Sabtu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 29 Juni 2019 01:34 wib
6.984 views
Mengembalikan Fungsi Keluarga Hakiki
Oleh:
Asma Ridha
Member Back To Muslim Identity Comunity Aceh
SETIAP tahunnya Indonesia merayakan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni lusa. Dan Ini merupakan peringatan yang ke-26 kali sejak Harganas diselenggarakan pertama kali tahun 1993.
Mengambil lokasi di Kota Banjarbaru, puncak peringatan Harganas XXVI Tahun 2019 secara nasional akan digelar pada awal Juli 2019. Tema Harganas 2019 adalah “Hari Keluarga, Hari Kita Semua”, dengan slogan “Cinta Keluarga, Cinta Terencana”. (Fajar.co.id, 05/02/2019).
Perayaan Harganas sayangnya tidak sesuai realita yang ada. Kita menyaksikan angka perceraian yang semakin meningkat, kenakalan remaja yang semakin menjadi, bahkan sampai pada hubungan incest yang terus saja terjadi di negeri ini. Kemakah fungsi keluarga? Apa peran ayah dan ibu?
Merujuk data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tingkat perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu memang semakin meningkat. Pasca reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai tahun itu. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Kebanyakan kasus perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian. (Era.id, 18/09/2018).
Tak heran, angka yang sangat mengejutkan dan memberi dampak terhadap anak generasi kehilangan jati diri mereka tanpa kasih sayang penuh kedua orang tua. Berbagai alasan menjadi penyebab angka perceraian ini, mulai dari alasan ekonomi, perselingkuhan dan lain sebagainya.
Fungsi Hakiki Keluarga
Tidak bisa dipungkiri, keluarga adalah miniatur sebuah bangsa. Dari sanalah kehidupan anak generasi bermula. Ketika keluarga hilang fungsi yang utama, maka wajar pula bisa merusak suatu negara. Maka seharusnya keluarga menjalankan tugas utamanya. Dan setidaknya ada delapan fungsi agar rumah bukan sekedar tempat singgah sesaat (trans) tanpa ada komunikasi para penghuninya dan membina keharmonisan kelurga
Pertama, fungsi reproduksi. Berkeluarga adalah pernikahan dengan tujuan untuk melestarikan keturunan. Tapi sayangnya fungsi ini tidak sepenuhnya terlaksana. Banyaknya asumsi keluarga saat ini adalah membatasi jumlah anak khawatir akan biaya hidup yang mahal, dan sindrom malu jika memiliki banyak anak menghilangkan fungsi utama keluarga. Belum lagi dengan kebanyakan wanita saat ini lebih mengutamakan karir dan menyebabkan fungsi dan peran Ibu tergadaikan. Sayangnya itu semua merupakan program yang akan dipromosikan pada Hari Keluarga Nasional esok lusa dengam melakukan pelayanan KB gratis.
Kedua, fungsi ekonomi. Kemandirian keluarga terbentuk dengan adanya pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sepatutnya para Ayah atau Wali menjadi pemberi nafkah yang terdepan.
Akan tetapi, kondisi saat ini justru para laki-laki sulit mencari pekerjaan atau terancam di PHK karena suatu hal. Padahal merekalah seharusnya menopang nafkah kebutuhan keluarga. Para Ayah memiliki tanggung jawab yang penuh untuk memberi fungsi ekonomi ini. Bukan pada pundak Ibu atau para wanita.
Ketiga, fungsi edukasi. Fungsi ini tidak sepenuhnya deserahkan pada sekolah. Pendidikan yang paling utama ada pada keluarga. Ibu menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Dan Ayah adalah kepala sekolah yang bertanggung jawab dengan seluruh anggota keluarganya.
Keempat, fungsi sosial. Keluarga juga memiliki peran utama mendidik dan membiasakan jiwa sosial pada para anggotanya. Saling memahami dan membantu adalah pembiasaaan positif yang akan memberikan pengaruh positif pula ketika berjumpa dengan lingkungan di luar rumahnya. Mengajarkan yang mana akhlak baik dan buruk kepada anak-anak akan menjadi benteng dalam menghadapi kriminalitas yang ada saat ini. Mulai dari mensikapi aktivitas pacaran yang berujung zina, tawuran, narkoba dan lainnya.
Kelima, fungsi protektif. Melindungi seluruhbanggota keluarga dari bahaya dan ancaman secara fisik, ekonomis dan psikososial adalah tanggungjawab keluarga terutama ayah.
Ayah wajib melindungi istri dan anak-anaknya. Karena itu, secara ideal, istri dan anak tidak boleh ditelantarkan. Membiarkan anaknya gizi buruk atau isteri pergi ke luar negeri menjadi TKI/TKW hingga melalaikan tugasnya sebagai ibu.
Keenam, fungsi rekreatif. Keluarga merupakan pusat rekreasi untuk anggota keluarganya. Rumah sepatutnya sebagai sumber kebahagiaan. Setiap anggota keluarga berperan mewujudkan tawa, canda dan kegembiraan. Seorang ayah tidak membawa masalah kerja ke rumah, ibu yang selalu tersenyum, anak-anak yang selalu gembira.
Namun sayangnya, banyak masalah yang terjadi di keluarga saat ini, mulai dari pertengkaran ayah-ibu kerap terdengar, bahkan di hadapan anak-anak hingga berujung pada broken home. Sehingga anak tidak betah di rumah, adalah pertanda keluarga tidak harmonis sehingga mencari hiburan dan kesenangan di luar rumah.
Ketujuh, fungsi afektif. Keluarga sebagai tempat bersemainya kasih sayang, empati dan kepedulian. Meski hal ini fitrah, namun banyak keluarga yang sudah mengabaikannya. Banyak keluarga yang terasa formal disetiap interaksinya. Ayah setelah lelah seharian bekerja, hanya menjadikan rumah sebagai tempat tidur saja. Anak-anak yang telah menjadi remaja dan menemukan dunianya, menjadikan rumah sekadar tempat singgah. Hanya sebatas minta uang saku jika ingat ayah dan ibu.
Kedelapan, fungsi relijius. Keluarga adalah tempat pertama anak mengenal agamanya. Anak-anak dididik agama sejak dini, ayah menjadi imam dan ibu mengenalkan anak-anak pada generasi sahabat.
Namun, banyak keluarga yang tak lagi menjadikan agama sebagai pondasi dalam interaksi, melainkan nilai-nilai liberal. Seperti keluarga yang mengabaikan aspek spirutual, membebaskan anaknya memilih sendiri agamanya, atau menyekolahkan anak ke sekolah beda agama. Hal semacam ini tidak sejalan dengan fungsi relijius.
Delapan fungsi inilah sepatutnya yang harus disosialisasikan kepada seluruh keluarga Indonesia. Sehingga keharmonisan akan terjalin dan slogan cinta keluarga real akan dirasakan bersama. Dan negara sepatutnya menjadi pengayom agar kedelapan fungsi ini tetap berjalan.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!