Sabtu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 19 September 2015 13:35 wib
11.587 views
Ulama pun Ikut Berperang, dan Penjara adalah Tempat Rekreasinya
JAKARTA (voa-islam.com)- Ihsam Qasim Salihi dari Irak dalam ceritanya memberitahukan bahwa ketidaksetujuan ulama terhadap politik, karena tidak adanya keadilan dan keimanan kepada Allah SWT merupakan hal biasa. Sekalipun ulama itu dibuang atau diasingkan oleh pemimpin yang zalim, tidak akan membuat para ulama menyerah memperjuangkan misinya, yaitu menegakkan tauhid.
Said Nursi, atau lebih dikenal dengan ‘Badiuzzaman’ Said Nursi adalah ulama yang hidup pada zaman di Turki. Badiuzzaman sendiri memiliki arti ‘Sang Kejaiban Zaman’. Dan Said Nursi merupakan salah satu ulama yang hidup pada zaman di mana perpolitikan pada saat itu manusia melihat materi adalah segalanya dalam hidup. Namun demikian, melimpahnya materi ternyata tidak mampu membuat manusia memiliki kenikmatan tersendiri di dunia.
Ihsam Qasim yang mencoba mengurai kitab Said Nursi yang cukup terkenal yaitu Rasaa’ilun Nur, menyatakan bahwa karya fenomenal klasik dari Said Nursi hingga saat ini masih relevan bila dijadikan sebuah rujukan untuk perpolitikan di manapun.
Ihsam yang turun andil dalam mengkaji perjalanan Said Nursi ini juga menyatakan bahwa pada saat Rusia menyerang Turki saat itu, Said ikut membela dengan berperang pula. Hal ini karena diawali pada tahun 1923 di mana Negara Turki berdiri.
Melalui penolakannya terhadap penyerangan Rusia, juga terhadap kepemimpinanTurki pada tahun tersebut, Said Nursi pun diasingkan atau dibuang ke daerah yang jauh dan terpencil dari kota. Dan selama 25 tahun Said Nursi menikmati pengasingannya yang dilakukan oleh pemerintah pada saat itu.
Dalam pengasingan itu, Said Nursi pun tidak serta merta kehabisan akal untuk memperjuangkan nilai-nilai tauhid di tengah masyarakat Turki, termasuk di lingkungan tempatnya penjara. Melalui tulisan dan kebijkasanaannya terhadap sesame, Said Nursi justru memperoleh kemudahan dalam menyebar pengaruhnya melalui keilmuan agamanya yang mumpuni. Dan hasil tulisan itu pun dibagikan oleh pengikut atau murid-muridnya ke penjuru daerah tempatnya di penjara.
Salah satu dalam tulisannya Said Nursi misalnya sajas disebutkan bahwa ia bersyukur atas diasingkannya ke jauh dari kota dan tiba di daerah terpencil. “Justru belai bersyukur atas dibuangnya ke tempat terpencil. Karena dari sanalah ia mempunyai banyak waktu dan mampu membuat tulisan yang dijadikan buku,” kata Ihsam Salih Salihi yang diterjemahkan oleh moderator beberapa waktu lalu di universitas Paramadina, Jakarta.
Selain itu, ia menyebut bahwa Said Nursi di dalam tercipta bukunya bukan saja untuk orang-orang Islam, melainkan ia menghimbau agar orang non muslim pun diharapkan membacanya. Karena Said Nursi menganggap apa yang dihasilkan olehnya bukianlah semata-mata dari dirinya, melainkan ini adalah hasil atau karya Allah SWT. Namun demikian, Nursi tidak dapat memaksakan orang-oranguntuk tertarik atau membacanya.
“Silahkan jadi apa saja dirimu. Karena setanmu dengan setanku berbeda. Begitupun dengan nafsu, yang masing-masing individu mempunyai,” sampainya mengutip ucapan Said Nursi.
Said Nursi lahir di Timur Turki pada tahun 1876. Jika dikutip dari penulis novel Api Tauhid karya Habiburahman el-Shirazy, pemikiran Said Nursi ini lebih ditekankan ke tafsir Al-Qur’an, kaidah-kaidah memahami hadits, tentang penyakit umat beserta obanya, tentang fiqih dan dakwah, hingga tentang peradaban Al-Qur’an. Sayang, kuburan ulama kesohor ini sempat dibongkar oleh pemerintah dan hingga saat ini pemerintah merahasiakan di mana letak kuburan ‘Sang Kejaiban Zaman’. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!