Prof. Dr. Hasan Ko Nakata, Phd. Pakar Ilmu Politik dan Shariah merupakan salah satu dari 9 warga Jepang yang dikabarkan bergabung dengan Daulah Islamiyyah (IS)
Hasan Ko Nakata merupakan Presiden Asosiasi Muslim Jepang ini menjadi muallaf ketika menjadi mahasiswa di tahun ketiga di Fakultas Studi Islam di Tokyo University. Sebelumnya ia sangat familiar dengan agama Kristen. Tak heran ketika awal kuliah di Tokyo University, ia mengikuti kelompok kajian Bibel. Di situlah terdapat kajian perbandingan agama.
Mempelajari ilmu perbandingan agama Kristen, Yahudi, Shinto, Budha, dan Islam. Ketika menimbang dan membanding selama sekitar setahun ia merasa ajaran Islamlah yang paling menyeluruh.
“Saya menemukan bahwa Islamlah sistem hidup yang paling komprehensif, paling rasional dan konsisten, dan akhirnya atas rahmat Allah SWT saya memutuskan untuk masuk Islam,” katanya. Ia pun menambahkan nama Hassan di depan nama aslinya. Ia pernah mendalami tarekat Naqshabandiyah dan Syaziliah. “Namun saya bukan murid yang baik,” katanya.
Usai bergelar sarjana, Hassan ingin lebih memperdalam Islam. Namun belum ada program master Kajian Islam di Universitas Jepang. Buku-buku Islam berhuruf kanji pun masih sulit didapat. Untunglah tak lama kemudian Universitas Tokyo membuka program master Kajian Islam. ”Saya menjadi mahasiswa Muslim pertama dan terakhir di jurusan Islamic Studies Universitas Tokyo selama 25 tahun,” ujar Profesor ini.
Setelah menyelesaikan masternya di Tokyo University, ia melanjutkan studi doktornya di Universitas Kairo. Disertasinya tentang Pemikiran Politik Ibn Taymiyah (al-Fikratu al-Siyasatu ‘inda Ibni Taymiya). Dalam disertasi itu ia menjelaskan keunikan pemikiran politik Ibnu Taymiyah dalam sejarah pemikiran politik dan pengaruhnya terhadap gerakan politik kontemporer, termasuk terhadap Hizbut Tahrir. Setelah lulus doktor, Hassan sempat menjadi peneliti di Kedutaan Jepang di Saudi Arabia (1992-1995). Tak heran ia sangat fasih berbahasa Arab.
Kiprahnya dalam dakwah di Negeri Sakura tergolong menonjol. Karakteristik orang Jepang yang cuek terhadap agama memacunya mencari jalan untuk bisa mendakwahkan Islam. Terlebih lagi sangat sedikit da'i yang berkualitas.
Satu-satunya jalan terbaik untuk menyebarkan Islam di Jepang, menurutnya, adalah melalui pengaruh personal dari pelaku dakwah yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam dengan kepribadian yang baik serta memahami budaya Jepang.
Ia bersama minoritas Muslim Jepang melakukan berbagai upaya, di antaranya menerjemahkan sejumlah kitab klasik seperti Tafsir al-Jalalain, al-Siyasah al-Syar’iyyah of Ibn Taimiyyah, dan Zad al-Mustaqni’ al-Hujawi al-Hanbali, juga menerbitkan majalah bulanan yang disebarkan secara secara gratis kepada seluruh Muslim Jepang dan di seluruh dunia sebagai media informasi dan komunikasi.
Hasan Ko Nakata sempat menjabat Presiden Asosiasi Muslim Jepang sembari mengajar Kajian Islam di Universitas Doshisha, Kyoto. Mayoritas mahasiswanya justru beragama Kristen. Selama empat tahun menjadi Guru Besar di Doshisha, Hassan berhasil memikat empat mahasiswanya yang semula atheis untuk masuk Islam.
Namanya mencuat di Indonesia ketika ada Konferensi Khilafah Internasional (KKI) yang diadakan Hizbut Tahrir di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Agustus 2007. Ia adalah salah satu pembicara kegiatan akbar yang menghentak dunia pada saat itu. Sebelumnya kaum Muslim Indonesia tak banyak tahu ada seorang cendekiawan Jepang yang begitu besar perhatiannya terhadap dakwah Islam.
Sebelumnya Hasan menyakini pemikiran Hizbut Tahrir dalam hal penegakan kekhalifahan, namun dalam bergulirnya waktu dan telaah pemikiran, Hassan Ko Nakata berubah.
Kemustahilan berdirinya Kekhalifan hanya dengan dakwah dan pemikiran tanpa jihad yang sebenarnya (Qital) seperti layaknya Hizbut Tahrir menjadi alasan utama bagi Hasan Ko Nakata untuk hijrah ke Darul Islam. Allahu Akbar! (BERBAGAISUMBER/mu/pn/F/may)