Jum'at, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 6 April 2018 10:00 wib
7.902 views
Puisi 'Ibu Indonesia', Muslimah dan Kewajiban Dakwah
Oleh:
Winda Yusmiati, S.Pd
Ibu rumah tangga tinggal di Purwakarta, Jawa Barat
BELUM lama kabar pelarangan cadar dan adzan terdengar di negeri mayoritas umat Islam yaitu Indonesia. Kini, tiba-tiba muncul masalah baru ‘konde vs cadar’ dan ‘kidung vs adzan’ dalam puisi ‘Ibu Indonesia’ besutan Sukmawati Soekarnoputri. Puisi yang dibacakan Sukmawati Soekarnoputri menjadi polemik. Bait puisi yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018, digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (29/3) kemarin itu ada menyinggung soal adzan dan cadar.
Inilah penggalan puisi ‘ibu Indonesia’ Sukmawati yang menuai kontropersi “Aku tak tahu Syariat IslamYang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah Lebih cantik dari cadar dirimu” dan “Aku tak tahu syariat Islam yang ku tahu suara kidung Ibu Indonesia sangatlah elok lebih merdu dari alunan adzan mu”. Ucapan inilah yang baru-baru ini membuat geger dan resah umat Islam di Indonesia sampai-sampai beritanya memenuhi dunia maya.
Akhir-akhir ini pelemahan terhadap Islam terkesan sistematis. Belum selesai masalah satu, kini muncul masalah yang baru. Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, tapi ajaran agamanya sering sekali dihinakan. Hal ini membuat kita miris, ajaran Islam yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan kini malah menjadi bahan cemoohan bahkan dihinakan.
Hal ini tidak terlepas dari sistem yang diterapkan di negeri ini. Sistem kapitalis-demokrasi sangat menjungjung tinggi ide kebebasan, salah satunya kebebasan berpendapat. Meskipun negeri ini penduduknya mayoritas muslim, tetapi ajaran Islam bisa bebas dihinakan dan dilecehkan. Semua berlindung di atas satu nama yakni kebebasan. Budaya pun mnjadi tameng untuk menghinakan Islam. Sungguh miris!
Wahai muslimah! Apakah kalian tidak sedih dan sakit melihat kondisi negeri ini yang semakin hari semakin jauh dari yang didambakan. Ajaran Islam yang memuliakan perempuan dengan kewajiban memakai khimar dan jilbab kini malah menjadi bahan cemoohan dan dihinakan. Sudah saatnya kita berfikir cemerlang. Mengkaji dan memahami Islam dengan benar, mengamalkan dalam diri dan menyebarkan kepada yang lain. Sehingga ajaran Islam tidak dihinakan tapi dijungjung tinggi dan diterapkan dalam aturan kehidupan.
Wahai Muslimah! Sudah saatnya kita meneladani para shohabiyah dalam berdakwah. Mendampingi dan bersinergi dengan suami dalam dakwah. Sebagaimana Khadijah binti Kuwailid radhiyallahu ‘anha, seorang saudagar di dalam rumahnya merupakan salah satu sosok paling penting dalam dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada fase paling berat di awal masa diutusnya beliau sebagai seorang Rasul.
Lihatlah juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sosok teladan bagi para wanita yang ingin terjun dalam kancah dakwah, dengan tanpa menguragi kepribadian dan karakter seorang wanita yang secara fitrah dan syar’i adalah tinggal di dalam rumahnya, dan tanpa berdiri di atas podium dan berceramah di atas mimbar atau di hadapan umum. Namun begitu, ilmu yang ada pada dirinya mengalir kepada para sahabat dan tabi’in, baik laki-laki maupun wanita. Mereka datang dan bertanya tentang berbagai masalah dalam urusan agama.
Sudah saatnya muslimah berkiprah untuk memperbaiki kondisi negeri, dengan berdakwah memahamkan umat bahwa sistem buatan manusia lah yang menjadikan para ‘ibu indonesia’ berani mnghina Islam. Hanya sistem Islam yang mampu menjaga ajaran Islam dan menjaga pemikiran para muslimah.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!