Jum'at, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 1 Juli 2016 10:10 wib
9.649 views
Islam Melindungi Perempuan dan Generasi
Sahabat VOA-Islam...
Angka kekerasan seksual terhadap wanita di Indonesia kian mengkhawatirkan, data dari Komnas Perempuan menyebutkan bahwa satu dari 35 wanita Indonesia mengalami kekerasan seksual setiap hari, ini membuktikan Indonesia ada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Seperti kasus pemerkosaan sadis terhadap korban Eno Fariah yang menyita banyak perhatian, seorang karyawati pabrik plastik PT PGM yang kemudian dibunuh.
Belum selesai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum yang tak bertanggungjawab, menyusul kasus pasangan suami istri yang berbanding terbalik dengan kasus pemerkosaan sadis tersebut. Pasangan suami istri (Pasutri) tersebut melakukan hal yang tak senonoh dengan cara mempertontonkan hubungan intim secara nyata di Apartemen Gateway Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Selain itu, sang suami A (33 tahun) tak segan mempersilahkan orang lain untuk menyetubuhi istrinya L (31 tahun). Motif utama pasangan ini adalah kesulitan ekonomi. Sang suami yang tak kunjung mendapat pekerjaan akhirnya melakukan jalan pintas. Dari aksi ini, tiap bulan mereka pun hanya bisa mendapatkan 4 orang pelanggan dengan penghasilan sekitar Rp 2 juta.
Di lingkungan demokrasi ini, dimana uang menjadi penguasa sejati. Demokrasi mengusung kebebasan seseorang dalam berbagai hal termasuk dalam mencari nafkah, bahkan tingkat ekonomi seseorang bisa menjadi pemicu dalam bertindak. Saat keadaan ekonomi mereka berada dibawah, tak sedikit orang yang mengambil jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak peduli lagi itu halal ataupun haram. Apalagi didukung dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini, mereka menjadikannya sebagai peluang bisnis bahkan memberikan ruang bagi penyebaran pornografi yang menghasilkan keuntungan berlipat dari besarnya jumlah pengunjung yang masuk, mengklik, mengunduh dari situs yang dibuat.
Meski Pemerintah telah memberlakukan UU ITE, termasuk memblokir konten pornografi, para pelaku tidak menghiraukan aturan yang dibuat pemerintah. Jelas dalam hal ini pemerintah dianggap kurang serius menangani kasus pornografi yang dari tahun ke tahun semakin mengakar di lingkungan masyarakat, sehingga merusak moral bangsa terutama ketika anak dibawah umur mengaksesnya, yang bisa menyebabkan terjadinya pelecehan seksual seperti yang sering diberitakan di televisi sekarang ini. Peran orang tua sangat diperlukan disini dalam membimbing dan mengawasi anaknya dalam berinteraksi dengan media sosial, karena keluarga adalah sekolah pertama bagi anak.
Belum lagi sanksi yang diberikan pemerintah tidak memberikan efek jera terhadap pelaku melainkan hanya melahirkan kasus-kasus baru. Dalam Pasal 29 UU 44/2008, hukuman bagi seseorang yang menyebarluaskan dan memfasilitasi konten pornografi paling lama dua belastahun dan denda paling banyak Rp 6 miliar rupiah. Hukuman ini dianggap masih terlalu ringan, karena penjara hanyalah alat pembatas gerak seorang pelanggar hukum untuk sementara. Pemerintah juga dinilai hanya lebih fokus pada tindakan kuratif saja tanpa disertai tindakan preventif ( usaha mencegah ). Saat penyakit itu muncul dan mengakar di lingkungan masyarakat, baru mereka mengobati dengan memblokir dan menghapus situs pornografi.
Mengatasi tindak kriminal yang bisa berpotensi buruk untuk moral bangsa semestinya dilakukan dengan keduanya, yaitu preventif dan kuratif. Keduanya saling berkaitan, tanpa upaya pencegahan (preventif), dan apapun langkah kuratif yang dilakukan tidak akan pernah efektif dan memberikan hasil yang baik.
