Selasa, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 14 April 2020 06:22 wib
4.126 views
Pembebasan Napi, Logika Sesat di Tengah Pandemi Corona
Oleh:
Italismaya, Ibu Rumah Tangga
BANYAK yang mengira kalau kabar tentang pembebasan 30.000 napi itu cuma isapan jempol belaka, atau kebijakan asal bunyi dari pejabat negeri kita. Karena memang seperti itu, banyak pejabat yang asal bunyi kalau ditanya tentang tanggapan atau kebijakan apa yang di ambil dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di negeri ini. Ternyata kabar ini benar adanya, Sudah ada KEPMENnya dan sudah benar-benar terlaksana.
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Corona. Ditambah lagi fakta kalau sudah banyak napi yang mendapat asimiasi dan integrasi dari kebijakan ini telah keluar dari jeruji besi. ”Hingga saat ini yang keluar dan bebas 30.432. Melalui asimilasi 22.412 dan integrasi 8.020 Narapidana dan Anak," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (4/4).
Kalau dilihat angka banyak juga ya yang mendapat berkah dari wabah covid-19 ini. Ditengah derita covid-19 ada yang tersenyum bahagia. Mereka yang bisa menghirup udara kebebasan sebelum masa tahanan mereka habis. Meskipun memang ada syarat dan ketentuan yang harus terpenuhi.
Penanggulangan covid-19 menjadi alasan utama pemberian asimilasi dan integritas bagi para napi. Pasalnya karena banyak lapas yang kapasitasnya sudah overload atau melebihi daya tampung. Sehingga ditakutkan lapas menjadi tempat paling mudah dalam penyebaran covid-19. Selain itu ada alasan lain yang mungkin ikut juga melatarbelakangi di ambilnya kebijakan ini, dimana pembebasan napi tersebut bisa menghemat pengeluaran Negara sebesar 260 Milyar.
Wabah, Over Kapasitas dan Penghematan Biaya
Tidak kita sangka sebelumnya, wabah covid-19 pun kini menghantui seluruh warga Negara kita. Bahkan lebih menakutkan dari pocong dan kuntilanak. Padahal sebelumnya dengan jumawa, kepedean, dan lucu-lucuan, ada pejabat yang mengatakan virus ini tidak akan masuk Indonesia karena rakyat indonesia suka minum jamu. Virus ini tidak cocok di iklim tropis. Virus ini tidak akan masuk Indonesia karena izinnya susah, dan banyak komentar lainnya yang membuat kita terlena. Giliran virus ini sudah ada didepan mata, kita kelabakan mengambil kebijakan.
Jika ada suatu wilayah terkena wabah, maka wilayah tersebut harus dikarantina. Sebagaimana dulu pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Ra. Beliau memutuskan menunda menggunjungi Syam yang saat itu sedang terkena wabah kolera. Dengan berpegang pada sabda Rasulullah SAW "Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kelian meninggalkan tempat itu," (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Saat wabah Covid-19 ini pertama kali telah melanda wilayah China, harusnya Negara kita sudah mengambil langkah membatasi WNA yang masuk ke Negara kita,terutama yang berasal dari China dengan menutup penerbangan dari dan ke China. Tapi apa coba yang ada, Negara kita masih membuka pintunya menerima turis dari China. Sekarang kita cuma bisa berkata nasi sudah menjadi bubur, tindakan pencegahan sudah kita kesampingkan, maka kita bersama harus menerima akibatnya. Atau kalau sampai sekarang para WNA yang tidak jelas kesehatanya itu masih banyak yang dengan leluasa keluar masuk ke Negara kita, mungkin bisadibilang ini sudah kebangetan dan keterlaluan.
Maka ketika sekarang ada salah satu wilayah atau beberapa wilayah di Negara kita yang sudah terkena virus Covid-19, maka wilayah inilah yang harus mendapat perhatian khusus, pemeriksaan tiap warganya, karantina wilayahnya dan cukupilah kebutuhnya. Jadi kalau kita ambil kebijakan penaggulangan covid-19 dengan pembebasan 30.000 ribu napi, itu termasuk kebijakan yang kurang tepat. Andaikata tidak ada orang luar yang terkena covid-19 itu masuk ke lapas, kenapa harus takut para napi terpapar Covid-19.
Over Kapasitas dan Penghematan Biaya. Kalau bicara kapasitas lapas di Indonesia yang overload atau melebihi kapasitas, saya kok jadi bertanya-tanya. Apa yang salah dengan negeriku?? Sampai menekan jumlah pelaku kriminal saja tidak bisa. Bukankah kita sudah punya Undang-Undang yang komplit, punya aparat penegak hukum dan mempunyai lapas sebagai wadah membina para napi??
Pasti ada yang salah dengan semua ini. Apakah Undang-undang yang ada tidak dijalankan? Apakah aparat penegak hukum yang tidak bekerja secara maksimal? Apa karena dalam lapas tidak ada unsur pembinaan? Atau memang karena Undang-Undang dan sistem yang ada sekarang memang penuh kelemahan?
Dari hemat saya sih, memang ada yang lemah di perundang-undangan kita. Ya maklumlah, Undang-undang kita khan buatan manusia juga. Penuh tambal sulam, sering dirubah sesuai pesanan dan kepentingan. Kalau mau masalah napi yang over kapasitas dan menghabiskan beban uang Negara yang cukup besar ini bisa teratasi, cocoknya ya pakai saja hukum yang sudah Allah tetapkan untuk para pelaku kejahatan. Ada sistem sanksi dalam Islam yang mempunyai dua tujuan yaitu mencegah tindak kejahatan dan sebagai penebus atas dosa yang dilakukan.
Jadi penjara gak akan penuh sesak seperti sekarang. Para pelaku kejahatan tidak akan berulah lagi setelah mereka mendapat hukuman dan tak perlu anggaran besar untuk mereka para pelaku kejahatan. Jadi kita juga bisa ambil solusi Islam agar masalah napi ini bisa teratasi. Emang aku ini lebih percaya dengan solusi Islam, solusi Islam dalam mengatasi wabah, solusi Islam dalam mencegah pelaku kejahatan, solusi Islam dalam menghukum pelaku kejahatan atau kriminal dan solusi Islam dalam mengatasi semua masalah negeri ini. Kataku sih, Islam is The best. Karena Aturan Islam berasal dari Sang Pencipta jagad raya, Dzat yang paling tahu tentang semua ciptaan-Nya. Wallaahu a'lam bi shawaab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!