Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Agutus 2009 14:31 wib
11.030 views
Tanya Jawab Seputar Ramadhan (3)
Bagaimana hukum berpuasa bagi wanita haid atau nifas?
Para ulama telah sepakat bahwa kedua wanita tersebut haram berpuasa. Mereka wajib berbuka dan qadha. Jika mereka berpuasa juga, maka puasanya tidak sah. Aisyah ra. Berkata: “Dulu kami haid di zaman Rasulullah (saw). Maka kami diperintahkan mengqadha shaum dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Haruskah qadha puasa dilakukan sebelum datang Ramadhan berikutnya?
Tidak. Qadha Ramadhan tidak mesti datang sebelum datang Ramadhan berikutnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim, bahwa Aisyah ra mengqadha shaum Ramadhan di bulan Sya’ban. Ada juga ulama yang berpendapat tidak boleh melampaui Ramadhan berikutnya. Bagaimana pun tentu saja yang lebih baik adalah menyegerakannya.
Bolehkah ibu-ibu yang sedang mencicipi masakannya pada saat ia berpuasa, kemudian memuntahkannya?
Jika memang itu dibutuhkan, tidak ada salahnya. Abdullah bin Abbas berkata, “Tidak ada salahnya mencicipi makanan yang halal dan mencicipi sesuatu yang akan dibeli.”
Bagaimana adab shaum Ramadhan yang diajarkan Islam?
Adab shaum Ramadhan yang diajarkan Rasulullah (saw) diantaranya, pertama makan sahur. Rasulullah (saw) bersabda: “Makan sahurlah kalian, sebab pada makan sahur itu ada barakah.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Kedua, menyegerakan berbuka. Rasulullah (saw) bersabda: “Manusia tetap berada dalam kebaikan apabila ia menyegerakan berbuka puasa.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Ketiga, berdoa ketika berpuasa di saat berbuka. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan At Turmudzi disebutkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda, “Ada tiga orang yang doanya tidak akan ditolak: orang yang puasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang teraniaya.”
Keempat, menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak nilai ibadah shaum. Banyak hadits yang memperingatkan kita agar menghindari hal-hal yang bisa mengurangi nilai shaum. Rasulullah (saw) bersabda, “Puasa itu bukanlah dari makan dan minum (saja). Akan tetapi (juga) dari perbuatan sia-sia dan kotor. Jika seseorang memakimu atau berbuat bodoh kepadamu, maka katakanlah aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa.” (HR.Ibnu Huzalimah dan Ibnu Hibban)
Kelima, bersikap pemurah. Hal ini tentu saja dianjurkan di segala waktu. Akan tetapi di bulan Ramadhan lebih ditekankan lagi.
Keenam, bersungguh-sungguh dalam ibadah pada sepuluh hari terakhir.
Ada sementara orang yang memaksa anaknya yang masih kecil untuk berpuasa, dengan alasan untuk mendidiknya. Bagaimana sebenarnya?
Yang wajib menjalankan shaum adalah muslim yang berakal, baligh, sehat, dan muqim (tidak dalam safar). Jika ia perempuan, maka ditambah dengan bersih dari haid dan nifas. Jadi anak kecil tidak terkena kewajiban shaum. Namun tidak ada salahnya kita melatihnya untuk berpuasa agar terbiasa. Hal yang harus diperhatikan adalah kemampuan si anak. Jangan paksakan mereka tetap berpuasa kalau mereka tidak kuat. Latihan yang baik tentu saja latihan yang bertahap. Kebiasaan melatih anak-anak untuk berpuasa juga dilakukan oleh para sahabat. Diriwayatkan: Dari Rubayyi binti Mu’awwadz, berkata: Rasulullah (saw) mengutus pada pagi hari ‘Asyura seseorang ke perkampungan Anshar (untuk menyampaikan), “Barangsiapa berpuasa dari pagi, maka hendaklah ia melanjutkan puasanya. Dan barangsiapa yang tidak berpuasa maka hendaklah ia berpuasa pada sisi harinya.” Maka setelah itu kami selalu berpuasa (pada hari ‘Asyura) dan menyuruh anak-anak kami yang kecil untuk berpuasa.” (HR.Bukhari dan Muslim).
foto : budikurniawans.files.wordpress.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!