Kamis, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 1 September 2016 05:20 wib
6.793 views
Generasi Berkualitas Lahir dari Sistem yang Berkualitas
Oleh: Iseu Sutinah,S.Pd
(Pengajar Madrasah Diniyyah Tahfidz Al-Qur’anan (MDTA) SD Darul Bayan Jatinangor)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Muhadjir Effendy mencetuskan kebijakan Full Day School atau sekolah sepanjang hari, diterapkannya sistem ini diharapkan bisa membangun karakter anak. Seperti pernyataan beliau yang dikutip Kompas.com di Universitas Muhammadiyah Malang, “Agar mereka (anak) tidak liar di luar sekolah ketika orang tua belum pulang kerja”.
Menurut Muhadjir pendidikan dasar selama ini keteteran menghadapi kemajuan zaman. Akibatnya, sistem pendidikan belum menghasilkan lulusan yang tangguh dan berdaya saing tinggi. Anak muda sekarang masih banyak yang bermental lembek dan tidak tahan banting. Selain itu agar para siswa terhindar dari pengaruh negatif dan kegiatan yang merusak seperti penyalahgunaan narkoba,tawuran, dsb.
Dengan wacana ini, nama pak menteri dikenal sangat cepat oleh masyarakat. Tampaknya benar ada sindiran yang mengatakan, ganti mentri ganti kebijakan, ganti mentri ganti kurikulum. Belum selesai permasalahan revisi kurikulum 2013, kini muncul wacana sekolah sepanjang hari, seakan memberi angin segar bagi arah pendidikan negeri ini. Walaupun, faktanya kebijakan ini menuai pro kontra dari perbagai pihak, baik dari orangtua murid atau tokoh pendidikan.
Banyak pihak yang menyangsikan ke-efektifan gagasan ini. Menurut pemerhati anak yang juga Ketua Umum Lembaga Pendidikan Anak Indonesia (LPAI), Kak Seto Mulyadi, agar wacana tersebut dipelajari dan dipertimbangkan dengan menerima masukan dari seluruh pihak. “Jangan terburu-buru tapi akhirnya enggak matang. Harus dilihat pula kesiapan sekolah untuk memberlakukan sekolah hingga pukul 5 sore. Sekolah hingga pukul 1 siang saja banyak yang stress apalagi akan ada PR dan sebagainya,” saat berbincang dengan detikcom, senin (8/8/2016). Hal senada juga diungkapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta sistem ini dikaji secara komprehensif (Tribunnews, 8/8/2016).
Akhirnya karena banyak menuai kritikan dari berbagai pihak, Mendikbud mencabut wacana penambahan jam sekolah. Mendikbud juga menyampaikan banyak pihak yang salah paham terkait dengan penyebutan Full Day School, karena bukan terus-terusan sekolah sampai sore. Sekolah tetap setengah hari, tetapi yang setengah harinya diisi ekstrakurikuler.
Terlepas dari pencabutan yang sudah dilakukan oleh Mendikbud, selayaknya bagi kita sebagai seorang muslim yang dibekali akal oleh Allah SWT, memperhatikan dan memikirkan fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita khususnya dalam bidang pendidikan. Coba kita cermati, seolah tidak ada ujungnya, gonta-ganti mentri, gonta-ganti kurikulum. Bukankah seharusnya mentri terpilih melanjutkan titah mentri sebelumnya? Sampai kapan sistem pendidikan kita harus berganti? Jika begini adanya berati ada yang tidak beres dengan sistem pendidikan kita sehingga harus berganti. Disadari atau tidak, hal semacam ini akan mengorbankan anak didik. Mereka akan kebingungan dengan kebijakan yang senantiasa berubah. Lagi-lagi mereka akan menjadi ‘kelinci percobaan’ untuk mengetahui baik tidaknya sebuah kebijakan.
Jika kita melihat pernyataan Mendikbud yang beralasan untuk membendung berbagai pemikiran menyimpang dan kerusakan lain di luar sekolah, maka tak cukup sekiranya untuk memperbaiki kualitas generasi hanya dengan menambah jam belajar di sekolah. Pasalnya banyak faktor yang menyebabkan generasi kita rusak, bisa faktor internal atau eksternal.
Pertama, faktor internal. Orang tua dan anggota keluarga lain merupakan faktor yang utama dalam mempengaruhi kualitas generasi kita. Mereka adalah sekolah pertama dan utama sebelum anak-anak kita hidup di lingkungan luar sekitar rumah. Orang tualah yang menjadi guru dan teladan bagi anak-anaknya. Logikanya anak yang baik akan lahir dari orang tua yang baik, dan orang tua yang baik tidak akan membiarkan anaknya terjerumus ke dalam kegiatan-kegiatan yang buruk dan negatif.
