Senin, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 19 Februari 2018 10:11 wib
4.926 views
Pakar Komunikasi Politik: Ikhlasnya Ulama dan Umara dapat Dilihat dari Wajahnya
JAKARTA (voa-islam.com)- Pakar komunikasi politik, Effendi Ghazali menyampaikan kalau kita bicara pola antara ulama dan umara, di negeri Skandinavia misalnya dibuat penelitan sikap-sikap apa yang paling membuat, misalnya pemerintahan dan ulama itu dijadikan paling menonjol serta diharapkan bukan saja yang dari muslim (beragama muslim) tetapi juga bagi seluruh kalangan ternyata ada dua: kalau dia pemerintahan yang paling dianggap dan paling diharapkan itu harus benar dan adil. Benar artinya menurut Effendi adalah lahir dari sistem pemilihan yang benar.
“Kalau versi sekarang, versi pasar, saya sulit membayangkan menghadirkan dan melahirkan pemimpin-pemimpin yang benar kalau sistem pemilihan kita seperti hari-hari ini. itu seperti gaya pasar sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Jimly,” ucapnya, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Sebaliknya, ulama yang paling diharapkan menurutnya adalah ulama yang ikhlas dan jujur. “Jadi ini menarik. Jangan-jangan ada ulama yang ketika tidak hanya dia berbicara atau menyampaikan entah itu soal keagamaan tapi kita melihat dari wajahnya saja orang sudah dapat menyatakan ‘Ini Bapak ikhlas’. Ada juga orang yang dilihat dari wajahnya kemudian orang tidak yakin dia ikhlas,” ia menambahkan.
Misalnya, ia melanjutkan, ketika ada di UI yang keluarkan kartu kuning, menurut dia, baik itu Pak Jokowi maupun ulama sama-sama memenuhi harapan itu. “Pak Jokowi bilang: ‘Gak apa-apa. Wong itu anak muda. Kasihlah kesempatan. Mereka kreatif. Biasanya kan Pak Jokowi ngomong itu kan sambil ketawa, heheheheh’.
Dia adil, lho. Kasih kesempatan. Ulama juga saya lihat banyak yang menanggapinya apa adanya. Prof. Jimly saya dengar pendapatnya apa adanya, ya, dengan mengatakan taka pa-apa itu adalah kesempatan, mereka menyampaikan sesuatu yang menarik bagi mahasiswa untuk membandingkan misalnya antara percepatan pembangunan infrastruktur Papua dengan kurang gizi dan campak. Itu sesuatu yang menarik.
Tapi kemudian di media sosial yang muncul adalah, saya menyampaikan apa yang diucapkan oleh Prof. Jimly, lho: kecintaan yang berlebihan,” tambahnya lagi.
Padahal dalam penglihatannya presidennya saja tidak apa-apa tapi yang membela presidennya marah betul. “Marah betul. Sampai ada tulisan marah-marah. Presiden kan tidak apa-apa. Ulama juga tak apa-apa. Tapi yang merasa cendikia juga marah-marah (berlebihan). Itu yang saat ini sedang kita hadapi,” tutupnya. (Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!