Ahad, 2 Jumadil Akhir 1446 H / 27 Agutus 2023 14:35 wib
4.328 views
Kontestasi Kecantikan: Demi Prestasi Atau Ekploitasi?
Lisa Agustin
Dugaan kekerasan seksual terhadap wanita atas nama Kontestasi Kecantikan ramai dibicarakan. Sejumlah finalis Miss Universe yang menjadi korban pelecehan telah melapor ke Polda Metro Jaya, Senin (07/08). Mereka mengaku "merasa direndahkan" dan "traumatis" setelah "dipaksa membuka baju" dalam acara kontes kecantikan itu. Pihak panitia dituduh "membiarkan kekerasan seksual" jika terbukti tidak melindungi peserta yang diduga dilecehkan saat acara pemotretan.
Seorang aktivis perempuan, Tunggal Pawestri, mengaku merasa “marah dan kecewa” atas peristiwa tersebut. Apalagi selama beberapa tahun belakangan para pegiat hak-hak perempuan telah berkampanye tentang kedaruratan kekerasan seksual. Salah satu tonggaknya adalah pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada 2022. Tapi tidak menyangka ternyata malah di satu ajang yang terbuka, yang mendapat perhatian banyak dari publik masih ada saja praktik kekerasan seksual. (bbc.com, Minggu, 13/08/2023)
Kontroversi ini membuat kita perlu merenungkan, apa sebenarnya tujuan dari kontestasi kecantikan ini? Apakah demi mengejar prestasi atau ada upaya eksploitasi wanita?
Fakta Pelecehan Nyata Adanya
Sebagaimana kita ketahui, prestasi yang disematkan kepada pemenang kontes kecantikan dengan kriteria 3B; Beauty, Brain dan Behavior ini menjadi standar masyarakat sekuler sebagai suatu kebanggaan dan nilai kebahagiaan bagi siapa pun yang memilikinya. Sehingga mengikuti kontes kecantikan ini menjadi hal yang prestatif untuk sebagian wanita yang merasa dirinya memiliki kriteria tersebut.
Dan ternyata, proses body checking sebagai salah satu kriteria beauty adalah hal yang lumrah bagi penyelenggara kontes untuk menilai proporsional lekuk tubuh para kontestan. Disini tampak ekploitatif dari pihak penyelenggara. Mereka tidak hanya puas menikmati kecantikan bagian wajah saja bahkan bisa melihat kecantikan yang lainnya dengan dalih persyaratan sebagai peserta grand final.
Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran sekuler, suatu hal yang wajar untuk melihat atau menampakkan seluruh tubuh tanpa busana atas nama profesionalitas. Dari sudut pandang kontestan, demi bisa memenangkan kontes kecantikan tidak jadi masalah. Karena nanti kemenangan itu akan membuat dirinya menjadi terkenal, mendapatkan privilege, dan pengakuan semua orang. Padahal pemikiran inilah yang membuat wanita bisa dieksploitasi. Bisa dimanfaatkan secara sukarela tanpa paksaan. Akhirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak akan bisa menghukum pihak-pihak yang terlibat, selama korban pelecehan tidak merasa menjadi korban.
Sedangkan dari sudut pandang penyelenggara, ini bagian dari standar yang sudah ditetapkan secara internasional. Dan kontestan harus tunduk jika ingin terus melaju ke babak selanjutnya. Apalagi dalam iklim kapitalistik zaman sekarang, tidak ada yang lebih berharga daripada uang. Para pemodal perlu memakai berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, para peserta kontes yang dieksploitasi itu pun merasa tidak ada masalah. Karena akan mendapatkan kompensasi berupa kebanggaan dengan adanya pengakuan atas kecantikannya dari kontes kecantikan yang diselenggarakan oleh pemilik kapital tersebut. Inilah win win solution ala sistem kapitalisme.
Bagaimana Islam Menyikapi?
Berbeda halnya Islam sebagai way of life. Islam sebagai agama yang sempurna, memiliki sudut pandang khas dalam menentukan prestasi seorang wanita. Dalam pandangan Islam, wanita tidak berkompetisi dalam hal kecantikan, melainkan berkompetisi untuk memberi manfaat dan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi umat manusia.
