Sabtu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Oktober 2017 10:11 wib
5.186 views
Fahri ke KPK: Bagaimana Nasib Skandal Century, BLBI, Hambalang, Pelindo, Sumber Waras, & Reklamasi
JAKARTA (voa-islam.com)- Anggota DPR RI, Fahri Hamzah kembali menyentil orang-orang yang nampak berlindung dan seakan-akan merasa paling mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut Fahri, malah nampak sebaliknya, yakni tercipta karena adanya keinginan akan penyakit (lama) yang seharusnya tidak ada.
“Menurut saya ketakutan ini diciptakan. Korupsi ini adalah momok. Ini perang momok. Perang hantu. Perang persepsi. Korupsi imajinasi. Negara punya penyakit baru; korupsi adalah penyakit lama. Tetapi menciptakan masalah agar ada program negara adalah korupsi baru.
Maka, histeria ini adalah dibuat seolah ruang publik kembali pengap oleh korupsi. Seolah ini era kegelapan. Sampai di situ masih belum terlalu jahat, lebih jahat ketika justru korupsi ditutupi oleh versi fiksinya agar kerugian negara tak terbaca,” celotehnya, di akun Twitter pribadi miliknya, Jum’at (13/10/2017).
Namun demikian pula sebaliknya, justru kasus-kasus besar seperti pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras nampak tidak disentuh oleh KPK. “Mereka melewatkan kasus-kasus hasil audit kerugian negara dengan hura-hura amplop tipis gratifikasi. Skandal Century 6,7 triliun, BLBI triliunan, kasus Hambalang 2,5 triliun, Pelindo dua (2) 4,08 triliun, Sumber Waras, Reklamasi, dan lain-lain, berhenti.
Sementara yang bikin ramai adalah amplop-amplop kecil dari ucapan terima kasih swasta. Pipa APBN nyaris tak tersentuh. Inilah yang menurut saya kejahatan pemberantasan korupsi yang dikorupsi oleh imajinasi palsu. Saya tidak mau dibohongi. Saya tidak mau ditipu. Meski dituduh korupsi. Saya tidak peduli.
Saya lawan! Ini soal kebohongan yang telah kadung menjadi kebenaran karena dipuja dan tidak pernah mendapat kritik.” Fahri tetap percaya KPK bisa kembali ke arah baik jika pola pikirnya dipertajam dan didahulukan daripada lainnya. “Mereka tidak bisa mempersoalkan reputasi saya, tapi mereka gagal menjawab kritik saya. Maka saya percaya KPK baru bisa benar kalau otak lebih dominan dari otot.
Ini kerja demokrasi. Bukan kerja otokrasi. Kecerdasan adalah obat rezim demokrasi tapi dalam rezim otoriter yang diperlukan adalah alat pemukul. Kuno! Mari kita benahi akal budi kita. Perbaikan niat kita dan jernihkan hati kita. Situasi ini mudah kita atasi. Ayo bersama, Lawan fiksi korupsi. Hadapi diri sendiri dengan pikiran bersih. Ini semua mudah kita atasi.” (Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!