Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 8 April 2020 09:10 wib
4.231 views
Rencana Pindah Ibu Kota di Tengah Wabah, untuk Siapa?
Oleh:
Herini Ridianah, S.Pd
Pemerhati Sosial dan Pendidikan
MIRIS! Di tengah situasi darurat wabah Covid-19 yang merajalela, pemerintah justru bersikeras melanjutkan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) tanpa alasan yang bisa diterima publik. Pak Luhut mengungkapkan bahwa sudah hampir 30 perusahaan besar yang ingin berpartisipasi untuk membangun ibu kota. Puluhan investor itu berasal dari dalam dan luar negeri serta berbagai bidang usaha, mulai dari listrik hingga kendaraan. Mulai dari perusahaan investor dari Amerika, Jepang, Abu Dhabi (UEA), Singapura, dsb.(www.wartaekonomi.co.id).
Sejak tahun lalu, yaitu tanggal 26 Agustus 2019 pemerintah mengumumkan secara resmi lokasi pindah Ibu Kota Negara adalah di Pulau Kalimantan. Tepatnya Kalimantan Timur di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kerta Negara (KuKar). Meski sejuta tanya di benak para ahli atas pemilihan wilayah ini, namun pemerintah tetap ingin memuluskan rencananya. Lalu untuk kepentingan siapa rencana IKN baru ini?
Disaat kondisi keuangan negara morat-marit, utang luar negeri yang terus meroket, rupiah yang makin melemah, teror Corona yang mewabah, ekonomi yang makin sempit, rasanya sulit bagi rakyat untuk bisa memahami kehendak pemerintah. Terlebih dana yang dibutuhkan untuk pindah IKN sekitar 466 triliun rupiah (CNBCIndonesia.com).. Berdasarkan catatan Bisnis, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menganggarkan dana Rp2 triliun pada APBN 2020 untuk persiapan Ibu Kota Negara. Namun, pemerintah melalui APBN secara total hanya akan menanggung Rp89,4 triliun atau 19,2 persen. Sisanya akan dipenuhi swasta, termasuk BUMN. Sungguh jumlah yang sangat berarti jika direalokasikan untuk menangani wabah Corona.
Terang saja, rencana pemerintah ini ditentang oleh banyak kalangan. Ekonom Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Eric Sugandi menilai pemerintah sebaiknya menunda atau bahkan menghentikan proyek infrastruktur di tingkat nasional dan daerah dalam waktu dekat."Termasuk proyek yang berkaitan dengan pemindahan Ibu Kota Negara. Ini bukan proyek urgent sehingga dananya lebih baik dialihkan untuk penanganan wabah Covid-19 yang butuh biaya 405 T," katanya ketika dihubungi Bisnis.com, Minggu (5/4/2020).
Tokoh Muhammadiyah sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, mendesak pemerintah batalkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja di tengah darurat virus corona (Covid-19) saat ini. Dia juga meminta agar rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dibatalkan karena dinilainya tak lagi mendesak bahkan menghambur-hamburkan uang negara.(CNNIndonesia, 7/04/2020).
Pun dengan Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Hasby menganggap aneh keputusan pemerintah tersebut ( detik.com, 27/03/2020). Aneh mengapa dana untuk pemindahan ibu kota negara tersedia. Sedangkan dana untuk penanganan wabah corona, pemerintah bekerja seperti lembaga sosial atau non-goverment organization (NGO) yang membuka donasi dari masyarakat. Padahal selama ini pemerintah atas nama negara telah memungut cukai dan pajak dari masyarakat.
Alangkah sungguh bijak jika pemerintah mau berbaik hati mencurahkan perhatiannya dengan serius untuk memulihkan kondisi ekonomi dan kesehatan rakyat yang semakin terancam. CNN Indonesia menyebutkan bahwa jumlah pasien yang positif terinfeksi Virus Corona di Indonesia per 7 April 2020 jadi 2.738 orang. Dari jumlah itu, 221 orang di antaranya meninggal dunia dan 204 pasien dinyatakan sembuh.
Juru Bicara pemerintah khusus penanganan virus corona Achmad Yurianto mengumumkan ada penambahan 247 kasus dibandingkan hari sebelumnya. Mengerikan! Entah sampai kapan kondisi ini berakhir. Baru 3 minggu saja lockdown, sudah mampu memukul perekonomian rakyat kecil. Banyak yang kesulitan sekedar bertahan hidup memenuhi kebutuhan mendasarnya. Di satu sisi ada bantuan langsung tunai yang dikucurkan untuk sebagian masyarakat, di sisi lain ada rencana potong gaji, THR dan gaji ke-13 bagi para ASN, termasuk guru dengan ekonomi pas-passan. Padahal semua itu tak perlu dilakukan jika dana pemindahan ibu kota negara direalokasikan untuk penanganan wabah Corona Namun pemerintah ogah melakukannya..
Seharusnya pemerintah menjadikan rakyat sebagai prioritas utama. Namun nyatanya rakyat harus menelan pil pahit kebijakan. Pemerintah justru lebih berpihak pada kepentingan pengusaha dan asing daripada mayoritas rakyat kecil. Sungguh kebijakan yang salah prioritas dan menyakiti rakyat. Pindah ibu kota negara jelas bukan masalah sederhana. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan politik. Terlebih posisi Kalimantan yang merupakan paru-paru dunia. Tentu akan banyak dampak ikutan dari rencana ini.
Semua kebijakan ini lahir dari paradigma ekonomi kapitalistik yang lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal dibandingkan rakyat kebanyakan. Berbeda dengan sistem ekonomi islam.
Pandangan Islam
Islam mewajibkan negara untuk menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sebagai prioritas utama. Dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan soal kepemilikan kekayaan memang menjadi hal yang mendasar. Islam menetapkan, seluruh sumber daya alam yang depositnya melimpah adalah milik rakyat. Demikian pula sumber-sumber kekayaan berupa air, energi dan hutan. Sehingga tak diperkenankan pihak manapun menguasainya, sekalipun atas izin negara. Bahkan negara diharamkan membuka celah ketergantungan pada asing, dengan alasan apapun.
Pemimpin dalam Islam senantiasa dituntut untuk amanah karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Manakala mereka lalai atau khianat, maka mereka diancam dengan hukuman yang berat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya membawa dia kepada kehancuran.” (HR. Tirmidzi)
“Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum Muslimin dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat…” (Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim). Wallaahu a’lam bi ash-shawwab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!