Jum'at, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 3 April 2020 09:46 wib
4.181 views
Ngotot Bangun Ibu Kota Baru, untuk Siapa?
Oleh:
Devita Deandra
DI TENGAH wabah virus corona pemerintah ternyata tetap ngotot mau bangun Ibu Kota Baru. Sementara ada hal yang seharusnya lebih di dahulukan di banding harus pindah Ibu Kota. Jikalau memang pemerintah atau negara Indonesia saat ini mampu untuk membiayai pembangunan Ibu Kota, namun kenapa ketika menghadapi wabah pemerintah justru meminta sumbangan kepada rakyat? dengan rencana pemerintah membuka rekening khusus.
Hal ini pun mendapat perhatian dari Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy yang menganggap aneh rencana pemerintah membuka rekening khusus untuk menampung donasi dari pelaku usaha guna membantu penanganan wabah virus corona.
Langkah ini seolah menjadi bukti pemerintah gagap dalam penanganan Corona," kata Aboe, Jumat (27/3/20). Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu menilai pemerintah bekerja seperti lembaga sosial atau non-goverment organization (NGO) yang membuka donasi dari masyarkat. Padahal, kata dia, selama ini pemerintah atas nama negara sudah memungut cukai dan pajak dari masyarakat. Aboe juga menilai keanehan lain adalah pemerintah yang masih ngotot untuk memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur."Tentu ini mengundang tanya bagi rakyat, kenapa anggaran untuk pindah ibu kota ada, sedangkan untuk penanganan wabah corona harus saweran dari rakyat," ujarnya. Anggota Komisi III DPR itu menuturkan tentu hal ini membuat spekulasi buruk bagi rakyat, seolah pemindahan ibu kota dianggap lebih penting dari keselamatan warga. Dilansir dari Detik.com
Pemerintah pun tidak dapat memberi alasan yang mampu di terima publik. Terkait pembangunan (IKN) di tengah wabah virus corona, sedangkan rakyat saat ini sangat butuh kepedulian pemerintah dalam menghadapi kemungkinan terburuk wabah ini, termasuk dalam masalah ekonomi. Jadi terang saja kita rakyat pun bertanya-tanya sebenarnya pembangunan Ibu Kota Baru ini untuk siapa dan untuk kepentingan siapa? jelas pembangunan tersebut tidak ada hubungannya dengan apa yang seharusnya pemerintah lakukan saat ini.
Lantas mengapa Pemerintah begitu ngotot? Alih-alih berpikir keras menuntaskan berbagai problem yang sudah ada, malah sibuk dengan proyek-proyek pembangunan mercusuar yang manfaatnya hanya dirasakan oleh segelincir orang saja, yakni para pengusaha dan para pemilik modal. Tidak heran memang dalam sistem kapitalis negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, bagi para pemilik modal. Meskipun sebenarnya ada yang harus di prioritaskan, namun negara dalam sistem ini hanya memprioritaskan kepentingan para kapitalis dan membuat kebijakan pun sesuai pesanan mereka. Pemerintah yang seharusnya mengurus dan mengatur rakyat, dan memenuhi semua hajat hidupnya. Tapi sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia mengharuskan Negara berlepas tangan dalam mengatur hajat hidup rakyatnya.
Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator, yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha. Negara berperan mencegah agar tidak terjadi konflik antara rakyat dan pengusaha. Tapi faktanya, yang dimaksud mencegah konflik itu adalah dengan cara negara lebih mengedepankan kepentingan pengusaha (kapitalis/pemilik modal) daripada kepentingan rakyat.
Jelas sangat berbeda dengan negara yang di atur oleh sistem Islam. Di mana negara berkewajiban penuh dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk keamanan dan juga pemeliharaan dari seorang pemimpin negara (khalifah). Kebijakan pun di ambil bukan berdasarkan kepentingan dan hawa nafsu khalifah, apalagi dengan hitungan untung rugi. Namun kebijakan di ambil untuk kemaslahatan umat. Termasuk dalam memprioritaskan apa yang menjadi kebutuhan mendasar saat ini, bukan kebutuhan para kapitalis.
Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan sebagai raa’in (pengurus). Islam perintahkan negara melalui pemimpinnya untuk bertanggung jawab penuh menjamin maslahat umum. Negara bukan sebagai regulator, melainkan peri’ayah (raa’in) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya, sebagaimana sabda Rasul saw.: “Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Islam memiliki kekhasan dalam sistem politiknya yang mengharuskan negara untuk menjalankan pengaturan urusan umat dengan aturan-aturan Islam, baik di dalam maupun luar negeri (ri’ayah syu’un al-ummah dakhiliy[an] wa kharijiy[an] bi al-ahkam al-islamiyyah).
Pemerintah/negara merupakan lembaga yang mengatur urusan rakyat secara praktis (‘amali). Penguasa yang menjalankan roda pemerintahan dituntut untuk benar-benar mengurus dan memenuhi semua kebutuhan rakyat. Dalam sistem Islam, negara didesain sebagai raa’in, sehingga siapa pun yang terpilih menjadi penguasa/pemimpin, maka dipastikan ia adalah pemimpin yang amanah dan adil, yang akan menghabiskan seluruh waktunya untuk mengatur hajat hidup rakyatnya.
Maka jelaslah seorang pemimpin yang menjalankan kewajiban dan fungsinya secara benar hanya akan lahir dari sistem yang benar pula, yakni sistem Islam yang di terapkan secara Kaffah dalam segala aspek kehidupan. Wallahu A'lam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!