Warning, Saat Rasa Kemanusiaan Tercabut

Oleh:

Dahlia Kumalasari, Pendidik

ENTAH kata-kata apa yang bisa mewakili terkait kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja putri NF (15) terhadap tetangganya sendiri, seorang balita berinisial APA (5). Siapa yang menyangka akan terjadi kasus sadis seperti ini.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri mengatakan, tersangka kerap menonton film bergenre horor atau film dengan adegan sadis. Hal ini juga diungkapkan oleh Ratnawati (Ibu dari APA), yang menyampaikan jika NF dan APA pernah nonton film horor bersama. Dikutip dari TribunNews.com--“Cuma sering nonton film itu (film horor, red) saja, film setan itu. Karena anak saya pernah nonton bareng udah itu saja”. (Senin, 9 Maret).

Sementara itu pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, kasus mengejutkan ini tak lepas dari lemahnya peran orang tua dan lingkungan sekitar NF yang abai dengan gejala kejiwaan pelaku. “Bahwa enggak ada perhatian, dia bisa simpan jenazah (korban) dalam almari, keluarganya enggak tahu, itu kan berarti kurang ada keakraban di dalam keluarga,” kata Seto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (9/3).

Seto menduga NF mengalami gangguan kejiwaan callous-unemotional (CU), semacam gejala mengarah pada perilaku psikopat. Seto mengatakan tidak sedikit anak yang memiliki gejala gangguan kejiwaan seperti itu. Gejalanya berupa perubahan sikap anak atau remaja yang cenderung kekurangan empati, seperti menyiksa binatang.

Senada, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga ada peran tontonan dan penggunaan internet tanpa batasan oleh anak. “Dia konsumsi terus-menerus tayangan-tayangan yang mengandung kekerasan, ujaran kebencian, kemudian gawai dan sebagainya, itu mengakibatkan kesehatan mental dan jiwa anak itu terganggu. Dampaknya, anak menjadi punya perilaku sadisme, anak menjadi punya kecenderungan psikopat” kata Arist kepada CNNIndonesia.com

Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh NF yang diduga karena terinspirasi film horor, ternyata juga pernah terjadi di beberapa negara. Diantaranya kasus yang dikenal dengan ‘Bride of Chucky’ di Rusia, Yorkshine bersaudara di Inggris yang terinspirasi karakter Chucky, Joker di Colorado, dan pembunuhan yang dilakukan oleh pengemudi truk yang terinspirasi film Scream.

Harus diakui bahwa film atau tontonan dengan genre horor memang bukan satu-satunya penyebab terjadinya kasus pembunuhan ini. Faktor renggangnya hubungan keluarga, kondisi anak yang tidak mempunyai teman dekat, dan cueknya lingkungan masyarakat, disinyalir menjadi faktor yang semakin memperkuat keinginan anak untuk melakukan pembunuhan.

Saatnya Melakukan Koreksi

Dengan adanya kasus ini, keluarga sebagai lingkungan terdekat seorang anak harus banyak melakukan koreksi. Dalam Islam, seorang anak adalah amanah dari Allah Ta’ala yang wajib dididik dan dirawat dengan baik sesuai Islam. Terlepas apakah status anak tersebut adalah anak kandung ataukah anak tiri. Salah satu kewajiban orang tua adalah mengenalkan Allah Ta’ala dan Islam sebagai pondasi yang kuat bagi anak-anaknya. Sehingga pondasi inilah yang akan membentengi seorang anak dari berbagai serangan pemikiran dan pemahaman yang bisa merusak akhlaq seorang anak.

Kemudian keteladanan dan pendampingan anak seharusnya menjadi langkah berikutnya yang dilakukan oleh orang tua. Idealnya orang tua menjadi pihak yang mampu mengarahkan anak-anak  untuk menjadi pribadi Muslim yang baik. Salah satunya mengarahkan anak-anak untuk memilihkan teman yang baik, dan tontonan mana yang layak dilihat dan tontonan mana yang harus dihindari. Maka, komunikasi antara orang tua dan anak, juga menjadi kunci kesuksesan dalam mendidik anak-anak.

Peran orang tua dan keluarga untuk mendidik anak-anak menjadi pribadi yang baik, tentu akan mudah dijalankan jika ada dukungan yang kuat baik dari lingkungan sekitar, masyarakat, maupun negara.

Salah satunya terkait peredaran tontonan bergenre horor yang bebas dikonsumsi anak-anak. Saat ini semua orang -termasuk anak-anak- bisa dengan mudah mengakses tayangan apapun lewat gadget. Tidak adanya saringan kebaikan dalam sistem sekuler, menjadikan arus liberalisasi dengan mudah menghantam generasi bangsa. Dampaknya kita lihat munculnya kasus-kasus pembunuhan yang sangat sadis yang dilatarbelakangi tontonan yang sadis. Sehingga tontonan sadis inilah yang akhirnya menjadi tuntunan bagi generasi.

Disisi lain, lemahnya sanksi hukum semakin memperkuat tumbuhnya bentuk-bentuk kriminalitas yang diluar akal sehat. Sebagai contoh, jika pelaku kriminalitas dibawah umur, maka akan mendapat pengaturan khusus terkait sanksinya. Padahal dalam Islam jika anak sudah baligh, maka berlaku sanksi sebagaimana orang dewasa. Jika terbukti melakukan pembunuhan, maka saksinya adalah dibunuh atau dimaafkan oleh keluarga korban dengan membayar diyat 100 ekor unta dimana 40 ekor diantaranya dalam keadaan bunting.

Kasus yang dilakukan NF hendaknya menjadi tugas kita bersama untuk melakukan koreksi total, mulai dari keluarga sebagai lingkungan terdekat anak, masyarakat, dan negara sebagai pembuat kebijakan. Jika tidak ada perubahan mendasar dan menyeluruh dari sisi pandangan hidup dan aturan yang dilaksanakan, maka jangan heran kelak akan muncul kembali kasus-kasus serupa. Dimana akan lahir orang-orang yang tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan dan belas kasihan.*

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Muslimah lainnya:

• Pekerjaan Rumah Tangga, Haruskah Perempuan Mendapat Upah?
• Jangan Ada Slender Man di Antara Kita
• Body Positivity Syar'i
• Islam Cegah Keretakan Rumah Tangga
• Jadilah Wanita Cantik karena Taat kepada Allah
• Ketelanjangan, Kebebasan Ekspresi yang Kebablasan
• Islam dan Ketahanan Keluarga
• Inilah 5 Tips Membangun Komunikasi Harmonis dengan Pasangan