Senin, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 5 Oktober 2020 21:21 wib
6.004 views
Moeldoko Ngancam Ni Yeeh
Oleh: Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta perhatian KAMI agar tidak mengganggu stabilitas politik. Ucapan tersebut disampaikan Moeldoko seperti dikutip CNN Indonesia "kalau arahnya memaksakan kepentingan, akan ada perhitungan" hiij takuuut.
Mungkin karena namanya Pemerintah ya pasti jadi tukang perintah. Merasa punya kekuasaan, ada aparat ada senjata. Posisinya memang selalu di atas angin. Mungkin merasa sedang menaiki angin, bisa kesana bisa kesini untuk buang angin. Ancam sana ancam sini maklum otoritas ada di tangan.
KAMI baru saja dibentuk tapi banyak terapi kejut. Urusan deklarasi sudah buat takut. Ujungnya larang sana larang sini. Bikin demo buatan segala. Bayar dikit-dikitlah dan suruh teriak-teriak dengan bentangan spanduk "tolak KAMI", "KITA cinta damai", "Covid 19 dilarang kumpul" sambil kumpul-kumpul teriak-teriaknya itu. Memang Kopit mah hanya untuk KAMI. Kebal eh bebal untuk KALIAN".
Moeldoko lupa bahwa biang yang bikin stabilitas politik terganggu adalah Pemerintah sendiri. Omnibus Law membuat geram buruh. Akibatnya ancam akan mogok nasional. BPIP ikut rancang RUU HIP yang masuk lewat PDIP ya efeknya jadi rame. Bagaimana tidak, berhembus bau orde lama bahkan komunisme. Masyarakat protes, goyanglah stabilitas politik.
KAMI hadir karena ulah Pemerintah yang tak memahami aspirasi rakyat. Soal hutang luar negeri yang abis-abisan, investasi yang lebih memanjakan asing, kerjasama dengan RRC yang mengkhawatirkan, penanganan Covid 19 yang acak-acakan ada PSBB, New Normal, kini Mini Lockdown. Entah berbasis undang-undang atau kebijakan reaktif yang bersifat ad hok. Vaksin Cina menjadi bagian dari vaksin kegaduhan.
Rakyat khususnya Purnawirawan TNI yang khawatir akan bangkitnya PKI malah disalah-salahkan. Katanya kewaspadaan itu yang membuat takut. Lalu haruskah abai pada PKI dan Komunisme ? Moeldoko itu mantan Panglima TNI yang seharusnya lebih peka pada bahaya Laten PKI. Bukankah korban kebiadaban PKI di Lubang Buaya adalah para Jenderal TNI, Pak Moel.
Moeldoko semestinya berterimakasih atau bergabung dengan KAMI, bukan main ancam-ancaman. Kekuasaan itu tidak langgeng, yang sekarang gagah dan duduk di atas kursi dengan posisi memerintah, besok sudah keriput, pandangan kosong di kursi goyang, penyakitan ini dan itu pula. Tak berdaya. Walaupun dia memasang foto di ruang tamu berseragam lengkap bintang empat.
KAMI itu kekuatan moral. Bahwa berdampak politik itu soal respons publik. Rakyat melihat Pemerintah telah membuat jarak. Arahnya memaksakan kepentingan, lihat saja soal Pilkada di musim pandemi. Rakyat tidak boleh berkumpul eh Pilkada tetap diproses. Teriakan agar ditunda tidak didengar. Ya tuli dan bebal. Pemerintah justru telah membuat gangguan atas stabilitas politik di tengah ketidakstabilan ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Jika Pak Moeldoko mengancam untuk membuat perhitungan, apakah rakyat juga tidak bisa berhitung ? Pertanyaan yang boleh dinilai bodoh, tetapi jawabannya dapat menjadi terapi kejut lagi.
Kebenaran sehat adalah 2+2 sama dengan empat. Tapi kebenaran PKI dan Komunisme 2+2 harus dipaksakan menjadi lima. Dan rakyat harus menghafal kategori-kategori palsu itu.
KAMI mengajak agar mari berhitung dengan sehat, Jenderal.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!