslimin di dunia Islam, sangatlah membekas. Kaum muslimin hari ini seperti anak ayam kehilangan induknya. Induknya yang sudah diabolish pada tahun 1924 M jauh dari mata mereka. Kaum muslimin hanya bisa melakukan aksi – aksi solidaritas kemanusiaan. Mereka mengumpulkan bantuan kemanusiaan, berupa makanan, minuman, pakaian, dan obat – obatan. Mereka sadar sekali bahwa untuk membebaskan al – Aqsha termasuk membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman Zionis Israel membutuhkan persenjataan dan tentara. Sekali lagi kaum muslimin itu sadar bahwa para penguasa di negeri – negeri mereka adalah mandul. Kaum muslimin tidak bisa lagi mengharapkan kepada para penguasanya tersebut.
Akhirnya kaum muslimin merindukan sosok – sosok pahlawan Islam. Mereka merindukan hadirnya kembali Sholahuddin al Ayyubiy rahimahullah guna membebaskan al Quds dan al Aqsha untuk yang kedua kalinya. Kaum muslimin memanggil dan terus memanggil. “Wahai Sholahuddin…, dimana kau? Wahai Sholahuddin……., dimana kau? Kami minta tolong kepadamu. Bebaskanlah al Quds…., Bebaskanlah al Aqsha…dari tangan – tangan najis bangsa terlaknat, Israel”. Seruan –seruan ini diulang –ulang dalam berbagai forum dan kesempatan. Akan tetapi apalah daya. Seruan minta tolong kepada Sholahuddin Al Ayyubiy bagai gayung yang tidak bersambut. Benar…, bahwa berjuta kali pun mereka memanggil Sholahuddin al Ayyubiy agar bangun kembali dari kuburnya tidak pernah mendapat jawaban. Subhanallah…..kehinaan apa yang dialami oleh kaum muslimin sekarang ini. Bagaimana mungkin pihak yang masih hidup harus meminta pertolongan kepada pihak yang sudah meninggal dunia. Pahlawan Islam, Sholahuddin al Ayyubiy sudah pergi menghadap Ilahi Rabbul alamin. Sholahuddin al Ayyubiy tidak akan mungkin hidup lagi.
Sebenarnya untuk membebaskan tanah Palestina termasuk al Quds dan al Aqsha, tentu membutuhkan sosok – sosok yang memiliki kecintaan kepada Islam dan jiwa pengorbanan layaknya Sholahuddin al Ayyubiy. Untuk membebaskan dunia Islam hari ini dari belenggu penjajahan Kapitalisme yang dimotori oleh Amerika Serikat dan Komunisme yang dimotori oleh China, tidaklah dengan mengharapkan para pahlawan Islam seperti Sholahuddin al Ayyubiy, Nuruddin Zanki, Muhammad al Fatih, Thariq bin Ziyad, Muhammad bin al Qasim ats Tsaqafi, Mudhoffar Syaifuddin Qutuz dan lainnya, agar mereka semua hidup kembali dari kematiannya.
Melahirkan Sholahuddin al Ayyubiy Baru
Mengharapkan sosok Sholahuddin al Ayyubiy hadir kembali tentu maknanya bukanlah mengharapkan beliau bangun dari kuburnya. Mengharapkan kehadiran sosok Sholahuddin bukan bermakna harus memberikan nama bagi bayi yang lahir dengan nama Sholahuddin al Ayyubiy.
Sesungguhnya karakter- karakter dari Sholahuddin al Ayyubiy itu harus dimiliki oleh generasi kaum muslimin. Keimanan yang kuat kepada Allah SWT dan RasulNya, keta’atan yang tinggi, berani membela yang haq, dan mencintai jihad di jalan Allah SWT, ini beberapa contoh karakter seorang pahlawan Islam. Pembentukan karakter sedemikian membutuhkan tarbiyah atau pendidikan yang bersifat robbaniy yang berorientasi kepada lahirnya generasi Islam yang hanya memberikan pengabdian hidupnya untuk Islam dan kaum muslimin.
Kaum muslimin adalah kaum dan umat yang berlandaskan aqidah Islam. Selama Aqidah Islam itu masih ada di tengah kaum muslimin, selama itu pula, mereka akan mampu mencetak generasi para pahlawan Islam.
Bercermin kepada Sultan Murad II yang mampu mencetak sosok Muhammad al Fatih. Pemberian pendidikan terbaik dengan guru terbaik. Pendidikan terbaik di sini adalah pendidikan Islam. Pendidikan Islam yang memadukan antara pembentukan kepribadian Islami, penguasaan Tsaqafah dan ilmu – ilmu yang dibutuhkan dalam hidup. Syaikh Aaq Syamsuddin, sosok guru mumpuni, waro’ dan memberikan keteladanan. Di bawah bimbingan seorang guru yang demikian, akan mampu memberikan motivasi bagi peserta didiknya untuk senantiasa memberikan yang terbaik bagi kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Ditanamkan di dalam jiwa anak bahwa dialah yang akan menjadi pahlawan Islam, yang akan membebaskan Masjid al Aqsha yang mulia dari tangan najis Israel. Di samping itu, kepercayaan yang utuh dari orang tua kepada guru akan berpengaruh besar dalam proses pembentukan karakter anak didik menjadi sosok pejuang yang ikhlas dan tangguh.
Yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan sistem kehidupan yang baik bagi tumbuh kembangnya anak didik. Patut untuk selalu disadari bahwa lahirnya sosok – sosok fenomenal pahlawan Islam tersebut berada di dalam kehidupan yang Islami. Kehidupan yang di dalamnya diterapkan hukum Islam dengan paripurna. Sistem kehidupan Islam ini ibarat sebuah pabrik yang senantiasa siap mencetak generasi – generasi pahlawan Islam.
Sistem pendidikan terbaik, guru terbaik, dan kepercayaan orang tua layaknya mesin – mesinnya. Oleh karena itu, kaum muslimin harus bahu membahu mewujudkan sebuah proyek super agung yakni sebuah entitas pemerintahan yang menjadikan Syariat Islam sebagai aturan main dalam mengatur semua bidang kehidupan. Tentunya kita merindukan masa – masa keKhilafahan Islam yang mengutir tinta emas kegemilangan sebuah sejarah peradaban manusia. Maka mari menjadikan semangat Rajab ini untuk melahirkan The Next Sholahuddin al Ayyubiy.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!