Mencegah sesuatu hal yang tak diinginkan bisa dimulai dari diri kita sendiri ataupun keluarga kita, Islam menanamkan pada setiap individu untuk bertakwa kepada Allah SWT dan merasa takut apa yang kita lakukan selama di dunia ini akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Seorang muslim yang takut akan azab Allah dengan senantiasa menjaga diri dan keluarganya dari api neraka jahannam. Mampu mengendalikan diri agar tidak melakukan tindakan kriminal, bahkan ia tidak akan berzina lalu membuat konten pornografi yang akan membahayakan keselamatan negara (generasi muda), meskipun nantinya ia akan memperoleh keuntungan besar. Dengan hal menanamkan rasa takwa terhadap masing-masing individu akan membuat orang menjaga kehormatan (‘iffah), tidak berselingkuh dan tidak melacurkan diri meskipun terjerat kesulitan ekonomi.
Dari sudut inilah masyarakat membutuhkan rasa aman untuk menguatkan pondasi keimanan mereka, maka kita perlu sebuah wadah dan lingkungan yang baik untuk menguatkan pondasi keimanan yang telah kita bangun. Keluarga adalah batu bata pertama untuk membangun istana masyarakat muslim. Bila pondasi ini kuat, lurus agama dan akhlak anggotanya, maka akan terwujud pula keamanan yang didambakan. Sebaliknya ikatan yang kurang kokoh, dampaknya akan terlihat pada masyarakat disertai banyak goncangan melanda tanpa pondasi keimanan yang kuat sehingga tidak diperoleh rasa aman. Islam memberikan perhatian besar dalam pembinaan keluarga dengan menanamkan kaidah-kaidah yang arif guna menjauhkan kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran.
Untuk itu, perlu dipersiapkan anggota keluarga yang shalih, tentunya dimulai dari pasangan suami istri. Saat seorang pria akan menikah hendaknya mempersiapkan diri dengan membekali ilmu agama agar dapat menjadi qawwam (pemimpin) yang baik dalam rumah tangga dan hendaknya seorang pria memilih wanita yang shalihah untuk mendampinginya. Seorang wanita pun harus mempertimbangkan ketika ia akan memutuskan untuk menerima pinangan seorang pria, karena pria yang shalih bila mencintai istrinya maka ia akan memuliakannya. Sebaliknya jika tidak, maka ia akan menghinakannya.
Upaya preventif dan kuratif dalam islam untuk setiap pelaku kejahatan berupa pemerkosaan dapat terancam sanksi cambuk seratus kali dengan pengasingan yang merupakan siksaan batin bila pelaku belum menikah (al-Bikr). Bila telah menikah (al-muhshan), pelaku zina dan perkosaan dijatuhi sanksi rajam (dilempar batu) hingga mati.
Hal ini disampaikan Allah SWT dalam firmannya : “ Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (Q.S An-Nur24:2).
Hukuman ini bisa bertambah jika pelaku melakukan hal yang sama atau melakukan serangkaian kejahatan lain seperti sengaja membuat konten pornografi dan memfasilitasi dalam pembuatannya, menyebarkan perbuatan zinanya, dsb. Atas tindak kriminal itu mereka bisa dikenakan sanksi ta’zîr semisal penjara atau cambuk. Adapun bila sampai terjadi pembunuhan maka sanksi qishâsh akan dijatuhkan atas mereka, atau diyat sebesar 100 ekor unta (yang 40 ekornya dalam keadaan bunting) seandainya keluarga korban menuntut diyat dan bukan qishâsh, atau berupa uang senilai 1.000 dinar atau 4,25 kg emas murni (sekitar 4.250 g x Rp 539 ribu = Rp 2,291 miliar).
Dari sini sudah jelas dengan syariah islam berbagai tindak kriminal termasuk menjual diri dan kejahatan seksual bisa diselesaikan. Kehormatan dan generasi muda yang akan datang akan terlindungi. Syariah yang mengatur sendi kehidupan umat islam dan memperkuat keimanan seseorang untuk lebih istiqomah dijalan Allah dalam mencari rezeki halal tanpa merusak moral generasi muda akan terasa keagungannya jika diterapkan secara total dalam kehidupan dan bukan sekadar bacaan dalam kitab-kitab fikih.
Penerapan syariah yang agung itu jelas membutuhkan institusi Khilafah dan tidak mungkin diterapkan dalam sistem hukum selainnya. Karena itu umat Islam wajib untuk bersegera menerapkan syariah Islam secara total dalam naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!