Sayangnya, saat ini banyak orang tua yang menjadi korban kapitalisme. Mereka sibuk bekerja di luar rumah. Ayah atau ibu, keduanya sibuk berkarir mengejar gaya hidup kapitalisme yang melangit. Sementara anak dibiarkan tanpa pengawasan penuh dari orang tua. Saat itulah anak menjadi liar dan lebih betah menghabiskan waktunya di luar rumah demi mendapat kesenangan. Selain itu, orang tua yang memfasilitasi mereka dengan akses internet, handphone canggih atau alat game menarik tanpa pendampingan menjadikan mereka memiliki dunia sendiri, hidup bermalas-malasan dan tidak memiliki etos kerja seperti yang diharapkan oleh dunia masa depannya kelak. Dengan sistem sekolah seharian, mungkin orang tua bisa sedikit lega dan tenang karena anaknya aman di sekolah. Hanya saja tidak semua sekolah yang kredibel dalam penerapan sistem ini dan lebih fatal lagi bahwa dalam hal ini orang tua sudah melepaskan beban tanggung jawab yang menjadi kewajibannya kepada sekolah. Padahal Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...” (TQS. At-Tahrim[66]: 6)
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (TQS. An-Nisaa[4]: 9)
Kedua, faktor eksternal. Lingkungan dan Sistem pendidikan yang ada di masyarakat menjadi faktor kuat yang mempengaruhi mental dan karakter generasi bangsa. “Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuham Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Semua tujuan dan visi yang mulia ini serasa menggantang asap selama sistem yang diterapkan di Indonesia adalah sistem kapitalis sekuler. Sistem yang menjauhkan campur tangan agama dalam kahidupan. Agama hanya dijadikan sebatas pengetahuan dan aturan ritual belaka. Sehingga mustahil mampu mewujudkan insan bertaqwa.
Maka, perlu ada upaya untuk merubah sistem pendidikan yang kapitalis sekuler ini ke sistem pendidikan Islam untuk membentuk kepribadian Islam pada diri siswa. Hanya saja dalam sistem pendidikan Islam meniscayakan di dalamnya peran orang tua yang tidak bisa digantikan oleh siapapun, baik sekolah atau lembaga penitipan anak, dll. Karenanya kita tidak bisa memandang permasalahan rendahnya kualitas generasi kita dari satu aspek pendidikan (sekolah) saja. Marilah kita berpikir menyeluruh, diperlukan adanya perubahan dalam semua aspek kehidupan salah satunya aspek ekonomi. Jika saja para orang tua khususnya ibu tidak bisa mengurus/memperhatikan anaknya karena sibuk bekerja, atau bertahun-tahun meninggalkan buah hatinya karena jadi TKW ke luar negeri tentu peran orang tua akan lebih optimal dalam mendidik generasi, seharusnya ada kebijakan dari negara untuk menghentikan pemberdayaan perempuan ala kapitalis ini yang merampas sebagian besar waktu para ibu untuk bekerja di luar rumah dan mengabaikan pendidikan anak-anaknya.
Pertanyaannya, adakah rela orang tua yang demi meraih materi, ia meninggalkan anak-anak mereka dengan mempertaruhkan moral anak-anak mereka? Jika bukan karena himpitan ekonomi tentu tidak akan mereka lakukan. Kendati pun bukan alasan ekonomi, mengejar gaya hidup kapitalisme yang konsumtif itu juga telah melalaikan sang orang tua untuk mengabaikan pendidikan anaknya hanya karena mengejar gengsi. Na’udzubillahi min dzaalik
Oleh karena itu perlu adanya perubahan yang menyeluruh mulai dari sistem pendidikan, sistem ekonomi, politik, sistem pergaulan, dll. Tatanan kehidupan yang bersumber dari Allah sajalah yang layak menjadi solusi tuntas dalam menyelesaikan masalah generasi dan problematika umat di negeri ini. Dalam bingkai Daulah Khilafah Islamlah satu-satunya yang mampu menerapkan tatanan kehidupan Islam Kaffah yang akan menghantarkan manusia Taqwa yang sesungguhnya. Karena generasi yang berkualitas hanya akan lahir dari sistem yang berkualitas yaitu sistem Islam. Wallohu’alam bi ash-showab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!