Kamis, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Desember 2017 04:55 wib
5.598 views
My Teacher is My Hero (Bagian 2-Selesai)
Oleh: Ummu Fatih
Mendengar penuturan singkat ini tidak membuat Sulthan puas, sehingga diutus sekali lagi seorang menterinya untuk meminta penjelasan yang lebih banyak. Syaikh Aaq Syamsuddin lantas mengirimkan surat kepada Sulthan yang isinya:
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha memberi kemuliaan dan kemenangan. Bagi beberapa orang muslim, kedatangan bantuan kapal perang itu telah menimbulkan patah hati dan cercaan. Sebaliknya bagi orang-orang kafir, peristiwa tersebut menimbulkan perasaan senang dan gembira. Yang pasti, seorang hamba hanya bisa merencanakan. Allah-lah yang menentukan. Keputusan ada di tangan Allah. Kita telah berserah diri kepada Allah dan telah membaca Al-Qur’an. Semua itu tidak lain adalah seperti rasa kantuk. Kelembutan Allah Ta’ala telah terjadi sehingga muncullah berita gembira yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Surat ini kemudian memberikan perasaan tenang bagi panglima dan Sulthan sehingga mereka memutuskan untuk terus menyerang Konstantinopel. Selama pertempuran terjadi, Syaikh tidak bersembunyi begitu saja. Beliau ikut memantau pekembangan dari penyerangan. Bahkan di tangan beliaulah hari penaklukkan Konstantinopel ditentukan kepada Sulthan.
Selama pertempuran terjadi, Syaikh Aaq Syamsuddin berada dalam kemahnya bermunajat kepada Allah SWT. Beliau bersujud kepada Allah hingga sorbannya terlepas dan rambutnya yang putih terjuntai ke tanah. Beliau menangis berdoa agar kemenangan segera datang dalam waktu dekat.
Nggak heran kalau sultan sangat menyayangi Syaikh ini dan mempunyai kedudukan yang istimewa pada diri beliau. Ini sangat jelas dinyatakan oleh beliau ketika penaklukkan Istanbul:
“…Sesungguhnya kalian melihat aku sangat gembira. Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata karena keberhasilan menaklukkan kota ini, akan tetapi adalah karena hadirnya di sisiku Syaikh yang mulia, dialah pendidikku, Syaikh Aaq Syamsuddin.”
Hebatnya lagi... setelah Konstantinopel takluk. Beliau tak lupa untuk menasehati Sulthan agar melaksanakan hak-hak orang yang ditaklukkan. Tidak ada pembantaian terhadap penduduk Konstantinopel apalagi merusak fasilitas.
Saat ada perasaan sombong dalam hati Sulthan, beliau tak segan menegur dengan teguran yang halus. Beliau tidak berdiri dari rebahannya saat Sulthan datang menghadap. Beliau lah penakluk maknawi sesungguhnya dari konstantinopel.
Nggak sampai di situ aja, ternyata tak hanya masalah ukhrawi yang beliau kuasai. Masalah dunia juga tak luput dari pandangannya. Beliau menguasai beberapa bahasa. Menguasai matematika dan astronomi hingga ilmu perang. Beliau bahkan selain dokter hati juga dokter jasad. Beliau mengenal berbagai macam tumbuhan dan khasiatnya dalam pengobatan. Reputasinya ini sangat terkenal di masyarakat sehingga orang-orang mengatakan, “Sesungguhnya tumbuh-tumbuhan itu berbincang-bincang kepada Syaikh Aaq Syamsuddin."
Syeikh Aaq Syamsuddin selalu mendidik Muhammad al-Fatih dengan penuh keoptimalan dan kesungguhan. Senantiasa mendoakan kebaikan, mengajar dengan penuh keikhlasan dan jiwa yang bersih, berwibawa dan terus memberikan motivasi bahkan pendampingan. Kemuliaannya tampak saat mendidik Muhammad al-Fatih. Tentu saja hal tersebut bisa dilakukan karena kondisinya sangat mendukung guru untuk bisa berkualitas, baik dari tatanan sistem pendidikan yang diterapkan berbasis keimanan, maupun dalam sistem kehidupan.
Nah, tapi dari kisah ini kita juga banyak belajar dari Muhammad Al-Fatih yang sangat menghormati gurunyaya, sob. Ternyata, kesuksesan yang diraih oleh Al-Fatih ini karena rasa hormatnya juga kepada gurunya. Kira-kira dalam menuntut ilmu, adab apa saja ya yang harus kita perhatikan?
Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Para pengajar agama mulai dari yang mengajarkan iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu ada di pesan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Tersirat dari perkatanya shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid. Maka seperti adab yang baik kepada seorang guru?
Pertama, menghormati guru.
Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,
“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
Kedua, memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru, yaitu adab duduk, adab berbicara, adab bertanya, adab dalam mendengarkan pelajaran.
Ketiga, Meneladani penerapan ilmu dan akhlaknya. Menjadi suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya. Kesabaran mereka dalam memahamkan pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya, jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.
Keempat, sabar dalam membersamainya. Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya. Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla.
Sungguh besar jasa para guru itu ya, sob. Mereka telah memberikan ilmunya kepada manusia. Mereka seringkali menahan amarahnya, dan selalu merasakan perihnya menahan kesabaran. Rasanya sangat tidak pantas seorang murid ini melupakan kebaikan gurunya. Jangan lupakan jasa-jasa mereka ya, sob. Senantiasa sisipkanlah nama mereka di setiap lantunan doamu. Semoga Allah memberikan rahmat dan kebaikan kepada para guru. Semoga kita dapat menjalankan adab adab yang mulia ini.
Dikutip dari berbagai sumber.
http://annida-online.com/aaq-syamsuddin-gurunya-sang-pemimpin-terbaik.html
https://muslim.or.id/25497-adab-seorang-murid-terhadap-guru.html
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!