Jum'at, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Agutus 2019 21:51 wib
4.887 views
Gerakan #NoMarriage Is No Good Solution
Oleh: Mira Susanti (Aliansi Penulis Perempuan Untuk Generasi)
Beragam persoalan sosial yang menghadang perempuan dan generasi saat ini. Mencuat suatu gerakan baru dengan tagar #NoMarriage. Siapa sangka gerakan ini menjadi topik perbincangan di negeri ginseng Korea Selatan.
Hastag ini di sponsori oleh seorang YouTuber asal Korea Selatan bernama Baeck Ha-Na. Mengungkap secara terang-terangan sebuah konten anti-pernikahan di kanal YouTube pribadinya.
Baeck Ha-Na menyatakan bahwa “Lingkungan membuat saya merasa gagal karena di usia 30 tahun belum menjadi seorang istri atau ibu. Daripada menjadi milik seseorang, saat ini saya memilih fokus dengan tujuan dan ambisi untuk masa depan saya sendiri,” (Kumparan.com)
Tak hanya itu Gerakan #NoMarriage ini ikut serta mendasari terbentuknya komunitas Elite Without Marriage, I am Going Forward (EMIF) yang disponsori oleh Kang Han-byul. Perempuan muda asal Korea Selatan yang peduli soal isu-isu perempuan.
Komunitas ini menjadi wadah bagi para bi-hon, (sebutan untuk perempuan yang tidak mau menikah dan tidak mau punya anak) untuk berbagi pengalaman. Tentang perasaan mereka ketika mendapatkan tekanan dari lingkungan mengenai statusnya yang belum menikah.
Secara kasat mata bahwa kedua komunitas ini memiliki visi yang sama, yaitu lantang menyuarakan bahwa perempuan tidak harus menikah untuk bisa dikatakan sukses. Inilah potret buram kehidupan perempuan di negeri ginseng Korea. Dibalik keindahan serta kemajuan teknologi yang serba canggih. Bahkan dijuluki sebagai "Keajaiban Asia Timur" tapi menyimpan segudang masalah sosial.
Tak bisa dipungkiri bahwa aturan kehidupan liberal dan sekulerlah menjadi penyebab rusaknya tatanan kehidupan manusia saat ini. Kebebasan menjadi dalih bagi perempuan untuk mengeksplor diri mereka diranah publik. Tanpa menyadari fitrahnya sebagai perempuan yang akan melanjutkan estafet kehidupan manusia dimasa akan datang.Kehidupan liberal telah memalingkan perempuan untuk hidup bebas tanpa mau terikat dengan aturan yang telah digariskan atas kodratnya.
Persoalan ini bisa saja menimpa perempuan secara global. Konflik kehidupan perempuan dimana-mana tetap sama. Pandangan terhadap perempuan sebagai ibu rumah tangga dianggap profesi yang rendah. Akhirnya memilih meninggalkan kehidupan domestik go publik. Menikah akan menghambat karir dan kesuksesan mereka dalam dunia kerja.
Keinginan menikahpun sudah tidak semarak lagi. Sokongan pun datang dari kaum feminis yang mengusung ide kesetaraan gender. Bahwa perempuan memiliki hak yang sama di ranah publik. Mereka saling berlomba dan bersaing mendapatkan popularitas.
Salah satu dampak yang dirasakan terutama di bidang ekonomi. Penurunan pergerakan ekonomi konstan terjadi karena jumlah penduduk yang secara terus-menerus berkurang. Berdasarkan data World Bank, Korea Selatan tercatat sebagai negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Pada 2010, 64.7 persen. Lebih dari 20 persen lokasi perayaan pernikahan di Seoul ditutup.
Pada 2019 setidaknya ada tiga sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang tutup karena kekurangan jumlah murid. Melihat angka tersebut, pihak pemerintah Korea Selatan akhirnya membentuk Presidential Committee on Aging Society and Population Policy pada 2017. Fokus pada bagaimana menikah dan melahirkan tidak akan membatasi ruang gerak perempuan.
Bagaimana tidak akan berkurang, bisa-bisa negara atau dunia bisa mengalami kepunahan penduduk jika hal ini tidak segera di atasi. Tentu saja solusinya bukan mendukung pergaulan bebas apalagi komunitas pelangi yang semakin bersinar menuju kehancuran. Dunia butuh kepada seperangkat aturan yang dapat menjamin terlaksananya peran hakiki manusia.
Kehidupan yang melaksanakan Aturan Islamlah satu-satunya yang menjamin itu semua. Islam telah menyematkan peran utama perempuan adalah sebagai ummu wa rabbatul bait yaitu ibu sekaligus pengatur rumah tangga. Sementara peran nafkah hanya diwajibkan kepada kaum bapak bukan ibu. Sebagaimana yang terjadi saat ini justru sebaliknya.
Ketika hal ini berjalan sesuai dengan fitrahnya maka dipastikan tak ada lagi perempuan yang akan merebut peran itu dari laki-laki.Mereka akan focus menjalankan tugasnya masing-masing. Tanpa melupakan tujuan ia diciptakan oleh sang pencipta tidak lain adalah untuk melanjutkan keturunan jenis manusia.
Tujuan tersebut tak akan terlaksana kecuali dalam ikatan suci pernikahan. Pernikahan adalah sarana terbesar untuk memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti zina, liwath (homoseksual) dan selainnya. Menolak menikah sama saja melawan Fitrah dari Allah.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!