Jum'at, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 8 Mei 2020 14:33 wib
5.601 views
Potensi Tidak Halalnya Kopi Biji Salak
Oleh:
Agam Gumawang, STP
Auditor Halal LPPOM MUI DKI Jakarta dan Kordinator Auditor Halal 2016
UMUMNYA hasil olahan buah salak yang sudah dikenal masyarakat antara lain keripik salak, manisan salak, dan sirup salak. Dari proses pengolahan produk tersebut, juga menghasilkan limbah biji salak yang melimpah. Belakangan ini, di beberapa wilayah Indonesia telah berhasil mengolah limbah biji salak menjadi produk yang bernilai ekonomi, yakni kopi biji salak.
Kopi biji salak adalah biji salak yang diolah sama persis seperti pengolahan kopi bubuk dan tidak dilakukan pencampuran dengan kopi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses pengolahan kopi biji salak dilakukan pada skala UMKM. Beberapa tahapan proses diperlukan untuk mengolah biji salak menjadi kopi biji salak yang bermutu. Pertama, biji salak dipisahkan dari buah salak, dicuci, dan dipotong menjadi 2 atau 4 bagian.
Kemudian, potongan biji salak dijemur di bawah sinar matahari ataupun dengan bantuan alat pengering sampai kadar air 10-12%. Setelahnya, biji salak yang sudah kering disangrai di atas wajan sampai matang dan tidak sampai gosong. Biji salak sangrai yang dihasilkan langsung digiling dan diayak. Lalu, dilanjutkan dengan proses pengemasan untuk meningkatkan umur simpan kopi biji salak.
Kopi biji salak yang dihasilkan memiliki aroma yang mirip dengan kopi, namun rasa yang dihasilkan masih terdeteksi rasa khas salak. Selain itu, uji laboratorium menunjukkan kopi biji salak tidak mengandung kafein sehingga aman dikonsumsi bagi konsumen yang sensitif terhadap kafein.
Dimana potensi tidak halalnya pada produk kopi biji salak?
Secara substansial, biji salak termasuk bahan nabati yang termasuk dalam kategori positive list atau bahan yang sudah pasti halal. Namun perlu dicermati pada fasilitas produksi yang digunakan dan proses pencucian.
Wajan yang pernah digunakan untuk mengolah daging babi sifatnya najis dan tidak boleh digunakan untuk menyangrai biji salak serta meningkatkan resiko kontaminasi najis. Oleh karena itu, wajan yang pernah dipakai untuk mengolah daging babi harus dibersihkan dengan air sebanyak 7 kali dimana salah satunya menggunakan tanah serta tidak digunakan kembali untuk mengolah daging babi. Proses pencucian biji salak maupun fasilitas produksi menjadi poin penting. Hal itu dikarenakan proses pencucian yang dilakukan di kamar mandi menyebabkan tidak terpenuhinya kriteria penilaian audit halal.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!