Sebut saja 'Aisyah ra yang telah meriwayatkan 2.210 hadis tentang kehidupan Rasulullah Saw, Fatimah Al Fihri seorang pendiri Universitas pertama di Dunia, Maryam Al Asturlabi seorang penemu astrolab yang memicu awal perkembangan di bidang astronotika dan navigasi luar angkasa, dan lain sebagainya. Mereka adalah wanita-wanita cerdas, yang ilmunya masih relevan sampai sekarang. Inilah kekayaan SDM umat Islam masa lalu. Wanita terlindungi dari eksploitasi fisik maupun nonfisik.
Adapun kecantikan bagi seorang wanita sesungguhnya bukan untuk dipamerkan dengan berhias secara berlebihan di ruang publik bahkan di hadapan lelaki asing. Islam sangat menjaga perempuan dari hal itu karena perempuan sangat berharga dan begitu dihargai, bukan diberi harga dengan pujian dan nilai materi semata.
Islam mengharamkan upaya eksploitasi pada perempuan dalam bentuk apa pun. Mengutip laman Muslimah News (29-9-2022), Ustaz M. Shiddiq al-Jawi menjelaskan bahwa para ulama kontemporer sepakat kontes kecantikan haram hukumnya atas kaum muslim.
Dalil-dalil yang menunjukkan keharaman kontes kecantikan, antara lain:
Pertama, larangan mengeksploitasi tubuh perempuan, yaitu hadis Rafi’ bin Rifa’ah ra., ia berkata, “Rasulullah saw. telah melarang kita hari ini beberapa hal. Rasulullah saw. telah melarang kita dari pekerjaan budak perempuan, kecuali apa yang ia kerjakan dengan tangannya. Beliau mengatakan, ‘Yaitu pekerjaan seperti ini,’ sambil beliau memperagakan dengan jarinya, yaitu membuat roti, memintal, dan menenun.” (HR Al-Hakim, Al-Mustadrak, Juz 2 No. 2279, hadis sahih).
Dari hadis ini menunjukkan pekerjaan yang diperbolehkan bagi perempuan adalah pekerjaan dari jerih payahnya (juhdu al-mar’ah), bukan pekerjaan dari mengeksploitasi tubuhnya. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, 1/331).
Kedua, larangan berhias bagi perempuan untuk menampakkan perhiasan dan keindahan tubuhnya kepada lelaki asing. Berhias di hadapan lelaki asing atau di tempat umum haram berdasarkan dalil Al-Qur’an (QS An-Nur [24]: 31 & 60).
Juga berdasarkan dalil Sunah dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda bahwa ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah beliau lihat, salah satunya nisaa’ kaasiyat ‘aariyaat (perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang). (Lihat HR Muslim No. 2128).
“Berpakaian, tetapi telanjang” maksudnya mengenakan pakaian yang transparan atau pakaian ketat yang membentuk tubuh. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ul Fatawa, 22/146).
Ketiga, larangan menyerupai perbuatan dan kebiasaan orang-orang non muslim. Islam telah mengharamkan kaum muslim menyerupai kaum nonmuslim dalam segala hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menyerupai suatu kaum (kafir), maka ia adalah bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud, No. 4031).
Demikianlah, Islam memberikan aturan yang wajib ditaati bagi setiap muslimah. Pengaturan tersebut bukan dalam rangka mengekang atau membatasi gerak muslimah, melainkan demi menjaga martabat dan kemuliaan mereka sebagai ibu pencetak generasi bertakwa. Tanpa kontes kecantikan sekalipun, para muslimah masih bisa berkarya, berprestasi, dan memberi teladan bagi umat dengan kecerdasan yang dimiliki.
Mereka bisa mengambil peran kuncinya secara totalitas sebagai ibu pencetak dan pendidik generasi. Mereka juga bisa berkiprah di ranah publik dengan menjadi dokter, guru, perawat, insinyur, atau profesi keahlian lainnya.
Mereka juga bisa berkarya dengan menelurkan buku atau prestasi akademik lainnya yang membawa kebermanfaatan bagi kehidupan umat manusia. Yang tidak kalah penting, para muslimah juga memiliki kewajiban berdakwah, serta mendidik dan membina umat dengan tsaqafah Islam.
Sistem sekuler kapitalisme telah menjadikan perempuan sebagai objek cuan bagi kapitalis. Tidak ada sistem yang bisa memuliakan, melindungi, dan menjaga martabat perempuan selain Islam. Dengan Islam, perempuan mulia. Bersama kapitalisme sekuler, perempuan terhina. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!